News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Bambang Widjojanto Nilai Tepat Hakim Pertanyakan Masalah Intervensi Kepada Saksi

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tim Hukum Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) menghadiri sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menilai sudah tepat bila hakim meminta saksi yakni ahli IT Hermansyah membeberkan soal ancaman terkait sidang sengketa Pemilu Presiden 2019.

Itu artinya majelis hakim konsen terhadap isu intervensi kepada saksi.

"Majelis konsen dengan isu tekanan sebenarnya dilihat dari semua saksi apakah memang ketika mereka semua hadir itu ada tekanan atau tidak itu majelis konsen. Kami berbahagia karena majelis konsen itu," ujar Bambang Widjojanto di Mahkamah Konstitusi, Rabu (19/6/2019).

Baca: Pengamat: Masuknya Maskapai Asing Bukan Solusi Turunkan Harga Tiket Pesawat

Baca: Kompas Travel Fair 2019 Sodorkan Tiga Penawaran kepada Pelancong

Baca: Raker bersama Komisi I DPR, Kemhan Ajukan Tambahan Anggaran 2020 sebesar Rp 17,5 T

Baca: Tertunduk Minta Ini, Saksi 02 Buat Hakim MK Tertawa hingga Sidang Diskors Lima Menit

Untuk diketahui dalam kesaksiannya dalam sidang MK, Hermansyah membeberkan soal kekerasan yang sempat dialaminya.

Hermansyah memaparkan hal tersebut usai ditanya kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah.

Kekerasan tersebut terjadi di Jalan tol pada Juli 2017 lalu.

Ia dibacok sejumlah orang hingga kemudian berbekas.

Pembacokan tersebut dilakukan saat ia akan bersaksi dalam suatu persidangan.

Menurut BW meskipun tidak ada tekanan selama persidangan, Hermansyah merasa mendapat ancaman menjelang kesaksiannya dalam sidang MK.

Baca: Fakta Baru Kasus Pasutri Pertontonkan Adegan Ranjang Pada Bocah: Pengakuan Anak dan Asal Usul Pelaku

Baca: Tertunduk Minta Ini, Saksi 02 Buat Hakim MK Tertawa hingga Sidang Diskors Lima Menit

Ada sejumlah orang menggunakan mobil mendatangi rumahnya.

"Dan dia merasa sudah dihubungi oleh LPSK tapi dia belum sempat, jadi dia merasa ada ancaman tapi tidak di ruang sidang ini tapi sebelum ke sidang ini yaitu dengan datangnya mobil-mobil itu," tuturnya.

BW mengatakan Hermansyah tidak menghubungi polisi terkait adanya intervensi karena masalah kepercayaan atau trust.

Meskipun menurut BW, soal adanya ancaman sebaiknya dilaporkan kepada Polisi.

"Apakah ada trust bila datang ke polisi pasti diselesaikan, itu kan hak semua orang. Mudah-mudahan saja ini jadi keperihatinan kita dan orang harus lapor ke polisi karena itulah salah satu fungsi aparat penegak hukum," ucapnya.

Pertanyaan hakim

Saksi fakta dari kubu Prabowo-Sandiaga bernama Hermansyah mengaku dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019, Rabu (19/6/2019) pernah mendapat ancaman atau intimidasi.

Keterangan Hermansyah itu kemudian digali lebih dalam oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna usai pengakuan tersebut.

Baca: Ace Hasan Pertanyakan Status Saksi Tim Prabowo-Sandiaga : Agus Maksum Saksi Fakta atau Saksi Ahli?

“Saya mau menegaskan saja karena tadi ada jawaban yang ragu-ragu, apakah saudara merasa terancam saat bersaksi dalam ruangan sidang ini,” tanya Palguna di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Hermansyah kemudian bercerita sudah lima kali ada mobil yang tak dikenalnya berhenti di depan rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat.

Baca: Perlahan-lahan Terkuak, Inilah Motif Pasutri Habisi Nyawa Santi Malau Karyawati Bank Syariah Mandiri

Kemudian Palguna menanyai Hermansyah apakah sudah melapor kepada kepolisian atas peristiwa tersebut.

