Mahfud MD Prediksi Hasil Putusan Sidang MK, Hakim Sepakati Putusan hingga Peluang Dissenting Opinion
TRIBUNNEWS.COM - Sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 bakal digelar Kamis (27/6/2019) besok.
Sidang pengucapan putusan MK ini bakal dimulai pukul 12.30 WIB.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD memberikan pendapatnya mengenai prediksi putusan MK pada Kamis besok.
Mahfud menjelaskan tentang kemungkinan alasan putusan MK dibacakan lebih cepat hingga kemungkinan soal dissenting opinion (pendapat berbeda) dari hakim.
Untuk diketahui, putusan MK dibacakan lebih cepat dari waktu paling lambat yang ditetapkan Undang-undang pada Jumat (28/6/2019).
Baca: Massa PA 212 Minta Aksi Saat Putusan MK Tak Dihalang-halangi
Berikut penjelasan Mahfud MD sebagaimana dikutip dari wawancara tayangan Kompas Petang, Selasa (25/6/2019):
1. Diduga Hakim Sudah Selesai Soal Substansi Putusan
Mahfud MD menilai saat ini hakim sudah bersepakat soal substansi pokok perkara apakah dikabulkan atau ditolak.
Hal ini karena berdasarkan kebiasaan, sebelum majelis hakim menyepakati putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), biasanya tidak diumumkan kapan waktu putusan akan diucapkan.
"Kalau maju begini patut diduga, atau saya yakini ini (substansi putusan) sudah selesai (disepakati)," katanya.
Artinya, sambung Mahfud, hakim tidak lagi memperdebatkan soal substansi pokok perkara ditolak atau diterima karena itu sudah disepakati, tetapi tinggal menyisir narasi putusan.
Lebih Lanjut, Mantan Ketua MK ini memprediksi bunyi putusan sidang yang akan disampaikan hakim besok.
"Sehingga menurut saya, besok putusan MK itu akan berbunyi begini, 'Memutuskan, satu, menerima permohonan pemohon, dua menolak eksepsi terhadap termohon dan pihak terkait, yang ketiga, mengabulkan atau menolak permohonan para pemohon'."
"Jadi menerima itu belum tentu mengabulkan, menerima itu artinya memeriksa dan itu sudah dilakukan kan."
"Dan mungkin juga nanti ada bagian-bagian yang diterima, 'Menerima permohonan pemohon, kecuali dalam posita nomor sekian, nomor sekian, nomor sekian, karena terlambat diajukannya, karena disusulkan jauh dari tenggat waktu masuk."
"Itu mungkin bisa begitu," tutur Mahfud MD.
Baca: Peneliti LIPI: Waspada Penumpang Gelap di Aksi Unjuk Rasa Jelang Putusan MK
2. Soal Kemungkinan Dissenting Opinion
Soal kemungkinan adanya dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim MK, Mahfud menyebut hal itu bisa saja terjadi.
Namun, hal itu juga diperkirakan sudah selesai karena diduga putusan sudah disepakati.
"Misalnya tujuh hakim menyatakan ini ditolak, sementara dua hakim menyatakan ini dikabulkan. Sesudah diperdebatkan yang dua (hakim) tidak mau bergabung tidak apa apa. Tujuh sudah memutuskan," ujar dia.
Mahfud menjelaskan, disenting opinion itu nanti akan diucapkan bersama pembacaan vonis aslinya.
"Misalnya, menyatakan mahkamah mengabulkan atau menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan terhadap putusan ini ada dua hakim yang menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion yaitu si A silahkan dibaca, si B silahkan dibaca."
"Nanti pasti akan diucapkan dengan alasan-alasannya sendiri. Dan itu harus diucapkan memang secara terbuka untuk umum kecuali kalau sudah berdebat, hakim itu menyatakan ya sudah saya bergabung saja dengan yang menang dan tidak akan membuat dissenting opinion. dan itu terjadi," terang Mahfud.
3. Mahfud Meyakini Hakim MK Independen
Mahfud menyakini hakim MK bakal memutuskan sengketa Pilpres 2019 tanpa tekanan dari pihak manapun.
Hal itu diyakini Mahfud setelah dirinya menyaksikan jalannya persidangan.
Ia juga mempercayai hakim MK tidak akan bisa main-main dengan putusan MK karena jika hakim disuap hal itu akan diketahui saat adu argumen di RPH.
"Karena sembilan hakim MK itu duduk bersama dan adu argumen disitu. Kalau misalnya dia adu argmen mengada-ada, membela yang tidak benar atau membenar-benarkan yang salah, itu akan ketahuan saat argumentasi," ujar dia.
Hal itu berbeda dengan putusan di luar MK yang terkadang hakim membuat analisis sendiri tanpa disertai argumen.
"Kalau di MK, argumen harus disampaikan bersama-sama di sidang sehingga bisa didebat oleh orang lain. Di situ antar hakim bisa saling tuding, adu literatur, akan ada yang bisa sampai berdiri menggebrak meja itu sudah biasa terjadi. Proses di RPH seperti itu dan saya kira itu yang berlangsung," tutur dia.
4. Mahfud Anggap Hakim Lebih Mudah Putuskan Perkara
Mahfud MD menganggap dalam sidang MK saat ini, hakim MK lebih mudah untuk memutuskan perkara dibanding kasus sengketa Pilpres di 2009.
Hal ini karena dalam sidang MK kali ini tidak ada adu bukti dan adu dokumen.
Berbeda dengan sidang MK 2009 yang menurut Mahfud diwarnai adu bukti dan adu dokumen.
"Lha yang sekarang ini kan nggak ada adu bukti ya. Misalnya klaim bahwa paslon 01 mendapat 52 persen kemudian paslon 01 mendapat 48 persen. Klaim itu sama sekali tidak dibuktikan. Kan tidak ada kemarin, 52 persen ini terjadi di sini , 52 persen ini formulir nomor sekian nomor sekian, ini buktinya," ungkap dia.
Baca: Prabowo dan Sandi Akan Nobar Sidang Putusan MK di Kertanegara Besok
Secara kualitatif, Mahfud juga menilai tidak ada bukti yang disajikan di persidangan.
Misalnya soal DPT ganda dan KTP palsu, tidak membuktikan langsung terhadap perolehan suara.
Soal kesaksian tentang Situng juga dianggap Mahfud hanya membuang-buang waktu karena Situng tidak dipakai sebagai dasar penghitungan suara.
"Sehingga (kali ini) gampang, memudahkan memutuskannya," kata Mahfud.
(Tribunnews.com/Daryono)