News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Pengamat: Rakyat Akan Dirugikan Jika Pemerintahan Jokowi Berjalan Tanpa Oposisi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin terlihat menebar senyum saat tiba di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Minggu (30/6/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, muncul isu akan berakhirnya koalisi Adil Dan Makmur.

Bila benar koalisi itu bubar jalan, apa jadinya bila pemerintahan Presiden Jokowi berjalan tanpa oposisi?

Pengamat politik, Hendri Satrio menilai rakyat akan sangat dirugikan, jika pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin tanpa hadirnya oposisi.

"Buat rakyat jika tanpa oposisi tak enak. Karena tidak ada yang mengawal pemerintahan melalui masukan-masukan kritis yang membangun yang bisa diperankan oleh oposisi," ujar Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Minggu (30/6/2019).

Pun demikian bagi pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin akan dipertanyakan, jika tanpa ada oposisi.

Baca: Ditetapkan Jadi Presiden Terpilih, Jokowi Ajak Prabowo dan Sandiaga Sama-sama Bangun Negara

Baca: Marciano Norman Sangat Solid Dukungannya ke Ketum KONI Pusat, Kuncinya Persiapan yang Matang

Baca: Ganggu Kimi Raikkonen, Lewis Hamilton Turun Posisi Start pada F1 GP Austria 2019

Baca: Minta Kubu Pemenang Pilpres Tak Rendahkan yang Kalah, Mardani Ali Sera Bahas Surah Al-Insyirah

"Bagaimana menjaga marwahnya demokrasi dan pemerintahan untuk tetap berada di jalur yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, kalau tanpa oposisi? Karena kan tidak ada yang mengkritisi," demikian pertanyaan yang akan diajukan kepada Pemerintahan Jokowi pada periode keduanya 2019-2024.

Ia pun menyarankan kepada Jokowi-KH Maruf Amin untuk benar-benar menyamakan visi dan misinya terlebih dahulu kepada partai dari oposisi yang akan bergabung ke pemerintahan kedua yang akan dipimpinnya.

"Sebelum menawarkan kursi Menteri, yang lebih penting itu adalah bagaimana ide-ide atau gagasan dari oposisi bisa diterima dan dijalankan oleh koalisi Jokowi," jelasnya.

"Itu lebih efektif ketimbang menawarkan jatah kursi Menteri," imbuhnya.

Kenapa demikian?

Menurut dia, kalau semangat dan visi-misinya berbeda, maka itu akan sangat berbahaya bagi pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin.

Sehingga pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin tidak lagi menjadi sejalan dan efektif dalam menjalankan program kerjanya.

"Akan beda jalannya nanti. Karena Jokowi akan diganggu oleh partai-partai koalisinya dalam bekerja nantinya," jelasnya.

Sinyal 5 partai

Arah politik, parta-partai yang tergabung dalam koalisi Adil Makmur pun menjadi pembicaraan hangat setelah putusan MK.

Diketahui lima partai politik, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Berkarya tergabung dalam Koalisi Adil Makmur.

Beberapa partai dalam koalisi tersebut sedari awal sudah menegaskan akan menentukan arah politiknya setelah putusan MK.

Sinyal opsi akan bergabung dengan partai pemerintah atau Koalisi Indonesia Kerja, atau opsi tetap bersama Koalisi Adil Makmur untuk menjadi partai oposisi di parlemen sudah ditunjukan masing-masing elite partai.

1. Sinyal partai Berkarya

Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Utomo, mengisyaratkan bila partai besutan Tommy Soeharto tersebut tetap berada dalam lingkaran koalisi Adil Makmur apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Saya menganut mazhab bahwa membangun oposisi yang konstruktif dan kuat ke depan adalah pekerjaan halal dan barokah," kata Priyo di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).

Priyo memaklumi bahwa tak semua pihak di mana pun tak memiliki pertimbangan seperti dirinya.

"Godaan pragmatisme politik kan ada di depan kita. Semua ini tergantung bagaimana kita untuk hal ini," lanjutnya

2. Sinyal PKS

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengajak semua koalisi Adil Makmur dan Rakyat Indonesia menjadi Oposisi Konstruktif bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo–Maruf Amin.

"Saatnya kita merapikan barisan untuk menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah. Selama kita istiqomah membela rakyat sama saja kebaikan yang di dapat, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan," kata Mardani Ali Sera kepada Tribunnews.com, Jumat (28/6/2019).

Menurut Mardani Ali Sera, koalisi Adil Makmur sangat layak diteruskan menjadi kekuatan penyeimbang untuk mengawal agar pembangunan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat.

"Saatnya Membangun Oposisi kritis dan konstruktif. Untuk pembangunan bangsa berkelanjutan yang efektif perlu dikawal bersama, agar kesalahan-kesalahan periode sebelumnya bisa diperbaiki untuk kemakmuran rakyat," tegas Mardani Ali Sera.

"Kita berharap dan berdoa semoga kedepan bangsa ini memperoleh keberkahan, memuliakan ulama dan mencintai rakyatnya," ucapnya.

3. Sinyal Gerindra

Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri tidak ingin Prabowo Subianto bertemu Jokowi bila membicarakan tawaran koalisi.

"Kalau saya bilang jangan (bertemu), proses demokrasi itu adalah pemilihan," ujar Maher di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis tengah malam, (27/6/2019).

Dalam negara demokrasi idealnya menurut Maher pihak yang menang berada di pemerintahan, sementara yang kalah menjadi oposisi.

