Warga lebih suka menjualnya ke kota dan uangnya digunakan untuk membeli makanan instan.
Selama praktik di kota, Dokter Rana terbayang terus kondisi desanya.
Ia merasa bahwa seharusnya ilmu yang dimilikinya sebagai seorang dokter dapat bermanfaat untuk kampung halamannya sendiri.
“Jadi Pak Andri, saya ini pulang untuk memenuhi niat saya ketika menerima beasiswa, yaitu mensejahterakan warga desa tempat saya lahir dan dibesarkan,” ujar Dokter Rana pada ayahku.
Sejak pulang, Dokter Rana memang aktif membina para remaja dan keluarga muda.
Ia memberikan penyuluhan tentang pentingnya mencuci tangan, memasak air, pola makan sehat, dan imunisasi.
Baginya, generasi muda adalah perantara terbaik untuk menyampaikan misi meningkatkan kesadaran hidup sehat masyarakat desa.
Sebagai anak kepala desa, Dokter Rana sering mendengar cerita almarhum ayahnya bahwa banyak warga takut berobat karena tidak mampu membayar.
Tak ingin hal ini terjadi, maka diumumkannya bahwa warga dapat membayar jasanya dengan sampah.
Ya, sampah! Sampah kering jenis apa saja yang dapat didaur ulang. Botol plastik, botol kaca, koran bekas, bahkan kemasan bekas, diterima oleh Dokter Rana.
Cara ini membuat warga aktif dan bijak mengelola sampah. Sungguh kreatif dan cerdas cara Pak Dokter mendidik warga.
Seperti mendiang ayahnya, Dokter Rana menjadi sosok yang dicintai warga desa.
Ia menjadi teladan melalui dedikasi, tanggung jawab, dan kerendah hatiannya dalam menolong warga.
Apabila aku besar nanti, aku ingin seperti Dokter Rana. Akan kukejar cita-citaku menjadi guru dan aku akan kembali untuk membangun kampung halamanku.