Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, Arlan Siddha menyayangkan sikap Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menolak hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut dosen dari Universitas Jenderal Achmad Yani ini, selaku lembaga independen penyelenggara pemilu, KPU sudah melakukan proses pemilu sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi.
Bila ada dugaan kecurangan, kata dia, perlu menempuh mekanisme hukum sesuai dengan konstitusi yang ada di Indonesia melalui Bawaslu.
Baca: Polri Jamin Keamanan Saat Pengumuman Hasil Rekapitulasi Suara Pemilu Pada 22 Mei 2019
Bahkan jika tidak juga, kata dia, bisa mengadukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memutuskan dugaan kecurangan tersebut.
Namun, jika tidak akan menempuh jalan hukum tersebut, maka itu akan sia-sia bagi BPN yang selama ini berteriak teriak curang.
"Berarti sia-sia saja BPN berteriak-teriak curang selama ini. Karena pembuktian tersebut harus bisa dibuktikan di hadapan MK," kata Arlan Siddha kepada Tribunnews.com, Kamis (16/5/2019).
Dia tegaskan, penyelesaian sengketa oleh MK sudah diatur dalam mekanisme hukum.
Jadi, menurut dia, tidak perlu ragu lagi BPN dalam melakukan gugatan hasil pilpres ini ke MK.
Baca: Dituding Incar Harta Muzdalifah, Fadel Islami Pamerkan Pekerjaannya yang Mentereng!
Dia menilai, inilah kesempatan untuk membuktikan kepada publik jika BPN melakukan gugatan hasil Pilpres.
"Saya khawatir jika BPN terus berteriak curang tapi tidak bisa membuktikan dan tidak mau melakukan gugatan kepada MK, masyarakat akan menilai lain kepada Prabowo. Dan berimbas pada partai pengusung dianggap tidak gentle dalam berdemokrasi," tegasnya.
Kehilangan kepercayaan terhadap hukum
uru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan pihaknya tidak akan menempuh jalur Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan sengketa Pilpres 2019.
Dahnil Anzar Simanjuntak pun mengungkapkan alasannya.
Menurut Dahnil Anzar pihaknya melihat ada ‘distrust’ atau ketidakpercayaan terhadap proses hukum di Indonesia.
Baca: Haikal Hassan Tidak Bisa Hadiri Pemeriksaan di Bareskrim Polri Karena Sedang Umrah
“Terus terang kami melihat proses hukum banyak menghalangi kami, kriminalisasi tokoh BPN dan hal-hal lain selama serta sesudah pencoblosan, kami kehilangan kepercayaan kepada hukum kita, ada makar yang masif terhadap hukum kita sehingga kami memutuskan tak akan menempuh jalur MK,” kata dahnil Anzar Simanjuntak saat ditemui di posko pemenangan Prabowo-Sandi di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).
Dahnil Anzar Simanjuntak berpendapat proses hukum di Indonesia seperti hukum rimba di mana yang melakukan interpretasi hukum adalah mereka yang memegang kekuasaan.
Baca: Tersinggung Akibat Diacungi Racun Putas, Seorang Pria Kejar dan Tembak Tetangganya
Dahnil mengatakan pihak BPN akan terus memantau perkembangan terkini untuk menentukan langkah-langkah dalam proses Pemilu.
“BPN akan menunggu perkembangan beberapa hari ini jelang penetapan hasil Pemilu, Pak Prabowo juga mengatakan dirinya memberi kesempatan kepada penyelenggara Pemilu untuk menindaklanjuti temuan kecurangan, kita memastikan proses yang berjalan menghadirkan keadilan terlebih dahulu,” katanya.
Tidak akan dibawa ke MK
Dikutip dari kompas.com, Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafi'i mengatakan, pihaknya sudah tidak percaya lagi terhadap Mahkamah Konstitusi.
Oleh karena itu, setelah pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh KPU, kata dia, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak akan mengajukan gugatan ke MK.
Hal ini dia sampaikan ketika ditanya mengenai langkah konkret kubu 02 setelah KPU mengumumkan hasil pemilu nantinya.
Baca: Hari ini, Polisi Akan Periksa Politikus Gerindra Permadi
Baca: Alasan Politikus Gerindra Permadi Tak Hadiri Pemanggilan Bareskrim Hari Ini
Pasalnya, Prabowo telah menyatakan menolak hasil pemilu dari KPU.
"Di 2014 yang lalu kita punya pengalaman yang buruk dengan MK," ujar Syafi'i di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Syafi'i mengatakan, Prabowo pernah mengumpulkan bukti kecurangan sampai 19 truk dokumen C1 pada Pilpres 2014.
Namun, MK tidak melakukan pemeriksaan terhadap dokumen tersebut satu per satu.
Baca: Hari Ini, Penyidik Periksa Politikus Gerindra Permadi Terkait Laporan Kivlan Zen
Baca: PDI-P Raup 30 Persen Suara di Sulawesi Barat, Gerindra Setengahnya
Alasannya ketika itu, kata dia, karena bukti yang dibawa tidak akan mengubah hasil akhir perolehan suara secara signifikan.
"Kalau hari ini yang pemilunya curang itu saya pikir datanya bisa lebih dari 19 truk. Kami punya keyakinan MK tidak akan melakukan pemeriksaan sama seperti pemilu lalu," ujar Syafi'i.
"Jadi MK enggak," tambah dia.
Sebelumnya, Prabowo menyatakan akan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan oleh KPU.
Baca: Ramai Pernyataan Kivlan Zen & Arief Poyuono Soal SBY, Ini Reaksi Demokrat dan Gerindra
Baca: Soal Arief Poyuono, Gerindra Minta Demokrat Berbesar Hati: Sama seperti kalau Ada Twit Andi Arief
Pasalnya, Prabowo menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.
Hingga Selasa (14/5/2019) malam, hasil rekapitulasi 19 provinsi telah ditetapkan dalam rapat pleno rekapitulasi di Kantor KPU.
Hasilnya, pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang di 14 provinsi. Sedangkan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang di 5 provinsi.
Sementara ini, jumlah perolehan suara Jokowi Ma'ruf unggul dengan 37.341.145 suara.
Baca: Golkar Dapat Suara Terbanyak di Gorontalo, Disusul NasDem dan Gerindra
Baca: Gerindra Minta Demokrat Mundur, TKN: Kami Welcome Terima Demokrat
Sedangkan Prabowo-Sandi mendapatkan 22.881.033 suara.
Selisih perolehan suara di antara keduanya mencapai 14.460.112.
Namun, BPN belakangan mengklaim, berdasarkan data sistem informasi Direktorat Satgas BPN, perolehan suara Prabowo-Sandi unggul.
Hingga Selasa (14/5/2019), pasangan Prabowo-Sandiaga disebut memperoleh suara sebesar 54,24 persen atau 48.657.483 suara. Sedangkan pasangan Jokowi-Ma-ruf Amin memperoleh suara sebesar 44,14 persen.