Sehingga, ada Check and Balance dan menjalankan roda pemerintahan.

"Jadi yang kalah biar tetap kalah, yang menang, (tetap) menang. Biar yang kalah di luar menjadi oposisi, kalau enggak, bukan demokrasi. Masa semua pada kongko-kongko. Jangan, yang sehat dong. Selalu ada check and balance, jadi yang kuasa dikontrol oleh oposisi," katanya.

Apalagi menurutnya, Prabowo didukung oleh 45 persen pemilih di Indonesia.

Jumlah tersebut bukan lah kecil.

Amanat 45 persen pemilih tersebut yang harus tetap dijaga.

"Oposisi serius loh. 45 persen itu bukan kecil. Besar sekali, makanya, ini kan bukan masalah prabowo atau apa, ini masalah 45 persen itu 70 juta lebih. Harus dihargai," katanya.

Terkait kabar adanya internal Gerindra yang menginginkan adanya rekonsiliasi dan masuk koalisi pemerintah,menurut Maher merupakan hal yang biasa di negera demokrasi.

"Dimana mana itu selalu ada yang pro kontra. Namanya negara demokrasi engga ada yang diberangus, oh, lo pro atau lo kontra. Lo pun bebas, lo boleh kasih pendapat, engga ada yang menolak (melarang)," pungkasnya.

4. Sinyal Demokrat

Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan mengatakan koalisi partai pengusung pasangan calon presiden pada Pemilu 2019 telah berakhir.

Termasuk koalisi Adil Makmur yang mengung pasangan calon Prabowo-Sandiaga.

"Koalisi 5 partai politik ini dalam rangka mengusung pasangan calon presiden dan cawapres. Kemarin setelah diketuk putusan oleh MK, tak ada lagi calon presiden. Yang ada adalah presiden terpilih, ada presiden tidak terpilih. Maka koalisi untuk pasangan calon presiden itu telah berakhir," kata Hinca di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).

Pertemuan pada hari ini pun bakal disampaikan Hinca kepada Majelis Tinggi Partai Demokrat, sehingga keputusan apakah bakal merapat ke pemerintah belum bisa diputuskan dalam waktu dekat.

"Kami sedang menuntaskan ini dulu satu-satu. Kalau ibarat pertandingan itu sudah ditiup, selesai, tentu salam-salam. Jadi sebelum ditiup enggak mungkin salaman," katanya.

Dikutip dari kompas.com, Ketua Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyatakan partainya siap berada di dalam dan luar koalisi pemerintahan periode 2019-2024.

Meski demikian, ia mengatakan, Demokrat siap mendukung bila diminta Presiden Joko Widodo bergabung ke koalisi pemerintahan.

"Kalau Pak Jokowi meminta tentu kita siap mendukung beliau. Kalau tidak diminta kita juga siap," ujar Ferdinand saat dihubungi, Selasa (25/6/2019).

"Partai Demokrat tak akan mengajukan diri untuk diambil sebagai partai koalisi pemerintah. Tetapi kami lebih pasif dan akan menunggu. Kalau beliau mengajak tentu kami akan melakukan komunikasi nanti," tambahnya.

Ia menambahkan, saat ini partainya intensif menjalin komunikasi dengan koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Bahkan, komunikasi Demokrat lebih intensif dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf dibandingkan dengan koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ferdinand menambahkan, komunikasi Demokrat dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf saat ini sedang menyamakan persepi ihwal masalah-masalah pembangunan di Indonesia.

Ia mengatakan, komunikasi tersebut tak langsung menjurus membahas pembentukan koalisi pemerintahan.

Menurut dia, jika nantinya Jokowi mengajak Demokrat bergabung, maka komunikasi berlanjut antara Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jokowi langsung.

"Apakah Pak Jokowi sebagai pemimpin presiden terpilih akan mengajak Partai Demokrat? Kalau beliau mengajak tentu kami akan melakukan komunikasi nanti. Dan level komunikasinya tentu pasti akan dengan ketua umum," lanjut Ferdinand.

5. Sinyal Partai Amanat Nasional (PAN)

Dikutip dari kompas.com, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan koalisi Adil dan Makmur telah berakhir menyusul hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan dalam sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan Tim Hukum 02.

Zulkifli memastikan, berakhirnya koalisi Adil dan Makmur tersebut sudah berdasarkan restu dari Prabowo sendiri.

"Saya tadi lama di tempat Pak Prabowo dari setengah dua sampai setengah lima. Pak Prabowo tadi menyampaikan ke saya dengan berakhir putusan MK, maka Koalisi (Adil dan Makmur) sudah berakhir," kata Zulkifli Hasan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/6/2019) malam.

Karena itu, terang Zulkifli, Prabowo pun mempersilakan kepada partai-partai di dalam koalisi Adil dan Makmur mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan langkah ke depan.

"Silakan partai-partai mengambil inisiatif sendiri," kata Zulkifli menirukan pernyataan Prabowo.

Zulkifli memastikan, PAN akan segera melakukan rapat internal untuk menentukan langkah dan sikap partai.

Rapat internal partai, ujarnya, akan segera dilakukan dalam waktu dekat.

Meski demikian, dalam pemaparannya, Zulkifli tak menyebutkan apakah PAN akan memutuskan untuk mencoba bergabung dengan petahana atau tidak.

"Nanti akan ditentukan waktunya," kata Ketua MPR RI ini.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini