News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Perludem Nilai Dukungan Tokoh Agama di Pilpres Berpotensi Timbulkan Friksi

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPU Arief Budiman (kiri) bersama Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (tengah) dan Ma'ruf Amin (kedua kiri), Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Salahudin Uno (kanan) melepas burung merpati deklarasi damai saat meghadiri Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 di Silang Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018). Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 yang diikuti KPU, pasangan Capres dan Cawapres, dan 16 partai politik nasional tersebut mengambil tema 'Kampanye anti SARA dan HOAKS untuk menjadikan pemilih berdaulat agar negara kuat'. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dukungan tokoh agama di masing-masing pasangan calon presiden-calon wakil presiden menimbulkan potensi keterpecahan.

Untuk itu, diperlukan upaya agar Pemilu tidak menimbulkan konflik sosial.

Baca: Fadli Zon Tanyakan Janji Jokowi untuk Beli Kembali Indosat

"Keterlibatan tokoh agama memunculkan potensi friksi-friksi," ujar Peneliti Perludem, Fadil Ramadhani dalam diskusi 'Lama Waktu Kampanye dan Potensi Konflik di Masyarakat', Kamis (27/9/2018).

Namun, kehadiran para tokoh agama dapat berpengaruh secara positif.

Selama tahapan kampanye mulai 23 September 2018-13 April 2019 perlu dilihat keterlibatan tokoh agama mengarah ke mana.

"Kalau melihat secara positif berharap keterlibatan tokoh agama di kedua kelompok bisa memberikan efek positif kampanye di 2019. Bagaimana keterlibatan banyak aktor dan pihak mengatur konten kampanye menjadi lebih positif," kata dia.

Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Andalas, Alvon Kurnia Palma, mengaku belum mendapatkan alasan mengapa kampanye digelar sekitar 7 bulan.

Namun, kata dia, tidak bisa dihitung secara tepat agar pelaksanaan pemilu tidak memberikan ruang tidak menimbulkan konflik sosial.

Baca: 2 WNI Masih Disandera, Kelompok Abu Sayyaf Minta Tebusan Rp 14 Miliar

Untuk itu, dia meminta kepada KPU RI memikirkan kembali mengenai lama waktu pelaksanaan kampanye tersebut.

"Kampanye panjang memberikan ruang konflik sosial," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini