TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Saldi Isra, menolak dalil pemohon tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menyebut adanya 22.034.193 pemilih siluman di Pemilu 2019.
Adanya 22.034.193 pemilih siluman tersebut dinilai kubu Prabowo-Sandi menguntungkan kubu pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Maruf Amin.
"Berdasarkan semua pertimbangan demikian, mahkamah berpendapat dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata Saldi di ruang sidang lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/6/2019).
Saldi Isra menjelaskan, seandainya dalil pemohon mengenai 22,034,193 pemilih siluman benar, pemohon tak dapat menghadirkan alat bukti lain yang dapat menunjukkan dan memberikan keyakinan kepada mahkamah 22,034,193 pemilih itu telah menggunakan hak pilih dan mengakibatkan kerugian bagi pemohon.
Artinya, kata dia, pemohon tidak dapat membuktikan bukan hanya apakah yang disebut sebagai pemilih siluman menggunakan hak pilih atau tidak, tetapi juga tidak dapat membuktikan pemilih siluman tersebut jika menggunakan hak pilih mereka memilih siapa.
"Dengan demikian mempersoalkan kembali DPT menjadi tidak relevan lagi," kata dia.
Untuk proses penyusunan DPT, menurut dia, sudah dilakukan dengan proses panjang yang hasil akhirnya DPT yang ditetapkan pada rapat pleno KPU terbuka yang dihadiri dan diakui semua peserta.
Dengan kata lain, secara normatif persoalan mengenai DPT adalah persoalan yang sudah selesai seusia dengan tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu.
"Persoalan DPT sudah selesai pada tahapan sebelum pemungutan suara.
Mahkamah memeriksa saksi Maksum berupa adanya NIK palsu, NKK palsu, kesamaan tanggal lahir yang sama, namun saksi tak mampu membuktikan alat bukti yang baru diserahkan secara fisik pada 19 Juni pukul 10.14 WIB," ujarnya.
Dia menambahkan, ketika nama seorang masuk atau terdaftar di DPT maka seseorang berhak mendapat suara. Seseorang yang memiliki hak berarti dapat atau tidak dapat melakukan sesuatu.
Adapun, tercantumnya nama seseorang dalam DPT memberikan hak bagi seseorang untuk memilih. Persoalan memilih atau tidak itu menjadi urusan orang tersebut.
Tidak terhindarkan kemungkinan pengguna hak pilih tidak sama dengan jumlah pemilih dalam DPT.
"Dalil yang mengatakan terdapat 17,5 juta pemilih tak wajar dalam DPT, setelah mahkamah meneliti bukti pemohon maka mahkamah tidak menemukan bukti 17,5 juta orang terdata di DPT karena pemohon tidak menunjukkan di TPS mana mereka terdaftar," tambahnya.