Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum dari Universitas Padjajaran, Heru Widodo, mengatakan pelanggaran bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dapat diselesaikan selama tahapan proses pemilu.
Pernyataan itu disampaikan Heru saat memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan pihak terkait, yaitu Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Maruf Amin di ruang sidang lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6/2019).
"Keterkaitan dengan perselisihan hasil pilpres yang sedang disidangkan, bahwa terhadap pelanggaran-pelanggaran kualitatif, baik itu berupa kategori pelanggaran terukur maupun pelanggaran TSM, ditegaskan penegakan hukum pada tahapan proses," kata Heru, saat memberikan keterangan.
Untuk pelanggaran terukur menyangkut syarat pencalonan, kata dia, laporan dapat diajukan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Lalu, kata dia, disengketakan melalui peradilan Tata Usaha Negara (TUN).
"Pelanggaran TSM diproses pengaduannya dan diputuskan oleh Bawaslu," ujarnya.
Baca: Diwarnai Benturan Berdarah Antarpemain, Hasil Akhir PSS Sleman vs Bhayangkara FC 1-1
Baca: Beti Kristiana Tak Dikenal, Tapi Tagar Bu Juwangi Malah Jadi Trending di Medsos
Baca: Gara-gara Film, Harapan Mantan Kekasih Ronaldo Soal Keluarga Hancur
Sedangkan, apabila peserta dikenai sanksi diskualifikasi karena terbukti melakukan pelanggaran TSM, kata dia, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung, setelah KPU menerbitkan keputusan pembatalan sebagai calon.
Adapun, untuk perselisihan hasil pemilihan serentak, sesuai UUD 1945, diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, sedangkan perselisihan hasil pemilukada serentak diselesaikan di badan peradilan khusus.
"Mahkamah diberi kewenangan untuk mengadili perselisihan hasil pemilukada serentak sampai badan peradilan khusus terbentuk," tambahnya.
Baca: Saksi Ahli Kubu 01 Ini Mengaku Sempat Dihubungi Mahfud MD Sebelum Beri Kesaksian di MK
Baca: Kebakaran Sebabkan 30 Orang Tewas, Polisi Sebut Pabrik Mancis Ilegal
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memutus menolak laporan dugaan tindak pidana terstrukur masif dan sistematis (TSM) yang diadukan oleh Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02, Prabowo-Sandiaga.
Salah satu alasan penolakan adalah karena pelapor hanya membawa print out berita online.
Dalam putusannya, ada empat poin yang menjadi alasan penolakan, mengacu pada UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan Bawaslu nomor 8 tahun 2018 tentang penyelesaian pelanggaran administratif pemilihan umum.
Pertama, laporan BPN 02 dinilai belum menunjukkan adanya perbuatan terstruktur dan masif dilakukan oleh terlapor, yakni tim pasangan calon presiden dan wakil presiden 01. Menurut Bawaslu, laporan diserahkan hanya berupa print out berita online yang tidak didukung bukti yang kuat.
Selain alasan tersebut, Bawaslu menyebut laporan dilayangkan Tim Hukum BPN 02 dinilai tidak memasukkan bukti yang menunjukkan adanya perbuatan terlapor yang dilakukan secara sistematis.
Hal ini dikaranekan tidak adanya pertemuan yang diinisiasi oleh terlapor untuk melakukan perbuatan pelanggaran administratif yang terstruktur sistematis dan masif (TSM) dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2019.
Keputusan tersebut termaktub dalam pleno Bawaslu yang tertuang dalam putusan bernomor 01/LP/PP/ADR/TSM/RI/00.00/V/2019, tertanggal 15 Mei 2019.
Menurut Abhan, laporan yang dilayakan Ketua BPN Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso, tersebut tidak berlanjut ke proses hukum.
Jadwal dan tahapan sidang sengketa Pilpres 2019
Sidang perdana penyelesaian sengketa Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 akan digelar besok, Jumat (14/6/2019).
Sidang perdana penyelesaian sengketa Pilpres digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Agenda sidang perdana penyelesaian sengketa Pilpres 2019 yakni mendengarkan permohonan dari pihak pemohon.
Sehingga dalam sidang tersebut akan dihadirkan pemohon, termohon, pihak terkait, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Jadi pemohon akan diundang dipanggil ke MK termasuk juga termohon. Agendanya mendengarkan permohonan pemohon," ujar juru bicara MK, Fajar Laksono, Kamis (13/6/2019) dilansir Kompas.com.
Adapun pihak pemohon dalam sidang sengketa Pilpres 2019 adalah tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presidwn nomor urut 02 Prabowo-Sandi.
Baca: Satgas MK Verifikasi Seluruh Alat Bukti Sidang Sengketa Pilpres 2019 Secara Berlapis
Baca: Jelang Sidang Sengketa Pilpres di MK, 12 Ribu Personel Disiagakan Hingga Rekayasa Lalu Lintas
Baca: Melihat Ruang Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi yang Akan Digelar Besok
Pihak termohon dalam kasus sengketa Pilpres 2019 ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sedangkan pihak terkait yang dimaksudkan adalah tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf.
