TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persaudaraan Alumni (PA) 212 mengklaim akan mendatangkan massa lebih dari 1 juta orang pada aksi yang akan digelar di depan Mahkamah Konstitusi pada Kamis 27 Juni 2019 hari ini.
Dalam orasi Wakil Ketua PA 212 Ustaz Asep Syarifudin, ia menyerukan agar massa yang hadir pada hari ini mengajak saudara dan kawan untuk kegiatan esok hari.
"Massa 212 yang hadir hari ini antum-antum silakan WhatsApp teman-teman 212 besok (hari ini) kumpul minimal 1 juta orang," ujar Asep dari mobil komando di depan Kementerian Pariwisata RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Massa meminta agar saat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) esok, massa diperbolehkan menggelar aksi.
Baca: Jelang Pembacaan Putusan, Tim Kuasa Hukum Sebut Maruf Amin Tak Akan Datang ke MK
Menurut Asep, aksi dari para alumni 212 sebagai wadah gerakan kedaulatan rakyat untuk kemanusiaan.
"Kami minta jika besok ada massa yang ingin datang ke sidang MK untuk tidak dihalang-halangi. Hari Senin ke Polda Metro bahwa kami akan halal bihalal. Persidangan di Mahkamah Konsitusi terbuka untuk umum, jadi kalau ada rakyat yang mau hadir boleh tidak? Boleh. Jadi polisi harus kawal, agar tidak ada yang rusuh. Jangan dilarang," kata orator.
"Wahai polisi, kami datang kemari bukan demo terhadap anda, bukan untuk perang dengan polisi tapi untuk menguatkan Mahkamah Konstitusi untuk buat keputusan seadil-adilnya," lanjut Asep.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto menegaskan, agar massa pendukung tak memaksakan diri menggelar aksi di hari putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Kamis 27 Juni 2019, esok.
Mantan Panglima ABRI itu beralasan, Kepolisian telah mengeluarkan ultimatum untuk melarang segala kegiatan di depan Mahkamah Konstitusi esok.
Sehingga, jika kegiatan tetap dilakukan maka terpaksa dibubarkan.
"Pokoknya kita tidak kasih izin untuk demonstrasi di sekitar Mahkamah Konstitusi ya. Kalau ada demonstrasi berarti enggak ada izin. Kalau enggak ada izin maka polisi berhak membubarkan massa, ini semua ada di undang-undang ya bukan polisi ngarang sendiri," tegas dia di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Ada Kelompok Tak Ingin Ada Rekonsiliasi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mensinyalir ada kelompok yang tak bisa menerima terwujudnya rekonsiliasi antara Joko Widodo atau Jokowi dengan Prabowo Subianto.
"Kami mensinyalir ya, ada bahwa proses menuju rekonsiliasi berjalan dengan baik. Tapi ada kelompok-kelompok yang tidak bisa menerima itu," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Rabu (26/6/2019).
Selain itu Moeldoko mengatakan, kelompok-kelompok ini tetap ngotot ingin turun ke jalan saat sidang putusan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi pada Kamis (27/6/2019) besok.
Padahal, baik kubu Jokowi dan Prabowo sudah mengimbau para pendukungnya untuk tidak turun ke jalan.
Menurut Moeldoko, kelompok tersebut memang memiliki agenda dan kepentingan lain.
"Kami sudah tahu itu, siapa-siapa sudah tahu. Kelompok mana saja sudah kami petakan. Mapping semuanya," kata mantan Panglima TNI ini.
Namun, saat ditanya identitas kelompok yang dimaksud, Moeldoko enggan menyebutkannya.
Ia hanya memastikan bahwa kelompok ini akan berhadapan dengan hukum jika melakukan pelanggaran.
"Ini kan negara demokrasi yang kedepankan hukum sebagai panglima. Siapa pun yang tidak patuh ya pasti akan berhadapan dengan hukum, kan begitu," kata dia.
Massa di Jalan Medan Merdeka Barat
Sayup-sayup terdengar suara dari massa aksi.
"Keadilan harus dijunjung tinggi. Mahkamah Konstitusi harus berani," seru massa, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Pantauan TribunJakarta.com di lokasi, diantara massa aksi ini ada yang berdiri, duduk di trotoar, dan sebagainya.
Sementara, tampak aparat keamanan sedang berjaga-jaga di lokasi.
Situasi arus lalu lintas dari Jalan MH Thamrin menuju ke Jalan Medan Merdeka Barat pun ditutup. Begitu juga sebaliknya.