“Belum Pak, karena bagi saya belum ada ancaman,” ujar Hermansyah.

Baca: 7 Kesalahan Tak Disengaja dalam Drama Korea yang Bikin Penonton Tertawa

Jawaban pria yang mengaku sebagai ahli informasi dan teknologi anggota Dewan Pengarah BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi, Fadli Zon itu pun semakin membuat bingung Palguna.

“Kenapa tidak lapor polisi? Ada kontradiksi dalam keterangan anda, katanya tidak wajar karena ada mobil yang selalu ada di depan rumah anda, tapi sekarang saya tanya anda jawabannya merasa terancam,” tegas Palguna.

Baca: Dul Jaelani Tak Diberi Uang Jajan Ayah Tirinya, Anak Maia Estianty Ini Hormati Prinsip Irwan Mussry

Hermansyah pun mengungkapkan bahwa belum adanya kekerasan secara fisik membuat dirinya urung melaporkan hal tersebut kepada kepolisian.

“Ya kan itu sudah menjadi cukup alasan bagi anda untuk meminta perlindungan kepada kepolisian, tugas polisi memang memberi rasa aman kepada warganya,” pungkas Palguna.

Sebelumnya, Hermansyah yang merupakan ahli IT dari ITB (Institut Teknologi Bandung) merupakan korban penyerangan oleh lima orang di Tol Jagorawi pada tahun 2017 lalu.

Baca: Tolak Jadi Saksi Prabowo-Sandiaga, Haris Azhar: Yang Harusnya Diundang Itu Sulman Aziz

Usai peristiwa itu Hermansyah pernah menginap di rumah aman yang dijaga personil TNI.

Sejumlah pelaku penyerangan kepada Hermansyah pun sudah ditangkap oleh kepolisian.

TKN Pertanyakan Saksi dari BPN Prabowo-Sandiaga

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Ace Hasam Syadzily mempertanyakan kejelasan status saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sidang PHPU atau sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Saksi yang dimaksud Ace Hasan Syadzily yakni Agus Maksum selaku saksi fakta.

Baca: Haris Azhar Enggan Menjadi Saksi Sidang Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi

Saksi tim Prabowo-Sandiaga di sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/6/2019). (tangkap layar KompasTV)

Menurut Ace, pernyataan sekaligus pengakuan yang diberikan Agus Maksum tidak merepresentasikan posisinya sebagai saksi fakta.

"Itu kan semua konteksnya tidak bisa dikaitkan dengan saksi di dalam MK dan itu adalah pengakuan sepihak dari saksi yang sesungguhnya," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

"Kita pun jadi bertanya ke sana, Agus Maksum ini saksi atau saksi ahli, karena dia merepresentasikan dirinya sebagai seakan-akan ahli tapi di sisi lain juga dia sebagai saksi pelaku (saksi fakta)," sambungnya.

Dalam kesaksiannya, Agus Maksum mengatakan ada 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) invalid.

Menanggapi hal tersebut, Ace mengatakan Agus tak bisa membuktikan apakah 17,5 DPT tersebut dapat mempengaruhi hasil suara Pilpres 2019.

Sehingga, Ace menyebut kesaksian yang disampaikan Agus Maksum tidak lebih dari sekadar asumsi.

"Dia juga tidak bisa membuktikan apakah data yang 17 DPT tersebut memang akan mempengaruhi terhadap (hasil suara Pilpres) atau tidak, kan dia juga enggak bisa secara tegas. Itu kan semua yang disampaikan oleh Agus Maksum, saya pastikan semuanya asumsi," jelasnya.

Selain itu, Ace menuturkan permasalahan DPT sebenernya sudah dibahas bersama dengan KPU, Tim BPN Prabowo-Sandiaga dan TKN Jokowi-Maruf serta Kementerian Dalam Negeri.

