TRIBUNNEWS.COM - Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional (Kapuskamnas) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ), Hermawan Sulistyo sampaikan analisa terkait kerusuhan 22 Mei.
Dalam analisanya, Hermawan Sulistyo temukan beberapa kejanggalan.
Salah satu kejanggalan yang paling besar yakni dari kedelapan korban penembakan yang tewas dalam aksi tersebut.
Dilansir oleh TribunWow.com, hal itu disampaikan Hermawan saat menjadi narasumber Kompas Petang, Selasa (28/5/2019).
Baca: Soal Kerusuhan 22 Mei, Mahfud MD: Pasti Ada Dalangnya, Tidak Mungkin Spontanitas
Baca: Siapa Dalang di Balik Aksi Massa 22 Mei Berujung Kerusuhan? Ini Pendapat PAN
Pertama, Hermawan menjelaskan bahwa para perusuh dari sejumlah wilayah masuk ke Jakarta dinilai gamang.
Untuk itu, ia menilai ada kejanggalan jika para perusuh dari luar Jakarta bisa masuk dengan mudah menuju lokasi terjadinya unjuk rasa.
"Ini bagaimana begitu 'bung, bung, bung, bung' (terjadi rusuh -red) kerusuhan terus nyebar bisa masuk ke gang-gang dengan cepat dengan aman," ujar Hermawan.
"Itu artinya ada yang ngarahin atau sudah dilatih sebelumnya untuk menyelmatkan diri masuk kemana-kemana, itu satu," sambungnya.
Hermawan juga mengungkapkan kejanggalan lainnya yang diwarnai aksi penembakan.
Ia mengungkapkan bahwa dari delapan orang yang meninggal akibat tertembak, tidak diketahui siapa yang membawa mayat menuju rumah sakit.
Baca: Mahfud MD: Kerusuhan 22 Mei Terencana, Ada Dalangnya
"Kedua, yang paling kritis itu sebetulnya korban penembakan," jelas Hermawan.
"Delapan orang yang mati itu sampai sekarang tidak ada data satu pun di semua rumah sakit yang dikirim mayatnya, yang bawa mayatnya itu siapa."
"Enggak ada datanya," imbuhnya.
Lebih lanjut Hermawan menilai ada kejanggalan jika melihat bekas luka tembak para korban.
Menurutnya, jika aparat yang melakukan tembakan, seharusnya bekas luka tembakan di tubuh korban lebih dari satu.
"Yang luka tembak, empat orang yang ke rumah sakit polri itu semua single bullet," ungkap Hermawan.
"Ketembak dari samping kanan, di leher."
"Single bullet itu satu peluru nembak dan kenanya kepala."
"Kalau polisi, dia pasti dor, dor, dor (sembari memperagakan gaya menembak), banyak."
"Biasanya lubangnya enggak hanya satu."
"Dan yang paling gampang nembak badan, ada lubang dua di depan atau di belakang," tambahnya.
Baca: PSI Dukung Polri Usut Dalang Kerusuhan 22 Mei
Dengan tegas dirinya memastikan bahwa yang melakukan aksi penembakan dalam kerusahan bukan dari aparat.
"Bukan dari polisi," tegasmya.
Selain itu, ia lantas menyinggung senjata yang biasa digunakan oleh perwira berjenis glock.
"Glock memang senjata polisi dengan jarak pendek, tapi kan enggak ada perwira yang di depan,"
Hermawan menjelaskan bahwa jika senjata api jenis glock digunakan dari jarak jauh maka bekas keluarnya peluru di tubuh korban tampak lebih besar.
Namun, jika ditembakkan dari jarak dekat maka bekas keluarnya peluru hampir sama saat peluru ditembakan.
"Nah siapa yang bisa nembak kepala siapa yang bisa nembak leher gitu, ini patut dipertanyakan," tandasnya.
Namun saat Hermawan ditanya oleh pembawa acara siapa di balik penembakan itu, dirinya enggan untuk menjawabnya.
Baca: Mantan Kepala Intelijen Ungkap Mudahnya Menguak Dalang Kerusuhan Aksi 22 Mei
Simak videonya dari menit 2.30
(TribunWow.com/Atri)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Beberkan Kejanggalan Aksi 22 Mei, Perusuh hingga Senjata Api.