News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Survei Polmark Indonesia: Siapapun Pemenang Pilpres, Akan Tipis Kemenangannya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jokowi dan Prabowo

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Lembaga survei, Polmark Indonesia merilis hasil survei terbarunya untuk memotret potensi keterpilihan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2019, alias survei Pilpres 2019.

Hasilnya, Polmark Indonesia menilai kondisi Capres dan Cawapres Nomor Urut 01, Jokowi-Maruf Amin yang juga petahana disebut dalam kondisi tak aman.

Berdasarkan survei yang dilakukan di 73 dapil se-Indonesia, Jokowi-Maruf Amin unggul cukup telak, dengan meraih 40,4 persen.

Sedangkan penantangnya, Capres dan Cawapres Nomor Urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya meraih 25,8 persen.

"Sedangkan sisanya, sekitar 33,8 persen masih belum menentukan pilihan atau undecided voters," tegas Eep Saefulloh Fatah, Founder dan CEO Polmark Indonesia, saat menyampaian hasil survei lembaganya, di Forum Pikiran Akal dan Nalar, di Surabaya, Selasa (5/2/2019).

Baca: LSI Denny JA Sebut Pertarungan Sudah Selesai, Jokowi-Ma’ruf Terus Unggul di Atas 20%

Meskipun unggul, elektabilitas Jokowi-Maruf Amin berdasar hasil survei Polmark Indonesia ini belum terbilang aman. Pasalnya seorang petahana tidak selazimnya memiliki elektabilitas di bawah 50 persen.

"Kalau masih di bawah 50 persen, belum angka aman. Kita bisa melihat, petahana yang kalah pada pilkada DKI Jakarta di 2012 dan 2017 silam memiliki gejala yang sama," jelasnya.

Hal ini, lanjut Eep Saefulloh Fatah, diperparah dengan pemilih yang mantab mendukung Jokowi-Maruf Amin baru sebesar 31,5 persen. Sedangkan sisanya masih berpeluang mengubah pilihan.

"Sehingga, kalau melihat potensi itu, masih ada 48 persen pemilih yang masih bisa diperebutkan," tandasnya.

Eep Saefulloh Fatah menilai, masing-masing pasangan calon masih memiliki potensi yang sama untuk menang di sisa waktu kampanye jelang pemungutan suara pada 17 April mendatang. Sekalipun, selisih keduanya cukup lebar.

"Dari survei ini, muncul dua analisis. Pertama, ada yang menahan petahana sehingga elektabilitasnya terhenti di angka itu. Kedua, apakah petahana cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan," terangnya.

Menyikapi hal tersebut, Eep Saefulloh Fatah menilai bahwa petahana selalu dihadapkan dengan sukses atau tidaknya di dalam masa pemerintahan.

"Kalau keadaan dinilai baik, kebijakannya dinilai sukses, hajat orang banyak dianggap baik, maka petahana diuntungkan," jelasnya.

Namun, menilik hasil survei Polmark Indonesia, asumsi kesuksesan pemerintahan saat ini justru belum nampak.

"Asumsi sukses yang digemborkan sepihak oleh petahana, ternyata tidak terverifikasi di data survei. Inilah yang menghambat mereka," jelasnya.

Sehingga, peluang untuk menaikkan elektabilitas justru ada pada pihak penantang.

"Hukum besi di pemilu, kalau petahana sudah mengalami kemandekan atau keterbatasan kenaikan elektoral, maka untuk menang menjadi sangat sulit kecuali ada kejadian luar biasa," tegasnya.

"Kami melihat siapapun yang menang, akan tipis kemenangannya. Kemenangan petahana untuk menang cukup terbuka kalau melihat hasil ini," imbuhnya.

Eep Saefulloh Fatah menjelaskan, survei yang dilakukan Polmark kali ini dilakukan di 73 dapil se-Indonesia melalui 73 survei berbeda.

Di tiap surveinya untuk tiap dapil, survei melibatkan 440 orang. Sementara khusus untuk Jabar 3, melibatkan 880 orang.

Menggunakan metode multistage random sampling, survei ini memiliki margin of error sekitar 4,8 persen serta tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

Survei dilakukan rentang waktu Oktober 2018 hingga Februari 2019 ini merupakan kerjasama pihaknya dengan Partai Amanat Nasional (PAN).

Selain itu, berdasarkan survei tersebut, dalam kesempatan yang sama, Polmark Indonesia juga merilis hasil surveinya yang memotret potensi partai politik yang lolos ambang batas parlemen.

Hasilnya, sembilan partai politik disinyalir akan lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditetapkan sebesar 4 persen.

