TRIBUNNEWS.COM - Penyanyi dan pemain film Acha Septriasa ceritakan tentang ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) Sydney yang terpaksa golput.
Ratusan WNI di Sydney dipaksa berstatus golput lantaran tidak diberikan kesempatan untuk mencoblos.
Acha Septriasa menilai para WNI yang batal mencoblos tersebut tak sering mengakses laman KJRI sehingga tak mengetahui batas waktu pendaftaran sebagai pemilih.
Di Australia, WNI secara serempak melakukan pemilu pada Sabtu, 13 April 2019.
Kekecewaan massa yang tidak dapat mencoblos ditumpahkan di sosial media.
WNI juga banyak yang mengeluh perihal pelaksanaan pemilu di Sydney di grup Facebook The Rock yang beranggotakan WNI yang tinggal di Australia.
Baca: Bercermin dari Kejadian di Sydney, KPU Diminta Perbanyak Fasilitas Mencoblos di TPS
Baca: KPU Diminta Tambah Hari Pemungutan Suara Untuk Ratusan WNI di Sydney yang Gagal Mencoblos
Bahkan, saat ini lebih dari 3.000 WNI sudah menandatangani petisi untuk mendesak pemilu ulang di Sydney.
"Kami sudah melaporkan soal ratusan WNI yang tidak bisa mencoblos ke KPU"
"Apakah akan dilkukan pemilu tambahan atau tidak kami tunggu keputusan KPU pusat," ujar Heranudin, Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney.
Heranudin mengaku, pihaknya tidak mengantisipasi massa akan membludak.
Dia memperkirakan, lebih dari 400 WNI tidak dapat melakukan pencoblosan karena waktu yang tidak memungkinkan.
Baca: Batal Memilih dan Terpaksa Golput, Ratusan WNI di Sydney Tanda Tangani Petisi Pemilu Ulang
Baca: 4 Fakta WNI di Syndey Terpaksa Golput, Gara-gara Waktu Penyewaan Gedung, hingga Petisi Pemilu Ulang
Ratusan orang yang "dipaksa" berstatus golput ini berstatus daftar pemilih khusus (DPK).
Sejatinya, dalam aturan main pemilu disebutkan bahwa pemilih yang berstatus DPK berhak mencoblos pada satu jam terakhir atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney.
Namun, faktanya PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.