TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah mendapat dukungan dari keluarga Gus Dur, pasangan capres-cawapres nomor urut satu, Jokowi-Ma'ruf Amin pun kemungkinan akan mendapat tambahan suara pada Pilpres 2019 dari simpatisan Gus Dur atau Gusdurian dan kaum nahdliyin di setiap daerah.
Kekuatan Ma'ruf sebagai mantan Rais Aam Syuriah atau Dewan Penasihat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjadi salah satu faktor kunci.
Aromanya sudah terlihat dari dukungan partai politik PKB dan PPP.
Baca: Berlari Ratusan Kilometer, Gatot Sudariyono Bantu Biaya Operasi Jantung Anak-anak Tak Mampu
"Gusdurian banyak di Sumut, ini tambahan suara untuk Jokowi-Ma'ruf. Diperkirakan jumlahnya ada 500.000-an orang, maka secara signifikan akan menambah suara," kata Sutrisno Pangaribuan, juru bicara Tim Kampanye Provinsi (TKP) Koalisi Indonesia Kerja Provinsi Sumatera Utara untuk Jokowi-Ma'ruf Amin, Kamis (27/9/2018).
Kantong suara, lanjut dia, tersebar mulai Kabupaten Tobasamosir, Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan.
Persentasenya sekitar 90 persen lebih. Kemudian di Kabupaten Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, dengan persentase 70 persen.
Lalu, Kabupaten Nias, Gunung Sitoli, Nias Barat, Nias Utara, Nias Selatan, Pematangsiantar, sebesar 80 persen lebih.
Baca: Kiper Keturunan Indonesia Semakin Perkasa di Liga Italia
Untuk Kota Medan, Kabupaten Deliserdang, Serdangbedagai, Tebingtinggi, Langkat, Kota Binjai, Batubara, Asahan, Kota Tanjungbalai, Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan, di atas 60 persen.
Sementara di Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandilingnatal, Padangsidimpuan, Padanglawas Utara dan Padanglawas, lebih dari 50 persen.
Baca: Hasil Korea Open 2018 - Anthony Ginting Susul Jonatan Christie dan Tommy Sugiyarto ke Perempat Final
"Kami masih membentuk tim kampanye kabupaten dan kota. Targetnya selesai akhir bulan ini, sehingga Oktober nanti sudah terbentuk 33 tim kampanye di Sumut," ujar Sutrisno.
"Tim kampanye provinsi Jokowi-Ma'ruf akan fokus pada penyebaran informasi sisi positif dan keunggulan pasangan calon. Merebut simpati dan suara rakyat tanpa harus membangun sentimen negatif terhadap paslon lain," lanjut dia.
Dia mengatakan, pihaknya menyambut positif sikap, pilihan, dan keberpihakan keluarga besar almarhum Abdurahman Wahid alias Gus Dur.
Sikap ini semakin menegaskan bahwa orang-orang baik akan memilih dan berdiri di barisan orang-orang baik pula.
Tim kampanye provinsi akan segera menjalin komunikasi dengan Gusdurian di Sumut, berkoordinasi dengan Barikade Gus Dur, Gerakan Kebangkitan Nusantara (Gatara), Jaringan Perempuan Nusantara, Forum Silaturahmi Santri Nusantara, Forum Kiai Kampung Nusantara, dan Forum Alumni Timur Tengah.
"Kerja cepat yang dilakukan Yenny Wahid juga akan diikuti TKP Sumut. Kami akan bergerak cepat membangun komunikasi dengan jaringan kader Gus Dur yang kami yakini ada hingga ke tingkat desa," imbuhnya.
Besarnya dukungan membuat Sutrisno yakin bahwa Jokowi-Ma'ruf akan memenangkan Pilpres 2019 mendatang.
Basis-basis Gus Dur di seluruh Sumut mulai bergerak, ditambah pilihan keluarga Gus Dur yang juga mampu mempengaruhi dukungan pemilih rasional kaum nasionalis yang juga berafiliasi politik dengan Gus Dur.
Stop Perang Tagar
Perang tagar antar-pendukung masih terus berseliweran.
Masyarakat masih disuguhi tagar #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
Menurut Dadang Darmawan Pasaribu, akademisi dari FISIP USU, perang tagar hanya memperkeruh dan tidak mendidik masyarakat yang karakternya menelan mentah-mentah semua isu tanpa mau melakukan cek dan ricek.
"Tagar sudah menjadi identitas antar-kubu dan masyarakat kita selalu menelan mentah-mentah," ucapnya.
Sering terjadi perdebatan absurd di media sosial antar-kelompok pendukung atau lawan.
Ujung-ujungnya, muncul kelompok baru dengan isu baru yang melawan kedua tagar.
Berada di tengah, menjadi penetral wacana, seperti pengusung #2019TetapSaudara.
"Maunya, situasi yang sudah keruh jangan lagi diperkeruh karena yang menerima dampak masyarakat sendiri. Stop perang tagar, supaya tidak ada konflik yang berpotensi memecah belah persatuan. Masing-masing pihak harus memberikan edukasi politik yang bijak, yang menguatkan fondasi bangsa," kata aktivis 98 itu.
Saat ini, kata Dadang, masyarakat Indonesia mulai kehilangan modal sosial sehingga persatuan semakin lemah.
Akhirnya mudah dimanfaatkan kepentingan politik yang tidak melihat nilai luhur bangsa.
Ada disharmoni di dalam masyarakat yang gejalanya sudah terlihat.
Sebelumnya, para antropolog sudah menyatakan bahwa nilai-nilai keindonesiaan sudah minim dimaknai masyarakat kita.(Kompas.com / Mei Leandha)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Gusdurian Banyak di Sumut, Ini Tambahan Suara untuk Jokowi-Ma'ruf