Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi menjelaskan, politik Identitas yang akhir-akhir ini mengemuka sudah terjadi sejak zaman kepemimpinan terdahulu.
Bedanya kala itu, kata pria bergelar Tuan Guru Bajang (TGB) itu, politik identitas tujuannya sebagai penguatan persatuan kebangsaan, bukan seperti dewasa ini yang mengindikasi untuk lebarkan jarak perbedaan dan membangun polarisasi.
Baca: TGB Zainul Majdi Sindir Ceramah Habib Bahar Tidak Cerminkan Nilai Keadaban Islam
"Politik identitas itu praktek sejak dulu terjadi. Politik identitas (dulu) itu diarahkan untuk memperkuat kebangsaan, jadi politik identitas itu bukan untuk memperbesar perbedaan, bukan untuk membangun polarisasi," ungkap Tuan Guru Bajang (TGB) usai hadiri Seminar PKC PMII Jakarta di Gedung PBNU, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (6/12/2018).
Tuan Guru Bajang (TGB) mencontohkan ketika bagaimana Nabi Muhammad SAW sebelum dan setelah menjadi rasul menguatkan dan menjaga kesatuan dan persatuan ummatnya.
Menegakkan keadilan memperjuangkan, dan menjaga sebuah visi mulia tanpa menyinggung atau menciderai pihak lainnya.
"Kehidupan Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum beliau menjadi rasul, dan juga ditegaskan oleh beliau setelah menjadi nabi dan rasul," terangnya.
Untuk itu di mengajak semua elite politik dan masyarakat untuk tetap menjaga dan memperkuat persatuan, kesatuan kebangsaan sebagai kesepakatan para pendiri bangsa.
TGB mengajak kepada siapapun, baik orang biasa atau tokoh-tokoh bangsa untuk menjadikan persatuan dan kesatuan itu jadi bagian dari ibadah sosial mereka sebagai umat islam di Indonesia.
"Siapapun yang menginisiasinya, apalagi yang menginisasinya adalah kalau dalam konteks kita adalah bapak-bapak bangsa kita sendiri, jadi ber-NKRI adalah bagian dari ibadah sosial kita sebagai umat islam di indonesia," pungkas TGB.
Sementara itu, ketua PKC PMII DKI Jakarta Daud Azhari menyebutkan bahwa ruang publik harus diisi dengan wacana politik yang menyejukkan, bukan menjatuhkan.
Baca: TGB Sayangkan Pernyataan Prabowo Soal Kedubes Australia di Israel
Sebab, meski Indonesia bersistem pemerintahan demokrasi, satu hal yang tak boleh diotak-atik oleh tokoh bangsa adalah persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia itu sendiri.
"Ruang publik harus di isi wacana politik yang menyejukkan, bukan yang saling menjatuhkan, karena bagaimanapun pentingnya proses demokrasi, persatuan menjadi hal yang tidak boleh di otak Atik" katanya.