TRIBUNNEWS.COM - Swiss berangkat ke Piala Dunia 2018 dengan format pasukan yang hampir tak berbeda dengan di Piala Eropa 2016 di Prancis lalu.
Bedanya, kebersamaan para pemain selama dua tahun terakhir membuat mereka kini semakin kompak, solid, dan sehati.
Jadilah tim yang berjuluk La Nati, yang artinya nasional ini, menjadi kuda hitam yang siap berlari kencang di Rusia.
La Nati memang tim yang paling multikultural.
Mereka banyak mengandalkan bakat-bakat para pemain keturunan, yang orang-tuanya adalah pengungsi dari negara yang berkonflik.
Mulai dari Kosovo, Makedonia, Bosnia, Kamerun, Pantai Gading, Turki, Bosnia dan Herzegovina, hingga Sudan.
Jangan heran karenanya, dari 23 pemain yang diboyong pelatih Vladimir Petkovic ke Piala Dunia 2018, 63 persennya merupakan pemain keturunan.
Dari 12 gelandang dan penyerang, hanya dua yang asli Swiss.
Baca: Pertimbangan Faktor Kemacetan, Sebagian Besar Tim Bermarkas di Luar Kota Tempat Mereka Bertanding
Sempat memang ada sindiran tajam dari para pendukung Swiss sendiri.
Mereka kecewa karena banyak para pemain yang tak hapal, dan tak bisa ikut menyanyikan lagu kebangsaan Mazmur Swiss saat sebelum berlaga.
Tapi kekecewaan itu ditepis Kapten Stephan Lichtsteiner.
"Yang penting bagi kami bukan pemain asli Swiss, atau keturunan. Bukan yang bisa, atau tak bisa menyanyikan lagu kebangsaan. Yang penting adalah para pemain bisa berjuang bersama dalam jersey tim, dan menjadi bagian dari tim yang solid," ujarnya membela rekan-rekannya.
Dan begitulah, bermodal para pemain keturunan bertalenta tersebut, dan juga kekompakan yang makin terjaga, La Nati pun sukses melenggang ke Rusia.
Mereka menjadi runner-up grup B dengan poin sama dan hanya kalah selisih gol dari Portugal.