Jika besok sidang pertama baru digelar, kapan sengketa Pilpres 2019 selesai?
Rangkaian sidang sengketa Pilpres 2019 akan berlangsung hingga 28 Juni 2019.
Setelah sidang perdana digelar, MK akan melakukan sidang pemeriksaan atau pembuktian.
Setelah pemeriksaan atau pemeriksaan selesai, hakim akan melakukan rapat permusyawaratan untuk memutuskan hasilnya.
Baca: Tak Perlu Ada Aksi Massa saat Sidang Sengketa Pilpres di MK
Baca: Ada Massa Bakal Berdemo di Grahadi Jelang Sengketa Pilpres, Kapolda Jatim: Informasinya Tak Jadi
Baca: Sidang Sengketa Pilpres 2019 Dimulai Besok Pagi, Ini Profil Lengkap 9 Hakim MK dan Tahapan Sidang
Adapun rangkaian dan jadwal sidang sengketa Pilpres 2019 adalah sebagai berikut:
14 Juni 2019
Sidang pemeriksaan pendahuluan dan penyerahan perbaikan jawaban dan keterangan.
17-24 Juni 2019
Pemeriksaan persidangan
25-27 Juni 2019
Rapat permusyawaratan Hakim
28 Juni 2019
Sidang pengucapan putusan.
28 Juni-2 Juli 2019
Penyerahan salinan putusan dan pemuatan laman.
Adapun hakim yang memiliki kuasa untuk menentukan hasil dari penyelesaian sengketa Pilpres 2019 terdiri dari 9 Hakim Konstitusi.
Berikut 9 hakim yang ditunjuk untuk menangani Perkara Perselisiahn Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dilansir Kompas.com.
1. Anwar Usman
Anwar merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini.
Anwar pernah memegang sejumlah jabatan di Mahkamah Agung, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003.
Kemudian berlanjut dengan menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Kemudian, pada 2005, Anwar diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
2. Aswanto
Aswanto merupakan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini.
Aswanto tercatat pernah menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan, pada Pemilu 2004.
Kemudian, menjadi Koordinator Litbang Perludem Pusat pada 2005.
Aswanto juga menjadi anggota Forum Peningkatan Pembinaan Demokratisasi Penegakan Hukum dan HAM, pada 2006.
Aswanto juga pernah menjadi Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan, pada 2007 dan Ketua Dewan Kehormatan KPU Provinsi Sulawesi Barat, pada 2008-2009.
3. Arief Hidayat
Arief Hidayat mulai menjabat sebagai Hakim Konstitusi pada 1 April 2013.
Arief pernah menjadi anggota Tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan anggota Tim Penilai Angka Kredit Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud.
4. Wahiduddin Adams
Wahiduddin pernah menjabat Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) selama tiga tahun.
Selain itu, ia sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Kemudian, menjadi Ketua Bidang Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Wakil Sekretaris Dewan Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Wahiduddin juga pernah menjabat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, pada 2010-2014.
5. I Dewa Gede Palguna
Palguna pernah menjadi anggota MPR RI periode 1999- 2004, sebagai utusan daerah.
Palguna menjadi salah satu pelaku sejarah ketika MPR RI mengamandemen UUD 1945.
Sebelum masa jabatannya usai, pada tahun 2003, Palguna dicalonkan DPR RI menjadi hakim konstitusi dan terpilih menjadi hakim konstitusi periode pertama sekaligus yang termuda.
Palguna kembali menjadi hakim konstitusi pada 2014.
Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara dan Panitia Seleksi menghubungi Palguna untuk menjadi hakim konstitusi dari unsur Presiden.
6. Suhartoyo Hakim
Pada 17 Januari 2015, Suhartoyo mengucap sumpah di hadapan Presiden sebagai Hakim Konstitusi.
Suhartoyo yang merupakan hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar itu terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya.
Suhartoyo terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi pada 1999.
Kemudian menjadi Ketua PN Praya pada 2004.
Selanjutnya, ia menjadi Wakil Ketua PN Pontianak pada 2009, Ketua PN Pontianak pada 2010, Wakil Ketua PN Jakarta Timur pada 2011, serta Ketua PN Jakarta Selatan pada 2011.
7. Manahan M P Sitompul
Manahan Malontinge Pardamean Sitompul terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015.
Sebelumnya, Manahan merupakan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin.
Pada 2002, dia dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.
Pada 2003, ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen.
Pada 2007, ia dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap.
Setelah itu, Manahan diangkat menjadi Hakim Tinggi Manado, pada 2010.
8. Saldi Isra
Pada 11 April 2017, Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra dilantik menggantikan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi.
Tahun 2010 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
Saldi juga dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan. Ia juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Indonesia.
9. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai Hakim Konstitusi perempuan di Indonesia.
Enny tercatat pernah menjadi Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Enny ikut membentuk Parliament Watch bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD pada 1998.
Enny juga memiliki rekam jejak karier yang beragam di bidang hukum.
Beberapa di antaranya seperti, Staf Ahli Hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal consultant di Swisscontact hingga menjadi penasihat pada Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah.