Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dukungan tokoh agama di masing-masing pasangan calon presiden-calon wakil presiden menimbulkan potensi keterpecahan.
Untuk itu, diperlukan upaya agar Pemilu tidak menimbulkan konflik sosial.
Baca: Fadli Zon Tanyakan Janji Jokowi untuk Beli Kembali Indosat
"Keterlibatan tokoh agama memunculkan potensi friksi-friksi," ujar Peneliti Perludem, Fadil Ramadhani dalam diskusi 'Lama Waktu Kampanye dan Potensi Konflik di Masyarakat', Kamis (27/9/2018).
Namun, kehadiran para tokoh agama dapat berpengaruh secara positif.
Selama tahapan kampanye mulai 23 September 2018-13 April 2019 perlu dilihat keterlibatan tokoh agama mengarah ke mana.
"Kalau melihat secara positif berharap keterlibatan tokoh agama di kedua kelompok bisa memberikan efek positif kampanye di 2019. Bagaimana keterlibatan banyak aktor dan pihak mengatur konten kampanye menjadi lebih positif," kata dia.
Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Andalas, Alvon Kurnia Palma, mengaku belum mendapatkan alasan mengapa kampanye digelar sekitar 7 bulan.
Namun, kata dia, tidak bisa dihitung secara tepat agar pelaksanaan pemilu tidak memberikan ruang tidak menimbulkan konflik sosial.
Baca: 2 WNI Masih Disandera, Kelompok Abu Sayyaf Minta Tebusan Rp 14 Miliar
Untuk itu, dia meminta kepada KPU RI memikirkan kembali mengenai lama waktu pelaksanaan kampanye tersebut.
"Kampanye panjang memberikan ruang konflik sosial," tambahnya.