Kemudian, para pedagang tahu, handuk, minum, dan sebagainya terlihat berjualan di lokasi.
Hingga berita ini diturunkan, massa masih berada di lokasi.
Luhut Minta Pendukung Prabowo-Sandiaga Nurut
Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta para pendukung Prabowo-Sandiaga nurut agar tidak turun ke jalan saat sidang putusan sengketa Pilpres 2019 pada 27 Juni mendatang.
Prabowo Subianto menurutnya telah mengeluarkan imbauan kepada pendukungnya untuk tidak mengawal sidang putusan ke Gedung MK.
"Ya saya pikir nurut saja ya sama Pak Prabowo. Kan Pak Prabowo sdh menyampaikan begitu," katanya di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Selasa, (25/6/2019).
Luhut Binsar Panjaitan berharap sidang putusan MK dapat berjalan kondusif.
Tidak ada aksi yang melanggar aturan saat sidang putusan digelar.
"Harapannya semua tenang-tenang lah. Bagaimanapun negeri ini kan negeri kita ramai-ramai. Bukan negeri satu orang saja," katanya.
Massa melakukan unjuk rasa di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Unjuk rasa tersebut digelar untuk mengawal sidang gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)
Luhut Binsar Panjaitan yakin sidang putusan sengketa Pilpres akan berjalan dengan aman dan kondusif.
Kedua kontestan Pilpres 2019 yakni Prabowo Subianto dan Joko Widodo telah mengeluarkan imabuan.
Keduanya juga menurut Luhut memiliki hubungan yang baik.
"Saya kira dengan kedewasaan kita semua, mestinya sih nggak ada masalah," pungkasnya.
Sebelumnya sejumlah organisasi diantaranya Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, serta sejumlah organisasi lainnya akan menggelar unjukrasa mengawal putusan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni mendatang.
Mereka mengatakan bahwa unjukrasa dilakukan sebagai bagian dari perjuangan untuk menegakkan keadilan sesuai dengan ajaran agama.
BPN Ogah Dikaitkan
Sebelumnya, calon presiden nomor 02, Prabowo Subianto mengimbau agar pendukungnya tak melakukan aksi di MK.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan, pihaknya tak bisa menolak bila ada pihak yang akan menggelar aksi unjuk rasa di MK jelang putusan sengketa hasil Pemilu 2019.
Baca: Puan Maharani Sebut Semua Solid Dukung Megawati Kembali Jabat Ketum PDIP
“Seperti yang Pak Prabowo sampaikan kepada pendukungnya untuk berdoa tak perlu datang ke MK, kalau ada mobilisasi massa berarti di luar instruksi."
"Itu di luar kuasa kami karena kami menghormati hak konstitusional setiap warga negara untuk menggelar aksi unjuk rasa,” ujar Dahnil ditemui di posko BPN, Kebayoran Baru, Jaksel, Senin (24/6/2019).
Dahnil pun mengulang pernyataan Prabowo, akan menghormati segala putusan MK nantinya.
“Seperti yang Pak Prabowo sampaikan, kami menghormati apa pun keputusan MK. Yang penting masyarakat tahu mana yang sah, mana yang tidak sah melalui persidangan,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan juru bicara BPN lainnya, Sodik Mudjahid.
Sodiq mengatakan, Prabowo-Sandiaga telah mengimbau kepada para pendukungnya untuk tidak melakukan aksi unjuk rasa jelang putusan sengketa Pilpres 2019 pada 28 Juni mendatang.
"Ya sekali lagi BPN tetap pada permintaan, bukan imbauan lagi, Pak Prabowo untuk tidak melakukan itu."
"Justru kami sekarang minta kepada mereka, berdoalah di tempat ibadah," ujar Sodiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (24/6/2019).
Dengan adanya imbauan atau permintaan Prabowo-Sandi tersebut, Sodiq menegaskan, mereka yang tetap berunjukrasa tidak terkait dengan BPN atau pasangan calon Prabowo-Sandiaga.
"Dengan permintaan yang tegas itu, berarti kami nyatakan itu bukan dari BPN," katanya.
Terkait putusan MK, Sodiq yakin, hakim MK akan mengabulkan gugatan.
Ia yakin MK akan memproses aduan adanya kecurangan Pemilu, dan tidak menganggap selisih hasil Pilpres 2019 sebagai halangan untuk mengadili kecurangan tersebut.
"Keputusan apakah ditolak atau diterima, tapi Insyaallah dan mudah mudahan diterima dengan doa tadi."
"Kami juga serahkan nanti pada tim hukum dan pimpinan kita," katanya.