"Hasilnya, ada sembilan partai politik yang berpotensi sukses melampaui ambang batas parlemen," beber Eep Saefulloh Fatah, Founder dan CEO Polmark Indonesia, di Forum Pikiran Akal dan Nalar, di Surabaya, Selasa (5/2/2019).

Acara roadshow tersebut digelar atas kerjasama Partai Amanat Nasional (PAN) dengan lembaga survei Polmark Indonesia ini diikuti oleh ratusan politisi partai berlambang matahari bersinar ini.

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan bersama para pengurus PAN di provinsi Jawa Timur juga hadir.

Berdasarkan survei tersebut, sembilan partai yang dinyatakan lolos parlemen adalah PDI Perjuangan (28,6 persen), Gerindra (14,1 persen), Golkar (13,5 persen), PKB (11,5 persen), dan Demokrat (6,9 persen).

Kemudian, PAN (5,9 persen), NasDem (5,6 persen), PKS (4,6 persen), dan terakhir adalah PPP (4,5 persen).

"Seluruh partai merupakan partai yang telah memiliki keterwakilan di parlemen saat ini," katanya.

Eep Saefulloh Fatah juga menyoroti PAN yang seringkali disebut sulit lolos PT, ternyata menurut survei pihaknya mengatakan sebaliknya.

"PAN selama ini dinilai akan sulit lolos ambang batas parlemen. Namun, menurut survei kami, PAN masih cenderung aman. Namun, apabila mengingat margin of error, angka ini seharusnya tak membuat kader bersantai," jelasnya.

Menariknya, tak ada satupun dari tujuh partai yang baru yang mengikuti Pemilu 2019 kali ini yang lolos parliamentary thresold.

Bahkan, menurut survei Polmark Indonesia, beberapa di antaranya hanya mendapat hasil pemilu di bawah satu persen.

Di antaranya, Perindo (2 persen), PSI (0,6 persen), Berkarya (0,4 persen), dan Garuda (0,1 persen).

Sedangkan beberapa partai lama yang juga masih gagal adalah Hanura (1,1 persen), PBB (0,5 persen), dan PKPI (0,2 persen). Kecuali Hanura, ketujuh partai tersebut juga belum memiliki wakil di parlemen saat ini.

Melihat hal tersebut, Eep menilai bahwa partai baru memiliki tantangan lebih berat dibandingkan partai lama.

"Ini membuktikan bahwa berpartai di negara di sistem negara sebesar Indonesia, tidak sederhana, tidak mudah, dan tidak murah," tegasnya, dikonfirmasi usai acara.

"Siapapun yang melakukan itu (mendirikan parpol), harus melakukan dalam rentang waktu yang cukup. Dengan infrastruktur atau jaringan sosial yang juga memadai," imbuh Eep Saefulloh Fatah.

Bahkan, sekalipun memiliki modal yang yang cukup tak mudah untuk bisa lolos parlemen.

"Punya uang, namun tidak punya jaringan sosial, tidak bisa uang disulap menjad jaringan sosial. Jaringan sosial itu harus diaktivasi," tandasnya.

"Saya melihat partai baru memiliki masalah itu. Ketika memiliki sumber daya lebih dalam bentuk uang, namun tidak dengan jaringan. Membentuk jaringan memerlukan waktu dan tak bisa dibeli dengan uang," tukas Eep Saefulloh Fatah.

Dijelaskan, survei yang dilakukan Polmark Indonesia kali ini dilakukan di 73 dapil se-Indonesia melalui 73 survei berbeda.

Di tiap surveinya untuk tiap dapil, survei melibatkan 440 orang. Sementara khusus untuk Jabar 3, melibatkan 880 orang.

Menggunakan metode multistage random sampling, survei ini memiliki margin of error sekitar 4,8 persen serta tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

Eep Saefulloh Fatah juga menjelaskan, bahwa survei yang dilakukan rentang waktu Oktober 2018 hingga Februari 2019 ini merupakan kerjasama pihaknya dengan PAN.

Partai yang Lolos Parlemen Menurut Survei Polmark Indonesia:

1. PDI Perjuangan (28,6 persen)
2. Gerindra (14,1 persen)
3. Golkar (13,5 persen)
4. PKB (11,5 persen)
5. Demokrat (6,9 persen).
6. PAN (5,9 persen)
7. NasDem (5,6 persen)
8. PKS (4,6 persen)
9. PPP (4,5 persen)

Partai yang Tak Lolos Parlemen Menurut Survei Polmark Indonesia:

1. Perindo (2 persen)
2. Hanura (1,1 persen)
3. PSI (0,6 persen),
4. PBB (0,5 persen)
5. Berkarya (0,4 persen)
6. PKPI (0,2 persen)
7. Garuda (0,1 persen)

Penulis: Bobby Koloway

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini