Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Relawan Millenial Jokowi-Ma'ruf (Remaja) tengah mengkaji persoalan puisi "Doa Yang Tertukar" yang ditulis oleh Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon.
Remaja mengadakan diskusi dengan Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN), Ade Irfan Pulungan.
Dalam penjelasannya terkait hoaks, Ade Irfan memandang hoaks sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa.
"Hoaks menurut saya extraoradinary crime. Kejahatan sangat sangat luar biasa. Akibatnya malah lebih dahsyat dari korupsi maupun teroris," ujar Ade Irfan melalui keterangan tertulisnya, Minggu (10/2/2019).
Sejalan dengan Ade Irfan, Ketua Umum Remaja, Misbahul Ulum, memandang persoalan hoaks dan ujaran kebencian seharusnya bisa lebih dibatasi jika para publik figur bisa memberikan keteladanan dengan tidak melakukan pembiaran, apalagi sampai ikut melakukan hal tersebut.
"Tokoh politik sebagai publik figur seharusnya menjadi teladan. Mereka hendaknya menunjukkan perilaku bermoral khususnya di ruang publik. Bukan justru sebaliknya, menunjukkan kebencian," ucap Misbahul.
Misbahul yang juga Wakil Direktur Penggalangan dan Jaringan TKN, menyontohkan kasus puisi Fadli Zon yang menurutnya jauh dari contoh moral publik.
"Sebagai Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon harusnya sadar bahwa ia mewakili wajah rakyat Indonesia. Tidak layak bagi seorang pejabat publik menghina. Apalagi jika ditujukan kepada ulama sepuh yang dihormati semua kalangan seperti Mbah Moen," ucapnya.
Menegaskan sikap Remaja, Wakil Sekjend Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menuntut agar Fadli Zon meminta maaf atas pelecehan yang dilakukan pada puisinya ‘Doa yang Tertukar’ kepada KH Maimun Zubair (Mbah Moen).
"Sebagai santri, kami akan menerima permintaan maaf Fadli Zon jika dilakukan secara ikhlas, tertulis, dan terbuka. Jika tidak kami akan menempuh jalur hukum," kata dia.