News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Tanggapan KPU hingga Mahfud MD soal Wacana Bawa Sengketa Pemilu ke Mahkamah Internasional

Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pihak beri tanggapan soal wacana bawa sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Internasional, dari KPU, Mahfud MD hingga Refly Harun.

TRIBUNNEWS.COM - Wacana pengajuan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Internasional mencuat setelah sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK memutus sengketa hasil Pilpres 2019 melalui sidang yang digelar pada Kamis (27/6/2019) kemarin.

Dalam putusannya, MK menolak seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tim hukun pasangan calon presideng nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Setelah putusan itu dibacakan oleh MK, muncullah wacana, pihak yang merasa tak puas akan membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional.

Wacana itu pun mendapat tanggapan dari sejumlah pihak termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Mantan Ketua MK, Mahfud MD.

Baca: Pasca Putusan MK, Ksatria Airlangga Dorong Jokowi Lebih Tegas dalam Penegakan Hukum

Baca: Demokrat: Setelah Putusan MK Koalisi Berakhir

Baca: Kisah Waryono dan Bondan Raih Cuan Melimpah dari Massa Aksi saat Sidang Sengketa Pilpres di MK

1. KPU tegaskan tahapan pemilu selesai pada putusan MK

Ketua KPU, Arief Budiman memberikan tanggapan terkait wacana dibawanya sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Internasional.

Arief menegaskan, tahapan pemilu tela selesai setelah dibacakannya putusan MK.

Jika ada pihak yang membawa perkara ini ke Mahkamah Internasional, Arief mengatakan hal itu berada di luar tahapan pemilu.

"Itu bukan tahapan pemilu. Maka jangan tanya KPU. Kalau dalam tahapan pemilu, yang dibikin KPU, hanya sampai putusan MK finalnya," kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2019) dilansir Kompas.com.

Menurut Arief, putusan MK bersifat final dan mengikat seluruh pihak.

Oleh karenanya, putusan MK wajib untuk dilaksanakan seluruh kalangan, tanpa terkecuali.

Hal ini, telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

"Tapi kalau tahapan pemilu yang diatur dalam UU Pemilu ya putusan MK itu final and binding dalam tahapan pemilu kita," ujar Arief.

Baca: Tanggapi Keputusan MK Soal Sengketa Pilpres, Faldo Maldini: Kekalahan Prabowo Bukan Kekalahan Ulama

Baca: Pasca Putusan MK, Jokowi-Prabowo Bertemu 30 Juni, Demokrat & PAN Sebut Koalisi Berakhir

Baca: Putusan MK Final, Prabowo Diminta Konsisten Menerima Putusan MK

2. Refly Harun

Pakar hukum tata negara, Refly Harun menjelaskan, sengketa pemilu tak dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.

"Ya enggak (bisa mengajukan sengketa pilpres ke Mahkamah Internasional) lah," ujar Refly saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/6/2019).

Ia mengatakan, perkara yang dibawa ke Peradilan Internasional biasanya terkait kasus pelanggaran HAM dan genosida.

Ia mengatakan, belum ada yurisprudensi peradilan internasional seperti International Criminal Court (ICC) menangani sengketa pemilu suatu negara.

Selain itu, Refly menyatakan, ICC hanya memiliki kewenangan menangani perkara pidana di suatu negara bila pengadilan di dalamnya tak berfungsi dengan baik lantaran ditekan oleh penguasa.

Dalam hal ini, Refly tak melihat MK mengalami tekanan saat memutuskan perkara sengketa Pilpres 2019 sehingga tak ada alasan peradilan internasional turut campur.

"Saya kira terlalu berlebihan kalau melihat MK lumpuh. Yang terjadi adalah hakim-hakimnya paling tidak, atau masih berpikiran konservatif. Kurang progresif. Itu saja mungkin. Tapi cara pandang hakim tidak boleh kita hakimi," lanjut dia.

Baca: Menebak Nasib Koalisi Adil Makmur Usai Putusan MK: Berikut Sinyal 5 Partai Pendukung Prabowo-Sandi

Baca: Nasib Partai Koalisi Prabowo-Sandiaga Pasca Putusan MK, PKS Beri Sinyal Solid Demokrat Ubah Haluan?

Baca: Prabowo & Jokowi Pidato Usai Putusan MK, Analis Komunikasi Amati Gesturnya: Batin di Bawah Tekanan

3. Mahfud MD

Mahfud MD pernah memberikan pendapat terkait kemungkinan dibawanya sengketa pemilu ke Mahkamah Internasional.

Dalam pendapatnya Mahfud MD menjelaskan, permasalahan sengketa hasil pemilu di sebuah negara tidak bisa dibawa ke Mahkamah Internasional.

Pengadilan internasional tidak melayani gugatan kontestan pemilu di suatu negara.

"Adapun PBB itu tidak mengadili sengketa hasil Pemilu, tidak mengadili gugatan kontestan Pemilu," kata Mahfud saat ditemui Tribunnews.com di KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu, 10 April 2019 lalu.

Sebab kata dia, pengadilan internasional hanya melayani soal sengketa antar negara seperti konflik, dan peradilan kriminal internasional yakni International Criminal Court di Den Haag, Belanda.

Yang mengadili sengketa kejahatan kemanusiaan seperti kejahatan perang, dan pemusnahan etnis atau genosida.

"Jadi, tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan orang mengadu ke peradilan internasional atau ke PBB, itu nggak ada," jelas Mahfud.

Maka, bila ada kelompok masyarakat atau seseorang yang tidak puas dengan hasil dan perjalanan pesta demokrasi di Indonesia, Mahfud menyarankan mereka mengajukan gugatan ke Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan MK.

"Tidak mungkin urusan Pemilu itu dibawa ke negara lain PBB dan sebagainya. Kita udah punya perangkat hukum, ada Bawaslu dan DKPP, ada pengadilan pidana dan ada Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

Hal itu disampaikan mahfud MD menanggapi Direktur Media dan Komunikasi BPN Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo yang mengatakan pihaknya akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Internasional.

Baca: Saat Media Internasional Ramai Beritakan Putusan MK Terkait Sengketa Pilrpes 2019

Baca: 4 Respons BPN Prabowo-Sandi Sikapi Putusan MK atas Sengketa Hasil Pilpres 2019

Baca: Pasca Putusan MK, Jaksa Agung Minta Jajarannya Rajut Kebhinekaan

Wacana membawa perkara pemilu ke peradilan internasional disampaikan oleh koordinator lapangan Aksi Kawal MK, Abdullah Hehamahua.

Abdullah Hehamahua mengaku akan melaporkan sistem IT KPU ke Mahkamah Internasional.

Menurut Abdullah, Mahkamah Internasional dapat melakukan audit terhadap IT KPU.

"Ya mereka bisa melakukan audit forensik terhadap IT di KPU bagaimana ada kecurangan," ujar Abdullah di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

Abdullah Hehamahua juga mengajak massa aksi untuk ikut menyambangi kantor Komnas HAM pada Jumat (28/6/2019).

"Besok usai salat Jumat di Masjid Sunda Kelapa kita akan datang ke Komnas HAM untuk melaporkan kasus KPPS yang meninggal," tutur Abdullah.

(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini