Hakim MK kembali menegur ketua tim kuasa hukum tim 02, Bambang Widjojanto agar tak mondar-mandir di ruang sidang.
TRIBUNNEWS.COM - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegur ketua tim paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW).
Hakim Konstitusi meminta agar BW pindah tempat duduk agar tidak berpindah-pindah atau mondar-mandir di ruang sidang, Jumat (21/6/2019).
Hal ini bermula saat saksi yang diajukan tim hukum 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Chandra Irawan memberikan kesaksian.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Manahan Sitompul, Chandra menjelaskan proses akhir rekapitulasi suara di Ruang Sidang Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019) dini hari.
Baca: Empat Saksi dan Ahli TKN Jokowi Siap Berikan Keterangan di Sidang Lanjutan PHPU
Baca: Dua Saksi dan 2 Ahli Tim TKN akan Bantah Dalil TSM dan Status Maruf Amin
Di sela-sela penjelasan, seorang hakim menegur Bambang Widjojanto (BW) yang terlihat berpindah-pindah.
BW yang biasa duduk di deretan depan sempat berpindah duduk di belakang dan berkoordinasi dengan timnya.
Oleh karenanya, hakim Saldi Isra menegur yang dilakukan BW.
Hakim MK meminta agar BW duduk di belakang agar bisa berkoordinasi timnya.
"Pak Bambang, supaya Bapak tidak pindah-pindah, mungkin pindah ke belakang saja kalau mau koordinasi, suruh yang lain ke depan."
"Jadi ada yang berdiri di dalam sidang, kan, tidak baik," ujar hakim Saldi Isra.
Baca: Mahfud MD ke Yusril: Tidak Perlu Mengajukan Saksi Lagi, Bantahan Sudah Selesai
Baca: Saksi Tim Hukum Prabowo-Sandi Berstatus Tahanan Kota, Refly Harun: Dia Boleh Bersaksi
Sementara itu, hakim Manahan menimpali, agar semua pihak bisa menghormati suasana di ruang sidang.
BW pun akhirnya memilih duduk di barisan belakang.
Sebelumnya, BW juga sempat menerima teguran dari hakim MK dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019, Rabu (19/6/2019).
Saat itu, sidang mengagendakan untuk mendengar kesaksian dan melihat bukti-bukti yang dihadirkan tim Prabowo-Sandiaga.
Dalam sidang Rabu kemarin, tim Prabowo-Sandiaga mengajukan 15 saksi dan dua ahli.
Sempat terjadi ketegangan saat saksi atas nama Idham hendak menyampaikan kesaksiaannya.
Bahkan hakim MK, Arief Hidayat sempat menegur BW.
Hal ini berawal saat Hakim Arief menanyakan pada Idham apa yang akan ia jelaskan pada sidang sengketa Pilpres 2019.
Idham menjawab, akan ada empat hal yang akan ia ungkapkan.
"Ada empat, yaitu NIK kecamatan siluman, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan pemilih di bawah umur," ujarnya.
Hakim Arief menyebut, poin yang disampaikan Idham hampir sama persis dengan keterangan dari saksi pertama, yaitu Agus Maksum.
Idham mengaku, dirinya tidak melihat dan mendengarkan apa yang disampaikan Agus Maksum dalam pemeriksaan sebelumnya.
Hakim Arief pun berkata, bila keterangan yang disampaikan Idham ternyata sama dengan Agus Maksum, maka sangat merugikan tim kuasa hukum 01.
Sebab, masalah terkait DPT atau materi yang disampaikan Idham telah didiskusikan pada sidang sebelumnya.
BW menjelaskan, saksi Idham akan melengkapi penjelasan dari saksi sebelumnya, yaitu Agus Maksum.
"Jadi, jangan dinilai terlebih dahulu, sebelum didengar kesaksiannya," kata BW.
Hakim Arief mengingatkan, bila keterangan yang disampaikan ternyata hanya pengulangan atau redandum maka akan di-stop dan pindah kepada saksi yang lain.
BW menimpali, saksi Idham tidak pernah mendengar apa yang disampaikan saksi sebelumnya.
Ia meminta majelis hakim untuk memberikan Idham kesempatan dalam bersaksi sebab tim hukum 02 ingin membuktikan apa yang didalilkan.
"Baik, kalau itu redandum, kan, percuma saja," kata Hakim Arief.
BW kembali menyebut, percuma atau tidak, bisa diputuskan timnya dan ia kembali meminta hakim memberikan kesempatan pada saksi.
Pernyataan BW tersebut dibalas hakim Arief yang mengatakan, pihaknya-lah yang akan menilai.
"Kalau kita sudah anggap cukup, kenapa berlama-lama mengenai itu?"
"Karena sudah disampaikan pada awal itu, bahwa yang dibutuhkan, yang dipentingkan bukan kuantitas yang mengatakan, tapi kualitas apa yang disampaikan," ujar Hakim Arief.
BW kembali menegaskan, hakim memberikan kesempatan Idham untuk bersaksi, barulah hakim memberi penilaian.
Hakim Arief lantas menanyakan fungsi atau posisi Idham saat Pilpres 2019.
Idham menjawab tidak memiliki posisi apapun, termasuk bukan bagian dari tim Badan Pemenangan Nasional BPN.
"Saya di kampung, Pak," kata Idham.
Bila berada di kampung, tanya Hakim Arief, apa kesaksian yang akan diberikan Idham dalam sidang.
"Kan, DPT juga ada di kampung, Pak," ujar Idham.
Hakim Arief kembali mengejar, berarti yang dijelaskan Idham adalah masalah DPT di kampung tempat tinggal Idham.
Idham menjawab bukan, ia akan menjelaskan masalah DPT di seluruh Indonesia.
"Saya mendapatkan file, database DPT dari DPP Gerindra ketika saya berada di Jakarta," jelas Idham.
Hakim Arief bertanya, apa posisi Idham dalam di Pilpres 2019 yang dijawab, Idham diminta untuk memberikan kesaksian soal DPT.
Hakim Arief berujar, bila berada di kampung, semestinya kesaksian yang disampaikan Idham semestinya yang diketahui di kampung, bukan secara nasional.
BW akhirnya angkat bicara, walau di kampung, ia tetap bisa mengakses dunia.
Sempat terjadi ketegangan saat Hakim Arief menjelaskan pernyataannya.
BW menilai, hakim telah mem-jugment, seolah-olah orang kampung tidak tahu apa-apa.
"Mohon, dengarkan saja dulu, Pak, apa yang akan dijelaskan. Pak Idham ini sangat sederhana, humble," kata BW.
Hakim Arief menimpali dan menengahi, bukan itu yang ia maksudkan.
"Sudah cukup, saya akan dialog dengan dia. Pak Bambang sudah stop," tegas Hakim Arief.
Saat BW hendak melanjutkan pembicaraannya, Hakim Arief meminta BW stop berbicara.
Bahkan, bila BW terus berbicara, ia tak segan menyuruh BW keluar dari ruang sidang.
"Pak Bambang stop, kalau tidak stop, Pak Bambang saya suruh keluar," kata hakim Arief.
BW pun memberikan pembelaan, ia akan menolak bila terus dalam tekanan.
"Menurut saya, saksi saya terus ditekan oleh Bapak," ujar BW.
"Bukan begitu.. Sudah Pak Bambang diam, saya akan berbicara dengan saudara saksi," balas Hakim Arief.
Berikut detik-detik Hakim MK ancam Usir BW keluar dari ruang sidang
(Tribunnews.com/Sri Juliati)