TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Demokrat Herman Khaeron menilai bahwa gerakan #2019GantiPresiden presiden merupakan aspirasi masyarakat yang konstitusional.
Menurutnya gerakan tersebut sama saja dengan gerakan yang mendukung pemerintahan Joko Widodo ( Jokowi) dua periode.
"Tentu ini adalah aspirasi masyarakat yang konstitusional. Ini juga berimbang ada yang mendukung dua periode," ujar Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (28/8/2018).
Terkait polemik gerakan tersebut, Herman mengatakan sebaiknya menunggu rujukan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu.
Baca: Sopir Angkot Datangi Bawaslu Minta Izin Bikin Stiker #2023GantiPresiden
Sebagai penyelenggara Pemilu mereka akan memutuskan apakah gerakan ganti presiden tergolong kampanye atau bukan.
"Yang bisa kita jadikan rujukan adalah pernyataan komisioner KPU dan Bawaslu. Nanti siang jam 2 ada rapat di komisi II ini juga bisa dieksplor. Sejauh mana menjustifikasi 2019 ganti presiden itu tidak melanggar aturan KPU maupun Bawaslu," katanya.
Menurutnya dalam negara demokrasi setiap orang bebas menyatakan pandangan atau pendapatnya, asalkan tidak melanggar konstitusi.
Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu akan menilai apakah #2019GantiPresiden tersebut melanggar konsitusi atau tidak.
"Kalau statement KPU dan Bawaslu sudah menyampaikan bahwa dua duanya boleh menyampaikan pandangan dan pendapat, tapi dalam koridor konstitusional ini tak bisa dibilang makar," tuturnya.
Dalam rapat tersebut nantinya komisi II akan menanyakan kepada KPU dan Bawaslu apakah perlu ada regulasi untuk mengatur gerakan-gerakan sebelum masa kampanye atau tidak.
Herman sendiri menilai #2019GantiPresiden merupakan gerakan masyarakat yang sifat kelahirannya situasional.
"Ini kan gerakan masyarakat. Lahir bukan karena Prabowo sandi, tapi gerakan yang muncul karena situasional. Kalau munculnya capres yang lain tetap namanya 2019ganti Presiden," pungkasnya.