Anies Baswedan bilang, ada enam korban meninggal dunia akibat kerusuhan dalam Aksi 22 Mei. Begini tanggapan polisi.
TRIBUNNEWS.COM - Pihak kepolisian memberikan tanggapan terkait pernyaataan Anies Baswedan soal korban meninggal dalam Aksi 22 Mei.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menginformasikan, sampai saat ini, enam korban meninggal dunia akibat kerusuhan dalam aksi tolak hasil Pemilu 2019 di sekitar Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Keenam korban penembakan meninggal dalam aksi 22 Mei itu tersebar di empat rumah sakit di Jakarta.
Data korban Aksi 22 Mei atau korban penembakan versi Anies Baswedan, ia terima dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
"Jadi kira-kira ada 200 orang luka-luka per jam sembilan pagi ini dan ada sekitar enam orang tercatat meninggal," ujar Anies Baswedan di RS Tarakan, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Baca: Anies Baswedan: 6 Korban Meninggal Saat Aksi 22 Mei, 200 Luka
Baca: Massa Bakar Ban di Jalan Brigjend Katamso Jakarta Barat
Gubernur Anies meninjau RS Tarakan untuk melihat langsung penanganan korban aksi 22.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan, DKI Jakarta Widyastuti merincikan korban meninggal 1 di RS Tarakan, 2 di RS Pelni, 1 di RS Budi Kemuliaan, 1 di RS Mintoharjo, dan 1 di RSCM.
Namun, Widyastuti mengaku belum mengetahui penyebab meninggalnya keenam korban.
"Belum tahu secara pasti ya sebabnya. Sepertinya ada luka akibat benda tajam tumpul dan luka-luka lecet."
"Ada juga luka robek dan beberapa menembus ke pembuluh darah di paru-paru," ungkap Widyastuti.
Baca: AHY: Jangan Sampai Politik Memecah-Belah Negara Menjadi Dua Kubu
Baca: Moeldoko Beberkan Tiga Kelompok yang Hendak Bikin Rusuh Aksi 22 Mei, Ada Isu Sniper
Selain itu, lebih dari 80 pasien sudah dilarikan ke RSUD Tarakan Jakarta Pusat hingga pagi ini akibat bentrok yang terjadi pada 21 Mei hingga 22 Mei 2019.
Menurut Widyastuti, 80 korban itu beberapa di antaranya mengalami luka-lecet, hingga luka akibat peluru karet.
"Jadi saat ini kita semua tim siaga. Seperti yang saya sampaikan kemarin, ada 37 titik dilakukan di lapangan, kemudian ada 10 rumah sakit rujukan."
"Sejauh ini yang kami lihat di RSUD Tarakan memang ada (korban) peluru karet," kata Widyastuti.
Lantas, apa kata kepolisian terkait hal ini?
Dalam jumpa pers, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, saat ini polisi dan TNI tengah melakukan penyelidikan.
"Polri dengan TNI akan lakukan pengecekan," kata Iqbal.
Saat ditanya lebih lanjut, Iqbal menegaskan, pihaknya akan melakukan pengecekan.
Iqbal menambahkan, petugas kepolisian tidak dibekali peluru tajam saat mengamankan aksi unjuk rasa.
Hal senada juga disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono.
Argo membantah informasi yang menyebutkan, polisi mengamankan aksi unjuk rasa di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat menggunakan peluru tajam.
"Polisi tidak ada yang pakai peluru tajam (untuk mengamankan aksi unjuk rasa)," kata Argo.
Tersebar sejumlah video di sosial media yang menyebutkan, polisi menggunakan peluru tajam untuk menyerang massa aksi unjuk rasa di depan kantor Bawaslu RI, Selasa (21/5/2019) malam.
Argo Yuwono telah meminta masyarakat untuk tidak menelan mentah-mentah informasi yang terdebar di media sosial.
"Jangan mudah percaya informasi di media sosial. Disaring dulu sebelum di-sharing," kata Argo seperti dikutip dari Kompas TV, Rabu.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menegaskan, aparat keamanan yang mengamankan aksi demonstrasi kelompok yang tak puas terhadap hasil Pemilu 2019, tidak akan dibekali senjata api dan peluru tajam.
Ia mengatakan, hal itu adalah Standard Operating Procedure (SOP) pengamanan aksi massa pada masa Pemilu 2019, yang diinstruksikan langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Hal itu disampaikan Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kemenkopolhukam, Selasa (21/5/2019).
"SOP yang dimiliki oleh TNI dan Polri perlu kami sampaikan juga."
"Setiap pasukan pengamanan besok atau nanti malam atau kapan pun, sudah diinstruksikan oleh Kapolri dan Panglima TNI tidak dibekali dengan peluru tajam," tutur Iqbal.
"Saya ulangi, tidak dibekali peluru tajam. Kami pastikan."
"Jadi kalau besok ada penembakan dengan peluru tajam, bisa dipastikan bukan pasukan TNI dan Polri. Ada penumpang gelap," sambung Iqbal.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengatakan, seluruh aparat yang diterjunkan pada aksi 22 Mei nanti tidak dilengkapi dengan senjata beramunisi peluru tajam.
"Untuk itulah, kami rapat di Menko Polhukam menyepakati hindarkan TNI-Polri dari senjata amunisi tajam."
"Tidak ada lagi sekarang amunisi tajam itu, dilarang. Berikutnya kita menghindari kontak langsung dengan massa," papar Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (20/5/2019).
Menkopolhukam Wiranto meminta TNI-Polri tetap mengedepankan sisi humanis dalam mengamankan KPU, Bawaslu, dan obyek vital lainnya.
Permintaan itu dilakukan jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei pekan depan.
"Mengenai ancaman ada rencana menduduki dan bakal terjadi konflik dengan aparat keamanan, saya perintahkan polisi dan tentara senapan simpan dulu," ucap Wiranto.
"Pakai pentungan saja. Itu pun kalau tidak perlu enggak usah," sambungnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Warta Kota)