Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengimbau seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga netralitas jelang Pileg dan Pilpres 2019.
Para ASN juga diminta untuk tetap berkomitmen dalam memegang teguh peran dan tugas mereka secara proporsional.
Mereka juga diharapkan bisa memberikan kontribusi positif dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.
Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/2/2019) sore, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyampaikan bahwa aturan untuk menjaga netralitas telah tertuang dalam pasal 2 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014.
"Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dinyatakan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN, antara lain berdasarkan pada asas netralitas," ujar Bima.
Baca: Dua Pemain Timnas U-22 Indonesia Tak Dibawa Indra Sjafri ke Malang
Ia kemudian menjelaskan bahwa asas netralitas tersebut mengacu pada sikap yang harus dipegang teguh para pegawai ASN yang tidak boleh diintervensi pihak manapun.
"Yang dimaksud dengan 'asas netralitas' adalah bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak pada segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun," kata Bima.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syafruddin memastikan bahwa seluruh ASN akan menjaga netralitas pada tahun politik ini.
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat ditanya terkait sikap ASN menghadapi Pileg dan Pilpres yang digelar serentak pada 2019 ini.
Ia menegaskan bahwa ASN memang memiliki hak politik, namun mereka tidak boleh terlibat dalam politik praktis.
"Ya netralitas ASN, netral, tidak politik praktis, walaupun punya hak politik, ASN punya hak politik memilih tapi tidak berpolitik praktis," ujar Syafruddin, saat ditemui di Istana Wakil Presiden, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Begitu pula dengan TNI dan Polri, bahkan kedua institusi negara itu tidak memiliki hak apapun, karena harus menjaga netralitas.
"Kalau TNI dan Polri tidak sama sekali, (tidak) berpolitik praktis, tidak punya hak memilih, tidak punya hak dipilih," kata Syafruddin.
Lebih lanjut Syafruddin kembali menekankan bahwa jika ASN terlibat dalam politik praktis, maka hal itu tentunya tidak akan memberikan pengaruh positif pada negara.
"Kalau ASN punya hak memilih, tapi tidak berpolitik, kenapa? kalau 4,3 juta (ASN) berpolitik praktis, lumpuh negara ini, berhenti, tidak jalan," tegas Syafruddin.