TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan laporan dari Gerakan Pemuda (GP) Anshor, bahwa ada kelompok radikal yang memboncengi salah satu capres dan cawapres 2019.
Laporan tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda (GP) Anshor Yaqut Cholil secara langsung kepada Presiden yang ditemani Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Menurut Moeldoko, presiden tidak memberikan tanggapan terkait kelompok radikal yang mendukung salah satu capres-cawapres dalam kontestasi Pilpres 2019.
"Kita tidak memberikan tanggapan, pak Jokowi tidak memberikan tanggapan," ujar Moeldoko seusai pertemuan Presiden dengan GP Anshor.
Meski begitu, mantan Panglima TNI tersebut menilai siapapun yang bermain-main menggunakan kelompok radikal untuk kepentingan politik praktis, maka sama saja bermain dengan api yang dapat melukai sendiri.
"Ini akan menjadi back fire ingat itu, jadi jangan main-main dengan itu," ucap Moeldoko.
Baca: Polda Metro Jaya Tangkap Guru SMP Penyebar Hoaks 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos
Secara umum, Moeldoko memastikan pemerintah dan aparat penegak hukum tidak memberikan ruang sedikit pun kepada kelompok-kelompok radikal di Tanah Air.
"Kita semuanya harus memiliki sikap yang sama, jadi akan lebih bagus lagi nanti kalau menempatkan radikal sebagai musuh bersama, kita nggak usah ragu-ragu mengatasi situasi seperti itu," kata Moeldoko.
"Negara ini harus tidak memberikan toleransi, begitu diberi maka ia akan berkembang, begitu berkembang ini akan menggangu masa depan anak-anak kita, masa depan Indoensia, dari pada berkembang ke depan, sekarang harus putus tidak boleh lagi berkembang," sambung Moeldoko.
Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Pusat GP Anshor Yaqut Cholil melihat ada kelompok radikal yang mengikuti atau memboncengi salah pasangan capres-cawapres pada kontestasi Pilpres 2019.
"Satu terkait dengan perubahan politik, situasi politik. Kedua terkait dengan kelompok radikal, kelompok radikal yang terkonsoliasi karena kontestasi Pilpres," ujar Yaqut di komplek Istana Kepresidenan.
Menurutnya, kelompok radikal tersebut mencoba memasukan agenda mereka kepada salah satu capres-cawapres seperti mendirikan negara Islam, khilafah Islamiah, dan mewujudkan NKRI bersyariat.
"Mereka bukan merusak Pemilu, namun mereka menginduk pada salah satu kontestan Pemilu untuk masukkan agenda-agenda mereka," kata Yaqut.
Namun, Yaqut enggan menyampaikan capres-cawapres mana yang diboncengi oleh kelompok radikal tersebut. Padahal dalam kontestasi Pilpres 2019, hanya ada dua pasangan, yaitu Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi.
"Saya tak mau sebut itu, namun faktanya ada, bisa dirasakan lah, saya kira kawan-kawan wartawan juga tahu," ucapnya.