TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Seorang Kepala Desa di Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, harus berurusan dengan polisi. Kepala Desa Sampang Agung atas nama Suhartono dilaporkan atas dugaan Tindak Pidana Pemilu.
Suhartono diduga melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye pemilu 2019 sehingga kemungkinan melanggar pasal 490 Jo Pasal 282 UU No 7/2017 tentang Pemilu.
Atas dugaan tersebut Suhartono dipanggil pihak Polres Mojokerto, Senin (12/11/2018) dengan berstatus sebagai saksi.
Menanggapi hal ini, Badan Pemenangan Pemilu Provinsi (BPP) Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk wilayah Jatim pun angkat bicara.
Hadi Dediyansah, Ketua Bidang Media dan Komunikasi BPP Jatim menyebut pihak Pantia Pengawas Pemilu (Panwaslu) terlalu berlebihan.
"Kelihatan sekali dari Panwas dan pihak kepolisian dalam bertindak ada sesuatu yang over acting," kata Hadi kepada Surya.co.id (TribunJatim Network) di Surabaya, Senin (12/11/2018).
Ia lantas menceritakan ikwal kejadian pertemuan yang diduga melanggar aturan kampanye itu.
Ia bercerita bahwa pada tanggal 21 Oktober 2018, sekitar pukul 15.15 WIB, Sandi bersama rombongan BPP Jatim hendak mengunjuni pemandian Padusan dan warga petani bawang sajen di Kecamatan Pacet, Mojokerto.
Mendengar kehadiran calon wakil Presiden pendamping Prabowo itu mau lewat, warga Desa Sampang secara spontanitas ingin bertemu Sandi. "Mereka mencegat di jalan," kata Hadi.
Baca: Sambil Basah Kuyup, Emak-emak di Pekan Baru Sambut Sandiaga Uno
Oleh karena banyaknya warga, Suhartono berniat ikut mengamankan aksi tersebut. "Pak Kades dengan spontan menghalau warga yang hendak merapat ke Sandi dengan cara merangkul," cerita Hadi.
Pada kejadian ini, Suhartono juga mengacungkan dua jari. "Dua jari yang diacungkan spontanitas dan bukan berarti dukungan," kata Hadi.
Hadi juga menjelaskan keberadaan Suhartono yang mengenakan kemeja putih, pemberian dari Relawan Sahabat Prabowo Sandi (Sapa).
Menurut Hadi, pemberian itu dikarenakan Suhartono hanya menggunakan kaus saat kegiatan.
Sehingga, dinilai tidak sopan untuk bertemu Cawapres yang diusung koalisi lima partai ini. "Setelah 10 menit dikenakan, kemeja itu lantas dilepas kembali dan diberikan kepada warga," ceritanya.
Atas sikap penegak hukum itu, Hadi lantas mempertanyakan keadilan hukum terhadap penyelenggara negara di kala pemilu.
Yang mana, banyak kepala daerah di kubu Calon Presiden Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin juga secara jelas telah mendeklarasikan dukungan.
Namun, para kepala daerah itu justru bebas dari dugaan pelanggaran pidana kampanye pemilu.
"Yang perlu kita pertanyakan, apa ada perbedaan antara Kepala Desa dengan Kepala Daerah/Bupati/Walikota/Gubernur yang menjadi Timses?," sindir Hadi yang juga politisi Gerindra ini.
"Yang lebih parah lagi, Kepala Desa dalam hal ini bukan Timses, melainkan hanya spontanitas seperti masyarakat pada umumnya ingin ketemu tokoh idolanya. Sementara kepala daerah yang nyata-nyata jadi timses kok tidak dianggap dalam kategori pelanggaran? Ini namanya tidak adil," tandas Hadi.
Caleg DPRD Jatim dari dapil Surabaya ini pun meminta penegak hukum untuk bersikap adil. "Penegak hukum harus menjaga tegaknya “Supremasi Hukum” dan keadilan," pungkasnya.
Apabila kasus ini terus berlanjut, BPP Jatim rencananya siap untuk memberikan bantuan hukum kepada kepala desa tersebut.