Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi soal "propaganda Rusia" dalam pemilu tidak dimaksudkan Rusia sebagai sebuah negara.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Maruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, yang dimaksudkan Jokowi ditujukan kepada individu yang bekerja sebagai konsultan politik.
Baca: TKN Sebut Jokowi Singgung Propaganda Rusia Sebagai Istilah
"Namun menerapkan strategi yang jauh dari nilai demokrasi dan adab budaya bangsa Indonesia," ujar Karding melalui keterangan tertulisnya, Senin (4/2/2019).
Pernyataan Jokowi, ucap Abdul Kadir Karding, mestinya dipahami sebagai sebuah kritik terhadap pihak yang doyan menggembar gemborkan slogan anti asing namun justru menjadikan pihak asing sebagai konsultan politik.
"Orang yang gemar meneriakkan jargon anti asing namun menggunakan jasa konsultan asing Rusia sebenarnya menunjukan karakternya yang hipokrit," imbuh Karding.
Menurut Karding, ucapan Jokowi mesti dipahami sebagai sebuah kekhawatiran atas situasi politik yang kian panas jelang pemilihan presiden 2019.
Sulit dipungkiri bahwa pilpres telah menciptakan friksi di antara anak bangsa.
"Friksi itu salah satunya terjadi karena strategi politik kotor dari lawan-lawannya yang mau melakukan apa saja demi meraih kekuasaan termasuk memfitnah, mengadu domba, dan memprovokasi masyrakat," tutur Abdul Kadir Karding.
Ucapan Jokowi dapat dinilai sebagai pengingat agar senantiasa kritis terhadap berbagai informasi.
Sebab di era post-truth seperti sekarang ini, ucap Karding, kebenaran acapkali bukan soal fakta dan realitas tapi soal dari siapa kebenaran itu diucapkan.
Baca: BPN Sebut Tudingan Jokowi Soal Propaganda Rusia Bisa Rusak Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia
Selama empat tahun periode pemerintahan Jokowi kerjasama Indonesia dengan Rusia berjalan positif.
"Dan akan terus menuju ke arah yang lebih positif baik di bidang militer, ekonomi perdagangan, pendidikan dan kebudayaan. Kami percaya urusan pilpres tidak boleh merusak hubungan bilateral kedua negara apalagi sampai memecah belah anak bangsa sendiri," imbuh Karding.