News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bahasa Isyarat Perlu Dipelajari Semua Orang Agar Tidak Ada Lagi Diskriminasi

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Co-founder FeminisThemis Nissi Taruli Felicia dalam acara Media Gathering dan Kick-off “FeminisThemis Academy”: FeminisThemis dan Unilever Indonesia Mengupas Makna Penting Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli di Hari Lahir Pancasila di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Masyarakat Indonesia para penyandang tuli kerap kali mendapatkan diskriminasi. Beberapa diskriminasi yang didapat adalah tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya diterima.

Misalnya, hak mendapatkan informasi, menerima pendidikan dan pelayanan umum dengan baik.

Menurut Co-Founder FeminisThemis Nissi Taruli Felicia salah satu upaya agar hak itu terpenuhi adalah kemudahan berkomunikasi.

Artinya, setiap orang harus belajar bahasa isyarat agar komunikasi bisa terhubung antara teman dengar dengan penyandang tulis.

Hal ini Nissi sampaikan dalam acara *Media Gathering dan Kick-off “FeminisThemis Academy”: FeminisThemis dan Unilever Indonesia Mengupas Makna Penting Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli di Hari Lahir Pancasila.

"Sebetulnya semua harus belajar bahasa isyarat. Karena kalau kita mengkhususkan diri profesi tertentu bagaimana caranya kita inklusif?" Ungkapnya di Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

Sehingga, tidak hanya orang di dalam pelayanan kesehatan atau publik saja yang harus bisa berbahasa isyarat.

Dengan kata lain, tidak hanya teman tuli saja yang harus belajar, semua orang harus belajar bahasa isyarat karena kita tidak tahu kapan akan bertemu dengan komunitas atau teman tuli.

Baca juga: Profil Ipda Afan Harapansyah, Kapolsek Termuda Indonesia, Pimpin Polsek Baras-Bisa Bahasa Isyarat

Selain itu, tidak ada yang tahu jika kedepan, sebagian teman dengar karena beberapa indikasi mengalami kehilangan pendengaran.

"Jadi, bagaimana caranya menyerap informasi kalau bukan bahasa isyarat? Jadi bahasa isyarat ini bukan hanya untuk orang-orang bisu, tapi ini alat untuk komunikasi," imbuhnya.

Bahasa Isyarat Belum Diakomodir dengan Baik

Indonesia mungkin sudah merdeka. Tapi bagi orang-orang tuli kemerdekaan belum sepenuhnya didapatkan. Contohnya saja, menurut Nissi, sejauh ini bahasa isyarat masih belum diakomodasi dengan baik.

Bahkan, di tempat layanan kesehatan seperti rumah sakit, masih jarang bahkan tidak ditemukan orang yang bisa berbahasa isyarat.

Baca juga: Dibantu 7 Orang Juru Bahasa Isyarat, 40 Anggota Komunitas Teman Tuli dapat Perawatan Gigi Gratis

Padahal sama seperti masyarakat yang bisa mendengar, penyandang tuli juga membutuhkan layanan kesehatan.

Pada beberapa kasus, Nissi mengungkapkan penyandang tuli juga pernah mengalami kesulitan saat melakukan wawancara pekerjaan.

Baca juga: Momen Anies Pakai Bahasa Isyarat di Debat Capres 2024

Masalahnya serupa, tidak ada orang yang mengerti atau bisa berbahasa isyarat. Akibatnya, banyak sekali kerentanan atau diskriminasi berlapis yang sering kali dialami komunitas tuli.

"Pertama ketika menjadi seorang tuli sudah didiskriminasikan. Kedua ketika dia perempuan tuli. Belum tentu semuanya didapatkan haknya. Belum lagi ada segregasi pendidikan, kemudian perbedaan lainnya," tutur Nissi.

Sehingga, salah satu hak tuli seperti kemudahan berkomunikasi harus diberikan.

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah hak yang harus terpenuhi. Contohnya, menyesuaikan kebutuhan setiap individu tersebut. Termasuk memberikan bahasa isyarat untuk komunitas tuli," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini