TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memberikan tenggat waktu hingga 17 Maret 2019 bagi para calon pemilih yang mau berpindah lokasi mencoblos, karena mempertimbangkan banyaknya para pemilih yang bekerja ataupun menempuh pendidikan di luar domisili asli mereka.
Namun, usaha KPU memfasilitasi mereka untuk tetap bisa menyalurkan hak pilihnya terkendala dengan kebijakan tempat bekerja.
Komisioner KPU RI Viryan Aziz menyebut sebagian perusahaan dan lembaga pendidikan sudah memberikan akses memilih bagi pegawainya, namun sebagian lagi belum.
Mereka yang belum diberikan akses mencoblos pada 17 April, dapat mengancam penyaluran hak pilih tersebut.
Baca: Malaysia Akan Serahkan Jenazah WNI Korban Mutilasi Usai Pemeriksaan DNA Selesai
"KPU Kabupaten Kota sudah menyampaikan surat dan berkoordinasi. Sebagian memberikan akses, namun sebagian lagi belum. Yang belum memberikan akses ini bisa mengancam hak pilih mereka di hari H nanti," kata Viryan di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).
Dia mengatakan bila masih ada perusahaan tidak juga memberi akses kepada karyawan atau pelajarnya, maka sanksi pidana menanti.
Sanksi tersebut tercantum di Pasal 511 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, isinya menyatakan bila ada pihak yang menghalang-halangi pemilih menyalurkan hak pilihnya bisa dikenakan sanksi pidana.
"Ini akan kami sampaikan karena banyak yang kemungkinan belum mengetahui hal ini. Kita akan menempuh upaya hukum, salah satunya apabila benar ada dokumen yang otentik bahwa kita tidak diberikan akses, KPU akan melaporkan kepada pihak berwajib," ucap dia.
Sebelumnya, KPU RI sudah menyelesaikan rekapitulasi daftar pemilih tambahan (DPTb) secara nasional. Saat ini terdata, ada 275.923 orang yang telah melakukan pindah memilih.
Kegiatan pindah memilih itu tersebar di 87.483 TPS, 30.118 Desa/Kelurahan, 5027 Kecamatan, dan 496 Kabupaten/Kota.