TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sejak reformasi (1998) kalangan intelektual Indonesia, tak terkecuali para akademisi di kampus-kampus, bermanuver di langit kekuasaan demi uang dan jabatan.
Sebagian di antaranya mendirikan laboratorium (lembaga survei dan konsultan) politik, lalu berubah menjadi benalu demokrasi. Parasit yang bikin pohon demokrasi meranggas.
Maka munculnya Aliansi Advokat Indonesia Bersatu yang diinisiasi pakar hukum berintegritas Prof Dr Otto Hasibuan, SH, MM dan kawan-kawan, yang petang nanti, Kamis (11/4/2019) akan deklarasi mendukung paslon no 02 Prabowo-Sandi menjadi sangat fenomenal.
“Di tengah zaman pragmatisme yang melanda dunia intelektual kita saat ini, apalagi dilihat dari namanya yang ‘Advokat Indonesia Bersatu’, wajarnya mereka dukung paslon no 01 (Joko Widodo-Amin) yang berkuasa dan sedang memegang seluruh sumberdaya di negeri ini, uang dan kekuasaan,” tutur Adhie M Massardi.
Baca: Prabowo Akan Kenalkan ke Publik Para Kandidat Menterinya Jika Menang Pilpres
Tapi Ketua Umum Perkumpulan SwingVoters ini paham, Otto Hasibuan adalah pakar hukum yang gelisah melihat kondisi dunia peradilan kita morat-marit.
Instrumen hukum dijadikan alat kekuasaan untuk membungkam opisisi. Pengadilan jadi panggung dagelan, karena vonis sudah disiapkan dan hakim tinggal membacakan saja.
Akibatnya, di pengadilan pasal-pasal hukum (KUHAP) tidak bisa dieksplorasi dengan instrumen keilmuan yang kelak bisa melahirkan jurisprudensi. Sebab fakta hukum di pengadilan yang digali dengan susah payah oleh para advokat, diabaikan oleh hakim yang sudah diseting.
“Saya percaya, dengan mendukung dan ikut andil memenangkan paslon Prabowo-Sandi, obsesi Otto Hasibuan dkk untuk menegakkan supremasi hukum berkeadilan di negeri ini menjadi lebih mudah. Sebab Prabowo sendiri adalah korban dari ketidakadilan,” tutur Adhie.
Menurut jubir presiden era Gus Dur (KH abdurrahman Wahid) ini, mobilisasi advokat Indonesia untuk mendukung Prabowo-Sandi bukan langkah pragmatisme, apalagi partisan. Karena fakta di medan pemilu, paslon no 02 ini yang banyak mendapat rintangan dan diintimidasi.
“Saya malah jadi teringat gerakan ribuan advokat di berbagai kota di Pakistan pada pertengahan 2008, yang demonstrasi menentang Presiden Pervez Musharraf karena menggunakan hukum penguasa untuk nindas orang dan kelompok yang berbeda pendapat (oposisi) dengan pemerintah.”
Gerakan moral para advokat ini kemudian diikuti oleh kalangan intelektual lain. Sehingga tak sampai dua bulan, gerakan itu berhasil memaksa Musharraf mundur.
“Saya berkeyakinan gerakan Aliansi Advokat Indonesia ini akan menjadi fenomena kebangkitan kaum intelektual di negeri ini, sehingga mengguncang kesadaran moral kalangan intelektual, khususnya di kampus-kampus, agar berani manjalankan tugas moral kaum cerdik pandai terhadap bangsa dan negaranya.”
“Kalau kaum cerdik pandai di negeri ini kesadaran moral intelektualnya bisa tumbuh kembali, maka pasca pilpres 2019 nanti, insya Allah bangsa ini akan kembali hidup dalam kedamaian, tidak terpolarisasi akibat para politisi busuk memainkan peran penting di pentas kekuasaan.”
“Kalau itu terjadi, saya yakin teman-teman Aliansi Advokat Indonesia akan kembali ke medan juang mereka masing-masing, untuk menjadi bagian penting penegakkan hukum dan keadilan di negeri ini,” pungkas Adhie Massardi.