Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memanggil Koalisi Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
Pemanggilan ini terkait pelaporan mereka terhadap Capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (19/2/2019) lalu.
Baca: Ketum ABJ: Kartu Jokowi Mantul untuk Rakyat
"Kita telah resmi dipanggil oleh Komisioner Bawaslu dalam hal laporan kita terhadap saudara Joko Widodo selaku calon presiden nomor 01," kata Kuasa Hukum TPUA Pitra Romadoni di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019).
Pitra apresiasi kinerja Bawaslu RI yang dianggap sudah berani menindaklanjuti pelaporan pihaknya terhadap capres petahana itu.
Bawaslu juga disebut telah menepati janjinya untuk memproses perkara ini 3 ditambah 2 hari sejak laporan dibuat.
"Sesuai dengan komitmen Komisioner Bawaslu kemarin menyatakan tiga tambah dua untuk diproses perkara ini, dan ternyata benar omongan Bawaslu memprosesnya," katanya.
Lebih jauh, bila memang Jokowi terbukti bersalah karena telah melanggar aturan perundang-undangan soal sejumlah data yang dipaparkan dalam debat kedua kemarin, mereka meminta Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) berani mencoret nama Jokowi dari pencalonan Pilpres 2019.
"Kita mengapresiasi Bawaslu yang telah berani menindaklanjuti permasalahan ini dan kita minta agar Sentra Gakkumdu kalau memang terbukti saudara Jokowi ini telah melakukan suatu kebohongan publik dan salah, saya minta untuk dicoret selaku dia calon Presiden nomor urut 01," ujar dia.
Sebelumnya, calon presiden petahana Jokowi dilaporkan ke Bawaslu RI oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) atas dugaan kebohongan soal paparan data impor jagung, produksi beras serta pembangunan infrastruktur dalam debat kedua di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Minggu (17/2) malam.
Maksud keterangan palsu itu, ialah saat Jokowi menyebut Indonesia tahun 2018 cuma impor 180 ribu ton jagung. Padahal menurut data sahih Badan Pusat Statistik (BPS), impor jagung Indonesia pada tahun tersebut sebanyak 737.228 ton.
Jokowi juga dianggap tidak bisa membedakan status kepemilikan tanah antara HGU dan SHM. Akibatnya, terjadi kekacauan pemahaman di masyarakat.
Selain itu, Jokowi memaparkan sejak tahun 2015 hingga kini, Indonesia tak pernah terjadi kebakaran hutan. Padahal menurut data Greenpeace Indonesia menunjukkan pada rentang waktu 2016 hingga 2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 300 ribu hektare lahan hutan.
Baca: Kementan Minta Semua Pihak Bantu Petani Agar Harga Jagung Tetap Stabil
"Contohnya di Riau, Sumatera, Kalimantan. tinggal googling saja. Tapi yang utama lagi protes dari Greenpeace langsung jadi poin penting oleh pemimpin pembohong," kata Advokat TPUA Eggi Sudjana, Selasa (19/2/2019).
Dalam laporannnya, Eggi menilai Jokowi melanggar beberapa pasal tindak pidana KUHP. Yakni Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 tahun 1946 Jo UU ITE Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 317 KUHP tentang Kebohongan Publik, Penyebaran Berita Bohong, Penyalahgunaan Wewenang, dan Keterangan Palsu.