News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

KPK Harus Transparan, Penyelenggara Pemilu Diminta Waspada 'Serangan Fajar' Jelang Pencoblosan

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso menggunakan rompi oranye usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019). KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti, dan Seorang pihak swasta Indung serta mengamankan barang bukti uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop pada 84 kardus terkait dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso.

Dari Bowo, lembaga antirasuah menyita uang tunai sebesar Rp8 miliar.

Duit tersebut dikemas dalam 400 ribu amplop dan diduga dengan cap berlambang jempol dan digunakan untuk ‘serangan fajar’.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional, Ismail Rumadan menilai wajar jika masyarakat bertanya-tanya terkait isu tersebut.

Apalagi, momen pencoblosan sudah tinggal menghitung hari.

“KPK harus transparan dan bertindak cepat dan tegas, karena hal ini berkaitan dengan penyelenggaran Pemilu, jika terbukti uang tersebut untuk serangan fajar baik pada Pilpres maupun Pileg, maka hal ini sudah termasuk dalam kategori tindak pidana pemilu," kata Ismail di Jakarta, Senin (1/4/2019).

Ismail pun mendesak KPK untuk oleh mengungkap asal muasal uang tersebut. Menurutnya, tidak mungkin tindakan mengumpulkan uang dengan jumlah itu hanya bersifat tunggal.

“Pasti ada pihak-pihak lain yang terkait terutama pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam Pilpres maupun Pileg,” sambungnya.

Karena itu, Ismail berharap Bawaslu juga turun tangan untuk menjatuhkan sanksi pidana pemilu di kasus tersebut.

“Sekali lagi Bawaslu bisa menjatuhkan sanksi secara tegas terhadap pelaku,” katanya.

Sementara itu, penyelenggara Pemilu diminta waspada jelang waktu pencoblosan pada 17 April 2019. Terutama terkait pembagian-pembagian uang kepada pemilih atau money politic.

Upaya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada politisi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, menandakan masih adanya "politik uang".

"Kasus uang amplop Bowo Sidik Pangarso ini, apabila benar nantinya akan digunakan sebagai serangan fajar, maka ini menjadi sinyal serius bagi para penyelenggara pemilu di Jawa Tengah," kata Ketua Presidium Kawal Pemilu Kita Provinsi Jawa Tengah, Syaifudin Anwar, dalam keterangan tertulis, Minggu (31/3/2019).

Dia meminta seluruh masyarakat untuk tidak memilih Calon Anggota Legislatif (Caleg), pasangan Capres dan Cawapres ataupun partai politik yang melakukan money politic.

Baca: Dikhawatirkan Muncul Masalah di Pemilu 2019, KPU dan Bawaslu Harus Lebih Pro Aktif

Selain itu, dia mendorong lembaga penyelenggara pemilu untuk lebih mengoptimalkan pengawasan, penindakan dan upaya hukum lainnya agar terselenggaranya pemilu bisa berjalan bersih, jujur dan adil.

"Stop politik uang! penggunaan politik uang adalah bentuk ketidakpatuhan dan menghargai NKRI," tegasnya.

Baca: Kabar Pemain Persib Bandung Selama TC di Batam

Dari OTT terhadap Bowo, KPK mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar di pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan amplop-amplop di 84 kardus.

Terdapat, 400 ribu amplop uang yang diduga dipersiapkan Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019. "Serangan fajar" itu terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

Hal itu melanggar Pasal 515 serta Pasal 280 dan 284 Undang-Undang Pemilu Tahun 2017 terkait money politic.

Sehingga setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara menjanjikan atau memberi uang kepada pemilih dapat dipidana pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini