News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

KPU Tetap Membutuh Kontrol Publik Untuk Menjaga Independensi dan Profesionalitas

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

‎Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU RI Pramono Ubaid mengaku KPU tetap butuh kontrol dari masyarakat sebagai partner dalam pengawasan sekaligus mendorong pihaknya terus menjaga independensi dan profesionalitas.

"Sebenarnya KPU itu butuh juga kontrol dari publik. Masyarakat penting untuk terus mengawasi KPU agar bekerja independen, bekerja profesional," kata Pramono di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

Meskipun nantinya sidang sengketa hasil Pilpres sudah berakhir, dan seluruh tudingan kecurangan terhadap penyelenggara Pemilu tidak terbukti, KPU tetap membutuhkan peran serta masyarakat untuk melaporkan setiap kekeliruan ataupun dugaan kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu berikutnya.

Baca: Hakim Manahan: Pemohon Coba Bebankan Pembuktian ke Hakim Konstitusi

Baca: Pascaputusan MK, KPU RI Bakal Langsung Gelar Rapat Pleno

Baca: Sebelum Naik Tahta, Kaisar China Harus Tiduri 121 Wanita Selama 15 Hari, Gini Cara Mengaturnya

Bila memang ditemukan kecurangan secara faktual dengan dukungan bukti cukup kuat, KPU dengan senang hati menindaklanjutinya semata demi perbaikan kinerja mereka ke depan.

"Kalaupun misalnya memang ditemukan ada kecurangan yang secara faktual didukung bukti cukup, kami akan dengan sangat senang untuk menindaklanjuti itu dan memperbaiki kinerja kami," ujar Pramono.

Namun, bila yang terjadi adalah sebaliknya, tuduhan-tuduhan soal narasi kecurangan hanya disertai dengan bukti lemah, maka narasi Pemilu curang seperti salah satu dalil sengketa hasil Pilpres yang diajukan paslon 02 Prabowo-Sandi, akan lebih kuat dibanding pembuktian itu sendiri.

"Tapi yang jadi masalah kan ketika tuduhan-tuduhan itu hanya narasi atau kalaupun ada bukti bukti, buktinya itu sumir. Sehingga lebih kuat tuduhannya tapi buktinya tidak terlalu kuat," kata dia.

9 Hakim MK

Berikut profil 9 hakim yang akan menangani perkara sengketa Pilpres 2019, dilansir Kompas.com :

1. Anwar Usman

Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terpilih saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018). (Tribunnews.com/Yanuar Nurcholis Majid)

Anwar adalah Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini.

Pria yang lahir pada 31 Desember 1956 ini mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, pada 1984.

Anwar kemudian memeroleh gelar S-2 Program Studi Magister Hukum STIH IBLAM Jakarta, pada 2001.

Setelah itu, pada 2010, Anwar menempuh gelar S-3 Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Pria yang mencintai seni peran dan teater ini pernah memegang sejumlah jabatan di Mahkamah Agung, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003.

Kemudian berlanjut dengan menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.

Kemudian, pada 2005, Anwar diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.

2. Aswanto

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terpilih Aswanto (kanan) mengucapkan sumpah jabatan saat pengambilan sumpah Ketua MK terpilih di Gedung MK, Jakarta, Senin (2/4/2018). Anwar usman dan Aswanto terpilih secara voting sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK periode 2018-2020. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Hakim Aswanto merupakan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini.

Guru besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin ini mendapat gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 1986.

Pria kelahiran 17 Juli 1964 ini kemudian mendapat gelar S-2 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 1992.

Kemudian, mendapat gelar S-3 di Universitas Airlangga, Surabaya, pada 1999.

Aswanto juga mendapat gelar Diploma di Forensic Medicine and Human Rights, Institute of Groningen State University, Belanda, pada 2002.

Aswanto memiliki karier pekerjaan yang cukup panjang.

Aswanto tercatat pernah menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan, pada Pemilu 2004.

Kemudian, ia menjadi Koordinator Litbang Perludem Pusat pada 2005.

Aswanto juga menjadi anggota Forum Peningkatan Pembinaan Demokratisasi Penegakan Hukum dan HAM, pada 2006.

Aswanto juga pernah menjadi Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan, pada 2007 dan Ketua Dewan Kehormatan KPU Provinsi Sulawesi Barat, pada 2008-2009.

3. Arief Hidayat

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo saat dilantik di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3). Presiden melantik Arief Hidayat menjadi hakim konstitusi periode 2018-2023 setelah terpilih sebagai hakim konstitusi perwakilan DPR.(Warta Kota/Henry Lopulalan) (Warta Kota/Henry Lopulalan)

Arief Hidayat mulai menjabat sebagai Hakim Konstitusi pada 1 April 2013.

Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua MK ini merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Arief mendapat gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Undip, pada 1980.

Kemudian, mendapat gelar S-2 di Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga pada1984.

Selanjutnya, Arief mendapat gelar Doktor Ilmu Hukum Undip pada 2006.

Sebagian besar perjalanan karier Arief berada di bidang pendidikan.

Arief pernah menjadi anggota Tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan anggota Tim Penilai Angka Kredit Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud.

4. Wahiduddin Adams

Mantan Direktur Jenderal Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Wahiduddin Adams menjalani tes seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di ruang Komisi Hukum DPR, Jakarta Pusat, Selasa (4/3/2014). Hasil pengujian dan seleksi yang diikuti oleh 11 orang ini akan dibahas oleh tim pakar dan menjadi rekomendasi bagi Komisi III DPR dalam memilih dua calon hakim konstitusi. Dua calon hakim yang terpilih nanti akan menggantikan posisi Akil Mochtar, yang menjadi terdakwa kasus suap, dan Harjono, yang segera memasuki masa pensiun. TRIBUNNEWS/HERUDIN (Tribunnews/Herudin)

Wahiduddin mendapat gelar Sarjana Peradilan Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 1979.

Kemudian, dia mendapat pendidikan di De Postdoctorale Cursus Wetgevingsleer di Leiden, Belanda, pada 1987.

Ia kemudian mendapat gelar S-2 Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 1991.

Kemudian, mendapat gelar Doktor Hukum Islam di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 2002.

Wahiduddin juga mendapat gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta, pada 2005.

Wahiduddin pernah menjabat Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) selama tiga tahun.

Selain itu, ia sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Kemudian, menjadi Ketua Bidang Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Wakil Sekretaris Dewan Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Wahiduddin juga pernah menjabat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, pada 2010-2014.

5. I Dewa Gede Palguna

Hakim Konstitusi baru I Dewa Gede Palguna hari ini dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/1/2015). Palguna dilantik untuk menggantikan Ketua MK Hamdan Zoelva, sementara Suhartoyo menggantikan Ahmad Fadhil Sumadi, kedua Hakim Konstitusi yang digantikan tersebut akan memasuki masa pensiun. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) (TRIBUN/DANY PERMANA)

Palguna mendapat gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bidang Kajian Utama Hukum Tata Negara, pada 1987.

Dia kemudian mendapat gelar S-2 Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bidang Kajian Utama Hukum International, pada 1994.

Palguna mendapat gelar S-3 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Bidang Kajian Hukum Tata Negara pada 2011.

Palguna kembali menjadi hakim konstitusi pada 2014.

Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara dan Panitia Seleksi menghubungi Palguna untuk menjadi hakim konstitusi dari unsur Presiden.

Palguna pernah menjadi anggota MPR RI periode 1999- 2004, sebagai utusan daerah.

Palguna menjadi salah satu pelaku sejarah ketika MPR RI mengamandemen UUD 1945.

Sebelum masa jabatannya usai, pada tahun 2003, Palguna dicalonkan DPR RI menjadi hakim konstitusi dan terpilih menjadi hakim konstitusi periode pertama sekaligus yang termuda.

6. Suhartoyo

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo. (Tribunnews.com/ Theresia Felisiani)

Pada 17 Januari 2015, Suhartoyo mengucap sumpah di hadapan Presiden sebagai Hakim Konstitusi.

Suhartoyo yang merupakan hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar itu terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya.

Pria kelahiran Sleman 15 November 1959 ini mendapat gelar sarjana di Universitas Islam Indonesia, pada 1983.

Ia kemudian melanjutkan program S-2 di Universitas Taruma Negara pada 2003.

Suhartoyo kemudian mendapat gelar doktor di Universitas Jayabaya, pada 2014.

Suhartoyo terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi pada 1999.

Kemudian menjadi Ketua PN Praya pada 2004.

Selanjutnya, ia menjadi Wakil Ketua PN Pontianak pada 2009, Ketua PN Pontianak pada 2010, Wakil Ketua PN Jakarta Timur pada 2011, serta Ketua PN Jakarta Selatan pada 2011.

7. Manahan M P Sitompul

Hakim panel di Mahkamah Konstitusi, Manahan Sitompul. (Tribunnews.com/ Theresia Felisiani)

Manahan Malontinge Pardamean Sitompul terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015.

Sebelumnya, Manahan merupakan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin.

Manahan mendapat gelar sarjana Hukum Internasional Universitas Sumatera Utara (USU), pada 1982.

Ia kemudian melanjutkan program S2 Program Magister jurusan Hukum Bisnis USU, pada 2001.

Kemudian, Manahan menyelesaikan program doktor jurusan Hukum Bisnis USU, pada 2009.

Karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe pada 1986.

Pada 2002, dia dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.

Pada 2003, ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen.

Pada 2007, ia dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap.

Setelah itu, Manahan diangkat menjadi Hakim Tinggi Manado, pada 2010.

8. Saldi Isra

Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra. (Fabian Januarius Kuwado)

Pada 11 April 2017, Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra dilantik menggantikan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi.

Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya.

Saldi menuntaskan pendidikan pascasarjana dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia pada 2001.

Kemudian pada 2009, ia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude.

Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.

Saldi dikenal aktif sebagai penulis baik di berbagai media massa maupun jurnal dalam lingkup nasional maupun internasional.

Saldi juga dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan.

Ia juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Indonesia.

9. Enny Nurbaningsih

Enny Nurbaningsih. (http://www.kemenkumham.go.id)

Enny Nurbaningsih terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai Hakim Konstitusi perempuan di Indonesia.

Enny mendapat gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pada 1981.

Perempuan kelahiran Pangkal Pinang, 27 Juni 1962 ini melanjutkan studi Hukum Tata Negara pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, pada 1995.

Dia menyelesaikan program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, pada 2005.

Enny tercatat pernah menjadi Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

Enny ikut membentuk Parliament Watch bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD pada 1998.

Enny juga memiliki rekam jejak karier yang beragam di bidang hukum.

Beberapa di antaranya seperti, Staf Ahli Hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal consultant di Swisscontact hingga menjadi penasihat pada Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah.

Tahapan Sidang

Tahapan sidang penyelesaian sengketa Pemilihan Presiden 2019 akan mengundang pemohon, termohon, pihak terkait, dan juga Badan Pengawas Pemilu.

Dalam sengketa ini, tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga menjadi pemohon.

Sedangkan termohon dalam kasus ini adalah Komisi Pemilihan Umum ( KPU).

Sementara itu, tim hukum pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf akan menjadi pihak terkait.

"Jadi pemohon akan diundang dipanggil ke MK termasuk juga termohon. Agendanya mendengarkan permohonan pemohon," ujar juru bicara MK, Fajar Laksono, Kamis (13/6/2019), Dikutip Tribunenws dari Kompas.com.

Dilansir Kompas.com, rangkaian sidang sengketa pilpres ini akan berlangsung terus hingga akhir Juni.

Setelah sidang pendahuluan, MK akan menggelar sidang pemeriksaan atau pembuktian.

Jika pemeriksaan telah selesai, hakim akan melakukan rapat permusyawaratan untuk menentukan putusannya.

Berikut ini adalah tahapan sidang sengketa pilpres yang akan berlangsung hingga 28 Juni 2019, dikutip Tribunnews dari Kompas.com :

1. 14 Juni : Sidang pemeriksaan pendahuluan dan penyerahan perbaikan jawaban dan keterangan.

2. 17-24 Juni : Pemeriksaan persidangan.

3. 25-27 Juni : Rapat Permusyawaratan Hakim.

4. 28 Juni : Sidang pengucapan putusan.

5. 28 Juni-2 Juli : Penyerahan salinan putusan dan pemuatan laman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini