Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dinilai menafikan kerja-kerja profesional yang dilakukan KPU, KPPS, bahkan saksi-saksi kubu 02 mulai dari TPS hingga ke pusat.
Demikian tanggapan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding terhadap penolakan BPN terhadap hasil penghitungan KPU.
"Menafikan kerja profesional yang dilakukan oleh KPU, KPPS, bahkan saksi-saksi mereka sendiri," ujar Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kepada Tribunnews.com, Sabtu (18/5/2019).
Penolakan BPN ini juga dia menilai, akan menjadi preseden buruk bagi pendidikan politik dalam tradisi demokrasi di Indonesia.
Lebih lanjut menurut dia, BPN seharusnya bukan hanya menolak hasil penghitungan suara pilpres. Tapi juga menolak hasil Pileg 2019.
Baca: Pria Juru Parkir Yang Dikenal Baik Itu Ternyata Terduga Teroris
Baca: Pak Jenggot Ahli Buat Bom, Diduga Ia Rakit Bahan Peledak Untuk KPU Pada 22 Mei
Baca: UPDATE Kasus Mutilasi Kasir Indomaret: Pelaku Sempat Terlihat Menyamar Jadi Kuli Bangunan
Baca: HASIL Resmi KPU: Jokowi Kalahkan Prabowo di Jakarta, Raih 51,7% Suara
Karena dia menjelaskan, saksi, penyelenggara, waktu, perlakuan dan sistem yang dipakai dalam Undang-undang itu sama.
"Maka mestinya siapa pun yang menolak hasil KPU, berarti otomatis juga menolak Pileg. Artinya tidak etis, kalau anggota DPR dari koalisi 02 yang menolak hasil KPU, di Parlemen nanti ikut dilantik," tegasnya.
Apalagi dia menegaskan, lebih kompleks untuk mengawasi pileg daripada Pilpres.
Untuk itu dia tegaskan, bila sikap penolakan itu yang akan tetap ditempuh, Prabowo tidak tunjukkan seorang Negarawan sejati.
"Sikap penolakan terhadap hasil penghitungan suara KPU, apalagi sebelum tahapan akhir selesai, itu menunjukkan sikap yang tidak demokratis, yang tidak siap kalah. Bahkan tidak dapat disebut sikap seorang negarawan," tegas anggota DPR RI ini.
"Ditambah lagi alasan penolakan itu adalah kecurangan yang datanya tidak ada," ucapnya.
Penetapan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pada 25 Mei
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih pada Sabtu, tanggal 25 Mei 2019. Sedangkan pada tanggal 22 Mei, KPU baru sebatas mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilu 2019.
Penetapan pemenang terpilih pada tanggal 25 Mei, dilakukan dengan kondisi, jika tak ada gugatan sengketa hasil Pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kondisi tersebut juga berlaku bagi pemilihan legislatif untuk menetapkan jumlah perolehan kursi dan anggota legislatif terpilih.
"Putusan calon terpilihnya, tergantung. Apakah ada sengketa atau tidak. Kalau tanggal 22 Mei kita tetapkan (umumkan-red), 3 hari kemudian sampai tanggal 25 Mei tidak ada sengketa, maka 25 Mei kita tetapkan," kata Ketua KPU RI Arief Budiman di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).
Namun bila ada peserta yang mengajukan sengketa hasil Pemilu ke MK dalam masa 3 hari, dari tanggal 22 - 25 Mei, maka penetapan calon presiden dan wakil presiden terpilih akan dilakukan pascaputusan MK.
"Kalau perolehan suaranya disengketakan, maka kita tunggu sampai selesainya proses sengketa. Tapi kalau tidak, maka dalam waktu 3 hari itu, akan kita tetapkan. 3 hari setelah rapat rekapitulasi selesai (re: tanggal 22 Mei)," jelas Arief.
Soal putusan penyelesaian sengketa hasil Pemilu presiden dan wakil presiden oleh MK, akan berlangsung dalam rentang waktu 23 Mei 2019 - 15 Juni 2019.
Sedangkan pengambilan sumpah dan janji pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih akan dilakukan pada 20 Oktober 2019.(*)