Inilah lima berita terkini soal koalisi. Gerindra belum tentukan sikap dan Demokrat belum satu suara.
TRIBUNNEWS.COM - Isu terkait peluang partai politik menjadi oposisi atau berkoalisi dengan pemerintah terpilih, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, masih jadi bahan perbincangan.
Hingga saat ini, belum ada pergerakan 'terbaru' dari partai yang tergabung dalam pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
Mereka, Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat, dan Partai Berkarya belum memutuskan apakah bergabung dengan koalisi Jokowi atau jadi oposisi.
Demokrat, misalnya yang mengaku belum satu suara dalam menentukan sikap politiknya.
Termasuk Gerindra dan PKS yang juga belum bisa menentukan sikap politiknya pasca-pembubaran koalisi Adil dan Makmur.
Baca: Demokrat Tentukan Sikap Arah Koalisi Setelah Peringatan 40 Hari Meninggalnya Ani Yudhoyono
Baca: Bagaimana Jika Gerindra Gabung Koalisi Pemerintah? Ini Dampaknya bagi Demokrasi Tanpa Oposisi
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Andre Rosiade mempersilakan bila ada partai di koalisi Prabowo-Sandi merapat ke Jokowi.
Lantas, apa kata pengamat terkait peluang Gerindra bila ingin gabung koalisi?
Berikut lima berita terkini soal koalisi, sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Demokrat belum satu suara
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan mengatakan, sikap kader Demokrat masih terbelah.
Ada yang menyatakan ingin bergabung ke dalam koalisi pendukung pemerintah.
Ada pula yang tetap bersikukuh berada di oposisi
Hal ini membuat partai berlambang Mercy itu belum menentukan sikap politik pasca-Pilpres 2019.
"Per hari ini ada yang mau minta di oposisi saja atau di luar seperti sekarang."
"Ada juga yang berpendapat bagus bersama-sama (koalisi pendukung pemerintah)," kata Hinca di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Baca: Partai Demokrat Masih Terbelah: Dukung Jokowi atau Oposisi
Baca: Peluang Gerindra, PAN dan Demokrat Gabung Jokowi, Mahfud MD Sindir Pendukung Fanatik: Kecewa Sendiri
Penentuan keputusan semakin kompleks lantaran melihat peta dukungan di akar rumput.
Di 80 daerah pemilihan Partai Demokrat yang unggul, ada daerah yang Pilpres-nya dimenangkan Jokowi-Ma'ruf.
Namun tidak sedikit juga yang dimenangkan oleh Prabowo-Sandiaga.
Oleh sebab itu, lanjut Hinca, arah politik Partai Demokrat nantinya akan ditentukan di forum Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Setelah sikap politik ditetapkan, kata Hinca, seluruh struktur partai dipastikan mengikuti arahan tersebut.
"Ada yang unggulnya Pak Jokowi, ada yang unggulnya Pak Prabowo, ini keniscayaan."
"Namun demikian di Demokrat kalau sudah diputuskan oleh ketum maka semuanya ikut," ujar Hinca.
2. Ketua DPP PKS ingin pendukung 02 jadi oposisi
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mengatakan, partainya belum menentukan arah dan sikap pasca-Pilpres 2019 hingga saat ini.
Artinya, PKS belum menentukan apakah jadi oposisi atau masuk dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf.
Namun, Mardani mengatakan, para pendukung Prabowo ingin seluruh parpol yang mendukung Prabowo-Sandi jadi oposisi.
"Saya pribadi mendapat banyak masukan dari pendukung PKS dan pendukung Pak Prabowo, hendaklah seluruh koalisi 02 bertransformasi menjadi kekuatan oposisi yang kritis dan konstruktif," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Secara pribadi, Mardani setuju jika PKS, Gerindra, PAN, dan Demokrat memutuskan menjadu opsisi.
Dengan demikian, terdapat lima partai pendukung pemerintah dan empat partai oposisi di parlemen.
Baca: PKS Ajak Partai Pendukung Prabowo-Sandi Jadi Oposisi
Baca: Sarankan Gerindra, PAN dan PKS Tetap Oposisi, Politikus NasDem : Baik Bagi Demokrasi
3. Gerindra belum tentukan sikap
Sama seperti PKS, Gerindra juga belum menentukan sikap politik setelah pembubaran koalisi partai pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.
