News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

pilpres 2019

Pengamat Duga Ada HTI Di Balik #2019GantiPresiden

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah massa saat melakukan aksi #2019 Ganti Presiden di kawasan Jl Indrapura, Minggu (26/8). SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Intelijen dan Keamanan UIN Syarif Hidayatullah, Robi Sugara menduga ada peran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan kelompok ISIS dibalik #2019GantiPresiden.

Robi mengatakan, HTI hanya memanfaatkan gerakan ini untuk tujuan kekacauan di negeri ini.

Baca: Komnas HAM Belum Terima Laporan Gerakan #2019GantiPresiden yang Ditolak Deklarasinya

Strategi HTI memanfaatkan kekacauan ini mirip dengan yang dilakukan oleh ISIS di Suriah.

Menurutnya, ada dua keuntungan bagi HTI ketika memanfaatkan gerakan ini.

"Pertama, jika terjadi benturan antara dua kelompok yang kemudian terjadi konflik berdarah, HTI akan mengkonsolidasikan kader-kadernya untuk melakukan pergerakan pergantian sistem pemerintahan di Indonesia," ucapnya melalui keterangan tertulis yang didapat Tribunnews.com, Jumat (7/9/2018).

"Kedua, adalah ketika gerakan ini berhasil menggulingkan Jokowi, maka kampanye selanjutnya akan mengatakan bahwa presiden berganti tidak akan ada perubahan selagi sistemnya tidak digantikan dengan khilafah," tambahnya.

Direktur Indonesian Muslim Crisis Center itu turut menjelaskan gerakan HTI.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah gerakan transnasional yang sudah dilarang di semua negara-negara Muslim di dunia kecuali di negara liberal seperti Inggris.

"Bersyukur sebelum terjadi perang saudara di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pemerintah Indonesia sudah membubarkannya. Organisasi ini dilarang karena akan memunculkan konflik horizontal sesama anak bangsa Indonesia yang beragama suku, bahasa, agama, dan budaya," tuturnya.

Kelompok ini memanfaatkan kata Khilafah sebagai tameng gerakannya.

Dalam taktik yang sering digunakan kelompok esktermisme adalah taktik ini dinamakan religious shield (agama sebagai tameng) di mana, ketika orang Islam kontra terhadap gagasannya menegakkan khilafah disebut sebagai anti-Islam.

"Oleh karena itu, ikut serta dalam pemilihan umum dengan mencoblos calon legislatif atau presiden, tidak pernah dilakukan oleh kader HTI. Bukan golput karena sikap politik, tapi ikut serta dalam pemilihan umum adalah haram," kata Robi.

Dia mencontohkan, HTI berperan dalam konflik yang terjadi di Suriah dan beberapa di antaranya bergabung dengan ISIS.

"Dalam konflik Suriah, aktivis Hizbut Tahrir terlibat dalam konflik bersenjata di sana, termasuk aktivis Hizbut Tahrir dari Indonesia. Aktivis Hizbut Tahrir bergabung dalam kelompok bersenjata Ahrar Syam dan Jabhah An-Nusrah untuk melawan rezim Assad dan ISIS. Tapi diantara mereka juga kemudian bergabung dengan ISIS," ucap Robi.

Robi menyebutkan nama-nama aktivis jihadis yang aktif di Indonesia.

"Di antara aktivis Hizbut Tahrir yang mengikuti trend jihadis di Indonesia tercatat adalah M. Fahri, mantan mahasiswa Unbraw Malang bersama Subianto alias Abu Azzam (asal Lamongan) dan Abu Shoffi," katanya.

"Mereka kemudian membentuk kelompok namanya FAKSI yang berhasil melakukan deklarasi dukungan pada ISIS di Bundaran HI Jakarta pada 2014," tambahnya.

Baca: KPK Peringati Mensos Tidak Jadikan Dana Bansos sebagai Bancakan

Dengan demikian, Robi berpendapat kader-kader HTI yang tidak memiliki organisasi memanfaatkan tagar ini untuk membuat kekacauan.

"Oleh karena itu, kader-kader HTI yang terombang-ambing karena tidak memiliki organisasi setelah dibubarkan, mereka akan memanfaatkan tagar ini untuk membuat kekacuan," pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews.com berusaha mendapatkan konfirmasi dari pihak HTI

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini