News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Piala Dunia 2018

Belajar Soal Rusia dari Prof Sudaryanto

Penulis: Deodatus Pradipto
Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sudaryanto Yanto

Laporan wartawan Tribunnews.com, Deodatus Pradipto dari Moskow

Jumat (22/6) siang saya memutuskan mampir ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Federasi Rusia dan Belarusia.

Saya telah membuat janji dengan Sekretaris I Enjay Diana untuk bertemu di KBRI yang terletak di Jalan Novokuznetskaya, Moskow.

Setelah makan siang di kantin KBRI, kami berbincang-bincang santai. Pak Enjay mengajak saya pindah ke halaman depan, duduk di bawah pohon rindang.

Kami sedang berbicara banyak hal saat tiba-tiba Pak Enjay menyapa seseorang dari arah belakang saya. Dia kemudian mengajak saya ke dalam untuk bertemu dengan seseorang yang memang sedang dia tunggu.

Orang itu adalah Profesor Sudaryanto Yanto. Usianya sudah 77 tahun. Apa yang membuat saya terkesan kemudian adalah perjalanan hidupnya.

Profesor Sudaryanto termasuk orang lama yang tinggal di Moskow. Dia tiba di Moskow pada Desember 1964. Waktu itu dia mendapatkan kesempatan melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi di Moskow.

Tak lama pendidikannya dimulai, terjadi pergolakan politik yang dipicu oleh peristiwa G30S/PKI.
Buntut dari peristiwa itu, Profesor Sudaryanto, yang saat itu masih berusia 23-24 tahun, dihadapkan pada suatu kebijakan yang memberatkan. Dia harus menentukan, pulang ke Indonesia atau paspornya dicabut.

"Saya di sini masih belum bisa memutuskan apa-apa karena baru datang dan pelajaran baru mulai. Saya kemudian memutuskan untuk belajar terus," tutur Profesor Sudaryanto.

Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang S3. Setelah mendapatkan gelar PhD, Beliau memutuskan bekerja di Rusia di bidang koperasi.

Dia bekerja di laboratorium penyelidikan pasar di Institut Koperasi Moskow, sekarang Universitas Koperasi Rusia.

"Saya waktu itu syok, tapi berpikir ini adalah batas kehidupan baru. Saya dengar dari keluarga bagaimana situasi di sana yang waktu itu berat dan disarankan jangan muncul dulu," kata kakek dari tiga cucu itu.

"Bagi yang nekat muncul akhirnya ada yang masuk penjara. Hal yang paling celaka itu bukan hanya saya, tapi keluarga saya akan kena masalah," sambung Profesor Sudaryanto.

Profesor Sudaryanto sempat menyandang status stateless alias tanpa kewarganegaraan. Oleh pemerintah Uni Soviet saat itu, Beliau diberi status imigran.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini