TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Mardani Ali Sera memberikan sinyal bahwa partainya akan memilih jadi oposisi dalam lima tahun pemerintahan ke depan.
"Secara etika, ketika Prabowo dan Koalisi Adil Makmur ditolak di MK, kami (PKS) membangun kekuatan oposisi," ujar Mardani dalam diskusi di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/6/2019).
"Saya menyebutnya oposisi konstruktif kritis ya. Sebab, di dalam terminologi kenegaraan kita tidak ada sebenarnya yang namanya oposisi. Yang ada, kekuatan di legislatif mengontrol kekuasaan," lanjut dia.
Menurut Mardani, rakyat Indonesia saat ini membutuhkan partai politik yang "kelaminnya" jelas.
Bukan partai politik yang pragmatis dan berubah-ubah jalur perjuangannya dalam mendapatkan kekuasaan.
"Negeri ini butuh kejelasan 'kelamin' dari partai politik. PKS ini selalu berusaha menghadirkan etika dan moral dalam ranah politik," ujar Mardani.
Baca: Sengketa Pilpres Mau Dibawa ke Mahkamah Internasional, Ini Kata Pengamat
Baca: Gerindra: Secara Tersirat Prabowo Sudah Ucapkan Selamat Kepada Jokowi
Namun bukan berarti partai politik yang tadinya oposisi kemudian menyatakan bergabung ke koalisi pendukung pemerintah adalah buruk.
Selama kebijakan tersebut didasarkan pada kepentingan masyarakat, itu pun baik adanya.
"Mencintai negeri ini, di dalam ataupun di luar pemerintahan, juga sama-sama baik kok," ujar Mardani.
"Namun yang jelas, kami (PKS) menyatakan, oposisi adalah posisi yang mulia dan kami siap berjuang. Kebijakan ini akan diputuskan juga di musyawarah Majelis Syuro," lanjut dia.
Sikap PAN
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan menyatakan, partainya siap menyeberang ke barisan koalisi partai politik pendukung pemerintah.
"Kami siap menyeberang. Mengatakan kepada rakyat bahwa PAN punya kebesaran hati untuk mendukung (pemerintah)," ujar Bara di tempat yang sama.
Namun, ini belum menjadi keputusan resmi PAN. Partainya akan menggelar musyawarah terlebih dahulu untuk mendiskusikan peluang tersebut.
Menurut Bara, Pemilu serentak 2019 lalu menyisakan keterbelahan yang tajam di tengah masyarakat Indonesia, yang disebabkan politik identitas.
PAN sebagai pihak yang terlibat di dalam pesta demokrasi tersebut memiliki tanggung jawab untuk "menyembuhkan luka" di masyarakat Indonesia.
"Ada luka dalam di masyarakat yang memang harus disembuhkan. Karena sebelumnya bekas ada tuduhan tidak mendasar, politik identitas, delegitimasi institusi negara," ujar Bara.
"Dalam rangka heal the nation, PAN ini punya tanggung jawab juga ya. Memang sikap seperti PAN dibutuhkan untuk saat ini," lanjut dia.
Karena itu, Bara juga yakin kubu Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai pemenangan Pilpres 2019 tidak hanya mendasarkan diri pada pertimbangan penambahan kekuatan di parlemen dalam hal koalisi tetapi juga mempertimbangkan heal the nation.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mardani Tegaskan, Indonesia Butuh Parpol yang "Kelaminnya" Jelas",
Penulis : Fabian Januarius Kuwado