Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Yusnar Yusuf menyebut keinginan Ijtima Ulama III agar salah satu pasangan calon presiden didiskualifikasi menentang Undang-Undang.
Yusnar menjelaskan, setiap warga negara Indonesia peraturan perundang-undangan.
Baca: BPN Sambut Baik Hasil Ijtima Ulama 3
Jika ada pihak merasa paling benar, namun mengesampingkan dasar aturan, maka pihak itu telah menentang Undang-Undang (UU).
"Kalau dia menginginkan dirinya sendiri, menetapkan itu yang paling benar sedangkan ada naungan UU, berarti namanya menentang UU. Tapi kalau permohonan silakan saja," ujar Yusnar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019).
Berdasarkan Undang-Undang, ucap Yusnar, Bawaslu yang memiliki kewenangan untuk mendiskualifikasi pasangan calon tertentu.
Seharusnya, jika tidak sepakat dengan hasil Pemilu, bisa menyelesaikan sesuai koridor hukum yang berlaku.
"Kalau tidak sepakat dengan keputusan KPU silakan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Kalau sudah tidak sepakat dengan MK ke mana lagi? Itu kan' sudah terakhir. Ya silakan saja ini kan belum ada keputusan, imbau diskualifikasi, tapi saya kira menurut MUI ini tidak tepat," tutur Yusnar.
Sebelumnya, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Yusuf Martak menyampaikan keputusan resmi Ijtima Ulama III. Yaitu desakan agar Jokowi-Maruf didiskualifikasi.
Baca: Ini Sikap KPU soal Poin Ijtima Ulama III Terkait Desakan Diskualifikasi Jokowi-Maruf
Menurut Martak, penyelenggaraan Pilpres 2019 penuh kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Serta menguntungkan pasangan Jokowi-Maruf.
"Mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan, membatalkan, atau mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres bernomor urut 01," ujar Yusuf Martak di Hotel LorIn, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/5/2019).