TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelbagai pihak mendesak Ma'ruf Amin mundur dari jabatan sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.
Ma'ruf mengatakan, proses pengunduran diri dari MUI harus melalui mekanisme organisasi.
Kemungkinan, akan dibahas setelah Ma'ruf menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah, Arab Saudi.
"Nanti ada mekanismenya. Semua ada mekanismenya," ujar Ma'ruf di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (14/8/2018).
Selain didesak mundur dari Ketua MUI. Ma'ruf juga diminta mundur dari jabatan sebagai Rais Aam PBNU.
Baca: Relawan Jokowi-Maruf Laporkan Dugaan Pemberian Mahar Politik Sandiaga Uno
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj menjelaskan, sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, seorang Rais Aam tidak diperkenankan untuk rangkap jabatan politik.
"Di AD/ART tidak boleh rangkap jabatan antara Rais Aam dengan jabatan politik," ujar Said.
Said memastikan, Ma'ruf akan mundur dari jabatan setelah melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Mekkah, Arab Saudi.
Rencananya, Ma'ruf akan berangkat pada Rabu (15/8/2018). Setelah itu, ucap Said, PBNU akan menggelar rapat mustasyar atau dewan penasehat.
"Oleh karena itu sepulangnya beliau dari (ibadah,-red) haji kita akan mengadakan rapat lengkap dengan mustasyar," kata Said.
Kemungkinan, Wakil Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar yang akan menggantikan posisi Ma'ruf Amin, "Secara gampang Wakil Rais Aam naik," tutur Said.
Sebelumnya, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin mendaftar sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019. Mereka mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum pada Jumat (10/8/2018).