"Kami masih punya waktu cukup panjang sampai dengan pelantikan sehingga proses ini akan terus berlangsung," kata Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
"Insya Allah perkembangan itu saudara-saudara (media) akan ikuti semua," tambahnya saat ditemui di media center pasangan Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Menurut Muzani, Partai Gerindra akan terus berkomunikasi dengan empat partai lainnya mesti secara resmi tak lagi berada dalam satu koalisi.
Keempat partai tersebut yakni PKS, PAN, Demokrat, dan Partai Berkarya.
Di sisi lain, kelima sekjen parpol telah menyepakati pembentukan kaukus yang bertujuan sebagai wadah komunikasi politik secara informal.
Muzani mengatakan, melalui kaukus tersebut, partai yang pernah mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga dapat membahas langkah-langkah kerja sama di berbagai forum.
Baca: Gerindra Tolak Rekonsiliasi Untuk Bagi-bagi Jabatan
Baca: Peluang Gerindra, PAN dan Demokrat Gabung Jokowi, Mahfud MD Sindir Pendukung Fanatik: Kecewa Sendiri
4. Wasekjen Gerindra persilakan bila ada yang mau gabung ke koalisi Jokowi
Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra, Andre Rosiade buka suara terkait sejumlah partai di koalisi Prabowo-Sandi yang ingin bergabung dengan Jokowi.
Apalagi Prabowo telah membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur pasca-putusan MK.
Menurutnya, alasan Prabowo membubarkan koalisi Adil dan Makmur untuk mengembalikan mandat partai masing-masing.
"Bubarkan itu kan sengaja oleh Pak Prabowo untuk mengembalikan mandat, karena koalisi ini kan dibangun berdasarkan Pilpres 2019."
"Setelah Pilpres selesai prosesnya selesai tentu mandatnya dikembalikan," ungkap Andre Rosiade dalam acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, edisi Senin (1/7/2019),
Dengan hal tersebut diharapkan setiap partai dapat menentukan pilihannya sendiri.
"Sehingga partisipasi partai punya ide untuk menentukan pilihan. Kami kan tidak ingin menyandera juga kalau ada yang mau pindah atau loncat pagar."
"Jadi kita kembalikan masing-masing partai," sambung Andre Rosiade.
Baca: Gerindra Bantah Ditawari Posisi Menteri
Baca: Bagaimana Jika Gerindra Gabung Koalisi Pemerintah? Ini Dampaknya bagi Demokrasi Tanpa Oposisi
5. Peluang Gerindra gabung koalisi Jokowi-Ma'ruf
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio berpendapat, selain PAN dan Demokrat, Gerindra juga berpeluang bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf.
Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.
"Gerindra apakah mungkin? Itu mungkin saja terjadi. Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).
Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono periode 2009-2014, Partai Gerindra menempatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.
Demikian pula pertengahan 2014-2019 atau pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Pasti ada kader kader atau simpatisannya Gerindra yang 'dahaga'," kata Hendri.
Di sisi lain, Hendri menilai, hanya PKS yang akan tetap menjadi oposisi pemerintah.
Menurut dia, elektabilitas PKS cenderung meningkat jika menjadi oposisi ketimbang bergabung dalam pemerintahan.
Pada Pemilu 2009, PKS mendapatkan perolehan suara sebanyak 8.206.955 suara atau 7,88 persen.
Saat itu, PKS mendukung pasangan capres-cawapres terpilih Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Namun, perolehan suara PKS turun menjadi 8.480.204 atau 6,79 persen pada Pemilu 2014.
Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, PKS mengambil posisi sebagai oposisi pemerintah.
Suara PKS meningkat tajam pada Pileg 2019, yakni dengan perolehan 11.493.663 suara atau 8,21 persen.
"Sejarahnya PKS kalau ada di luar pemerintahan itu elektabilitasnya justru naik."
"Kalau dia di posisi oposisi elektabilitasnya pasti naik," kata Hendri.
"Feeling politik saya kemungkinan besar yang tidak masuk ke dalam koalisi pemerintahan justru hanya PKS," kata dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Lita Andari) (Kompas.com/Ardito Ramadhan/Kristian Erdianto)