Karena itu, Legislator Golkar ini menilai dibawanya permasalahan DPT dalam sidang sengketa Pilpres hanya mempermalukan Tim Prabowo-Sandiaga.

"Semua sudah dibahas semua, kan itu yang terus diulang-ulang, jadi lucu. Jadi menurut saya jangan mempermalukan diri sendiri. Itu kan seperti mempermalukan diri sendiri," pungkasnya.

Kuasa hukum Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra menyebut saksi fakta pertama yang dihadirkan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga, Agus Maksum berbicara layaknya ahli. 

Saksi fakta harusnya berbicara soal kejadian apa yang ia alami, dan apa yang ia tahu. Saksi fakta tidak boleh berbicara soal pendapat dan analisisnya sendiri.

"Saksi seperti ahli kenapa? Apa yang dia alami, apa yang dia tahu. Jadi saksi tidak boleh analisis. Jadi itu kan tidak boleh. Ahli baru boleh berpendapat," ungkap Yusril saat jeda sidang di MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019). 

"Tapi saksi tidak boleh menganalisis dan tidak boleh menilai, bahwa ini manipulasi, ini KTP palsu. Saksi boleh hanya menerangkan apa yang dia lihat, mendengar apa yang dia saksikan," imbuh dia.

Lebih lanjut menurutnya, saksi pertama yang dihadirkan paslon 02 sama sekali tidak menerangkan apa-apa. Apalagi keterangannya dicampuradukkan antara saksi dengan ahli. 

Selain itu, menurutnya Agus Maksum tidak tahu ketika ditanya soal hak pilih 17 DPT.

Ace Hasan Syadzily. (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Baca: Reka Ulang Pembunuhan Sadis Pria Berjimat, Golok Tersangka Sempat Tak Mempan ke Tubuh Korban

Padahal bila menuding ada manipulasi data, hal itu harus punya korelasi dengan kemenangan Jokowi-Maruf dan kekalahan Prabowo-Sandiaga seperti yang diumumkan oleh KPU RI sebelumnya.

"Padahal kalau terjadi kecurangan harus dijelaskan kenapa penyebab Prabowo menang dan apa yang menyebabkan Prabowo kalah. Ini tidak jelas diuraikan," ungkap dia.

Lihat Saksi BPN, TKN Yakin Menang

Tiga saksi dari pemohon atau BPN Prabowo Subianto Sandiaga Uno telah bersaksi dalam sidang sengketa pemilu presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/6/2019).

Mereka adalah Agus Maksum, Idham dan Hermansyah.

Baca: Cerita Khansa, Pendaki Cilik Asal Cibubur yang Gapai Puncak Tertinggi Kilimanjaro Afrika

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Abdul Kadir Karding berikan keterangan mengenai pemberian sorban hijau dan Tasbih dua ulama kepada Presiden Jokowi, di sebuah hotel, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (13/4/2019). (Lendy Ramadhan)

Menyikapi kesaksian ketiganya, Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi) Maruf Amin belum melihat ada kesaksian yang bisa membuktikan atas gugatan terkait pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).

"Saya kira itu hanya karangan saja," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Abdul Kadir Karding, kepada Tribunnews.com, Rabu (19//6/2019).

Atas kesaksian-kesaksian para saksi yang dihadirkan pemohon, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyakini pemohon 02 tidak akan mampu membuktikan tuduhan dan gugatannya tersebut.

"Sekaligus keyakinan bahwa 02 tidak mampu membuktikan tuduhan dan gugatannya," tegas anggota DPR RI ini.

TKN pun semakin yakin bakal menang dalam sidang sengketa pemilu presiden di MK.

Baca: Reka Ulang Pembunuhan Sadis Pria Berjimat, Golok Tersangka Sempat Tak Mempan ke Tubuh Korban

"Sejak awal kami meyakini menang di MK dengan data dan bukti yang ada pada 01," jelasnya.

Selain itu dia juga mengatakan belum terbukti isu adanya saksi mendapat ancaman dan terancam dalam kesaksian di MK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini