TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senin (11/3/2019) kemarin, Kiai Ma’ruf Amin genap berusia 76 tahun.
Di usianya yang hari ini mencapai lebih dari tiga perempat abad, sosok ulama ini masih terlihat energik.
Bahkan, takdir membawanya dipercaya Presiden Joko Widodo maju dalam Pemilu Presiden 2019 sebagai calon wakil presiden mendampinginya.
Setiap harinya, aktivitas Kiai Ma’ruf Amin kini penuh dari pagi hingga malam.
Sehari sebelum usianya genap 76 tahun, Kiai Ma’ruf masih berada di Sumatera Utara untuk menjalani safari politik di kawasan Tapanuli.
Terbang dari Jakarta, hari Ahad lalu ke Medan lalu menempuh jalan darat kawasan Padang Sidempuan sampai Padang lawas Utara.
Lalu kembali ke Jakarta, hari ini dengan setumpuk agenda.
Plus menyiapkan diri menjelang debat ketiga pada Ahad 17 Maret 2019 mendatang.
Baca: Maruf Amin Optimistis Hasil Safari di Sumut Bisa Kalahkan Suara Prabowo-Sandi
Itu belum kesibukan Kiai Ma’ruf bertemu tamu.
Dalam jadwal yang padat, sebelum menjadi calon wakil presiden, kiai juga ke Luar Negeri.
Misalnya ke Hongkong, Malaysia, Singapura, Korea bahkan juga Belanda.
Setiap akhir pekan, selalu berusaha menengok santri-santrinya di Pesantren Al Nawawi di Banten.
Bagaimana Kiai Ma’ruf bisa memelihara stamina di usianya sudah lebih dari tiga perempat abad?
Kiai Ma’ruf Amin mengaku seluruh kesibukannya tak ubahnya pekerjaan rutin selama ini.
Baca: Ditinggal Reino Barack Nikah dengan Syahrini, Luna Maya Disebut Bakal Dapat Pria Bersifat Kebapakan
Sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Kiai tak henti berkeliling untuk kepentingan umat.
“Ini seperti pekerjaan rutin. Saya biasa keliling daerah. Kuncinya saya mengalir seperti biasanya,” kata Kiai Ma’ruf Amin dalam percakapannya di kediamannya, Jumat 8 Maret 2019.
“Hidup itu harus dijalani apa adanya. “
Kiai Ma’ruf lahir 11 Maret 1943 di Desa Kresek, sebuah desa Tangerang yang dilintasi jalanan Jakarta Merak.
Terlahir sebagai anak semata wayang pasangan KH Muhammad Amin dan Hj Maimunah.
Kiai Muhammad Amin memiliki pesantren di Koper, desa tetangga Kresek.
Baca: Reino Barack-Syahrini Disebut Ada Tekanan Saat Hadapi Media, Peramal: Tegang karena Merasa Bersalah
Saat Ma’ruf Amin lahir, Kampung Kresek baru diusik kedatangan pasukan Jepang yang baru saja mengalahkan Belanda.
Jepang mendarat di TelukBanten, bersamaan dengan pendaratan di eretan Cirebon 1 Maret 1942.
Sang ayah, Kiai Muhammad Amin sesungguhnya menyiapkan nama khusus untuk anak lelakinya ini.
“Ayah memberi saya nama Maruf Al Kharki” kata Kiai Maruf seperti dituturkan dalam buku KH Ma’ruf Amin, karya Anif Punto Utomo, Maret 2018.
Sebuah nama yang menurut Kiai Amin mengandung harapan, agar Ma’ruf menjadi ahli agama sebagaimana sosok seperti Abu Mahfudz bin Firus Al Kharki, seorang ahli sufi dari Paersia yang memperoleh nama besar di Irak.
Rupanya nama belakang Al Kharkhi tak sempat bergema di desa kresek. Tak pernah tertulis di dokumen legal.
Sehingga nama belakang ayahnya yaitu Kiai Muhammad Amin yang tercatat kaena sangat dihormati. Mulai dari ijazah SD sampai Madrasah.
“Jadilah Namanya Ma’ruf Amin” kata Kiai Maruf Amin.
Tapi begitulah kisah sebuah nama. Sekitar 76 tahun kemudian hidup membawa anak yang semula akan diberi nama Ma’ruf Al Kharkhi menjadi Ma’ruf Amin.
Sosok yang dikenal sebagai kiai besar, ulama besar yang kini menjadi Umaro, dipilih untuk mendampingi Jokowi memimpin Indonesia periode 2019-2024.
Striker Tebu Ireng yang Gemar Nonton Film
Mungkin belum banyak yang tahu kalau KH. Ma'ruf Amin merupakan penggemar berat sepakbola.
Sejak remaja, Ma'ruf Amin sudah mengakrabi sepakbola disela menimba ilmu di Perguruan Islam Al-Khairiyah Citangkil, Cilegon, Banten.
Hobinya makin tersalurkan saat melanjukan pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Di masa mudanya, Ma'ruf Amin boleh dibilang lelaki tampan.
Dalam buku KH Ma’ruf Amin “Santri Kelana Ulama Paripurna” karya Iip Yahya menyebutkan secara khusus kedekatan Ma’ruf Amin dan sepakbola.
Seringkali Ma’ruf ikut dalam pertandingan antar santri.
Permainan bakal seru saat dia bertemu rivalnya, Gus Shohib Bisri putra Kiai Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.
Hobinya juga terbawa saat libur dari pesantren. Ma’ruf selalu mengajak kawan-kawan sepermainannya bermain.
Tak jarang mereka bertandang ke kampung atau desa lain untuk adu cakap menggiring bola.
“Pokoknya kalau Ma’ruf pulang liburan, main bola jadi rame,” ujar H. Djana Supriatna, adik iparnya.
“Dia bisa menggerakkan anak-anak kampung untuk ikut bermain bola,” tambahnya.
“Kiai Ma’ruf biasa bermain di posisi striker,” kata Masduki Baidowi, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU.
Bahkan meski kini tak lagi bermain bola, Ma’ruf Amin masih getol menyaksikan pertandingan sepakbola.
Update berita sepakbola tim Barcelona dan Real Madrid nyaris tak pernah luput.
Tak hanya Liga Spanyol, tim sepakbola Inggris diantaranya Manchester United dan Liverpool juga menjadi perhatiannya.
Menurut Masduki, selain sepakbola, menonton film di bioskop juga menjadi hiburan bagi Kiai Ma’ruf.
Ketika kiriman uang datang saat masih nyantri di Jombang, dia akan menyempatkan nonton ke Bioskop Ria dekat alun-alun Jombang.
“Keluar pesantren masih pakai sarung. Sampai di kota langsung ganti celana,” kata Masduki mengisahkan kembali.
Tentu saja, kebiasaan nonton film hanya bisa dilakukannya sebulan sekali. Uang kiriman selebihnya harus diatur untuk hidup sebulan.
Sepakbola dan film menghiasi kehidupan masa remaja Kiai Ma’ruf yang selalu ceria.
Dia bisa membagi waktu mengaji, bermain, dan nonton.
Soal membagi waktu ini juga dikisahkan oleh KH Muhammad Cholil Nafis.
“Saat itu ada acara di Surabaya, sarasehan untuk penyelesaian kasus Sampang,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU ini mengingat.
Rapat yang biasanya molor, oleh Kiai Ma’ruf dipercepat.
Ternyata alasannya, sebentar lagi ada pertandingan seru Piala Dunia 2014.