Mereka diambang sejarah sebagai wakil Afrika pertama yang bisa menjajaki semifinal Piala Dunia.
Namun sayang, peluang tersebut dipatahkan Uruguay dengan segala inseden dan tensi panas dalam laga tersebut.
"Emosi malam itu masih segar. Jujur masih sakit," kata Daniel Koranteng, jurnalis olahraga Citi TV yang berbasis di Accra.
"Orang Ghana tidak akan pernah melupakan Suarez. Akan lebih mudah untuk memafkan jika itu adalah tekel di dalam kotak (penalti)," tambahnya.
Kondisi tersebut mengibaratkan kegagalan terbesar Ghana ketika itu adalah Asamoah Gyan.
Pemain yang kini berusia 37 tahun itu dibuat seolah menjadi penjahat atas kegagalan tersebut.
"Faktanya, dia menggagalkan upaya Ghana yang jelas, yang secara efektif mengubah Asamoah Gyan menjadi penjahat adalah sesuatu yang tidak dapat dimaafkan," jelasnya.
Suporter lainnya yang bersuara adalah Francis Gbeddy, yang mengatakan Ghana kalah dengan kejam.
Kegagalan penalti yang dieksekusi Gyan membuatkan merasakan kesalahan, kekecewaan yang ia tanggung dari publik Afrika.
"Saya ingin mencetak gol untuk negara saya dan seluruh Afrika," kata Gyan.
"Saya merasa telah mengecewakan semua orang. Terkadang saya bertanya pada diri sendiri," jelasnya.
"Momen itu masih menghantui saya. Terkadang saya berharap akan ada kesempatan kedua bagi saya untuk membela diri," tegasnya.
Aroma Balas Dendam
Dua belas tahun berlalu, keduanya akan bertemu dalam sebuah penentuan ke babak 16 besar Piala Dunia 2022.