News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

TKN: Boleh Negatif Campaign, Tapi Jangan Black Campaign

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Aria Bima di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2019).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para keluarga dan korban penculikan, penghilangan paksa 97-98 menyerukan untuk jangan pilih dalang yang mengotaki itu semua, yakni Prabowo Subianto di Pemilu 2019. Mereka menyebut capres 02 itu sebagai monster.

Menanggapinya, Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Aria Bima menyatakan sah-sah saja bila para relawan ataupun simpatisan melakukan negatif campaign.

Hal yang dilarang menurutnya adalah kampanye hitam meliputi penyebaran berita bohong (hoaks), fitnah, dan ujaran kebencian.

"Siapa pun bisa ngomong asal bisa berani tanggung jawab. Tidak boleh hoaks, tidak boleh fitnah, ujaran kebencian, asal itu negatif campaign masih silakan, yang nggak boleh adalah black campaignnya," kata Aria di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2019).

Baca: Analisa Pakar IT Bocorkan Sosok Wanita Misterius di Kamar Hotel saat Andi Arief Ditangkap

Sebab sebelumnya, dalam pernyataan sikap keluarga dan korban penculikan itu, mereka mengajak masyarakat untuk tidak memilih calon presiden yang mereka anggap menjadi dalang penculikan.

Pernyataan sikap itu dihadir kedua orang tua Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Faisol Riza, dan kakak dari Suyat dan Wiji Tukul.

Serta korban penculikan yang selamat, Mugiyarto, Aan Rusdiyanto, dan Faisol Riza.

Salah satu korban penculikan Aktivis 98 yang tergabung dalam IKOHI, Faisol Reza, menegaskan bahwa kejadian penculikan aktivis pada 1998 bukan peristiwa bohong atau hoaks.

Faisol menjelaskan bahwa dalang dibalik kejadian tersebut sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat.

Dirinya mengingatkan bahwa Prabowo dikeluarkan dari satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena terlibat kasus tersebut.

"Bahwa sudah tahu pelanggaran HAM, pelakunya dikeluarkan dari TNI, kita semua tahu siapa, saya ingin menambahkan siapa pun yang memerintahkan tentunya pelaku akan bertanggung jawab," tegas Faisol di Hotel Grand Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2019).

Aksi penolakan serupa juga pernah mereka nyatakan pada 2014 lalu. IKOHI sempat melayangkan pernyataan sikap kepada KPU untuk menggugurkan agar Prabowo tidak diikutsertakan dalam pilpres waktu itu.

Seperti diketahui, Komnas HAM mencatat pada periode 1997 hingga 1998, sebanyak 23 aktivis pro demokrasi menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa. Sembilan orang kembali, satu orang meninggal, dan 13 orang hilang tanpa diketahui keberadaannya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini