Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais mengatakan konstelasi politik setelah Pilpres 2019 jangalah terlalu dibesar-besarkan.
Jangan dianggap seolah-olah bangsa Indonesia akan pecah atau terjadi huru hara usai gelaran Pemilu presiden.
"Jadi saya ingin katakan kita sikapi sesuatu yang amat sangat kecil lah, masalah ini jangan dibesar-besarkan, kemudian seolah akan pecah, akan ada huru hara, itu jauh dari kamus bangsa Indonesia," kata Amien Rais di Jalan Daksa Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, (15/7/2019).
Menurut Amien Rais Indonesia pernah mengalami kejadian yang lebih besar ketimbang ketegangan di Pemilu Presiden 2019.
Baca: Wanita Ini Lepas Pakaian Dalam demi Bisa Duduk di Kereta tapi Tak Seorang Pun yang Berikan Kursinya
Baca: Didampingi Wijin Sang Pacar, Gisel Akhirnya Buka-bukaan Soal Alasan Ceraikan Gading Marten
Baca: Isi Surat Prabowo untuk Amien Rais: Pak Amien Keutuhan Bangsa dan NKRI Lebih Saya Pentingkan
Baca: Upaya Selesaikan Kasus Ikan Asin, Barbie Kumalasari Sebut Fairuz A Rafiq sebagai Saudari
Dua diantaranya yakni pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 dan pengkhiantan PKI pada 1965.
"Ini cuma enteng saja. Ini enteng saja engga usah dibesar-besarkan," katanya.
Menurut Amien Rais jangan sampai setelah Pilpres seolah-oleh seperti bencana gempa bumi.
Kehidupan di dunia menurutnya bukan hanya kekuasaan atau kursi jabatan.
"Dunia itu cuma apasih ya. Jadi yang ngomong dunia itu seolah kursi itu sesuatu yang hebat, itu saya kira itu belum paham arti kehidupan," tuturnya.
Karena itu, Amien Rais setuju bila ada rekonsiliasi antara Jokowi dengan Prabowo yang bertujuan untuk merajut persatuan dan kesatuan.
Asalkan jangan sampai rekonsiliasi kemudian diartikan dengan bagi-bagi kekuasaan atau jabatan.
"Sekali lagi, jadi saya mendukung rangkulan bersama antara semua tokoh, cuma saya wanti-wanti, jangan mencoba kemudian mengaburkan, (membuat) ga jelas lagi. Nanti kalau ada seuatu yangg kurang bagus, engga ada oposisi. Sehingga demokrasi lama-lama akan berubah jadi yang otokrasi jadi sistem yang otoriter," katanya.
Bodong
etua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais setuju bila rekonsiliasi antara Joko Widodo dengan Prabowo Subianto untuk mempersatukan masyarakat.
Hanya saja ia tidak setuju bila rekonsiliasi diartikan sebagai bagi-bagi kekuasaan atau jabatan di pemerintahan.
Pernyataan Amien tersebut menyikapi pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di Stasiun MRT, Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Sabtu, (13/7/2019).
Menurut Amien bila sistem pemerintahan demokrasi tanpa opoisi, maka demokrasinya bodong.
"Mengapa kalau demokrasi tanpa oposisi itu denokrasi bohong2an jadi demokrasi bodong. Wong demokrasi ga ada oposisi gitu," kata Amien.
Mantan Ketua MPR itu mengatakan dalam sistem demokrasi ada mekanisme pengawasan dan penyeimbang (Check and Balance). Jalannya roda pemerintahan diawasi oleh parlemen.
Baca: Posisi Jaksa Agung Bakal Tetap Diisi Nasdem, Ini Kata Johnny G Plate
"Jadi eksekutif melangkah dengan macam-macam langkah eksekutifnya itu, itu lantas yang mencek dan balance itu namanya prelemen," katanya.
Menurut Amien bila semua partai masuk ke dalam pemerintahan maka fungsi parlemen hanya akan menjadi juru bicara pemerintahan. Bila hal tersebut terjadi maka akan menjadi lonceng kematian demokrasi.
"Jadi saya katakan sebaiknya teruskan merajut merah putih jangan sampai pecah, tetapi soal kekuasaan berikan percayain kesempatan yang utuh ke Jokowi dan Ma'ruf Amin dengan menterinya nanti lima tahun kita awasi dan itulah imbas demokrasi," pungkasnya.
Petinggi PAN Kirim Sinyal Berbeda
Sinyal berbeda justru disampaikan petinggi PAN, Bara Hasibuan. Bertolak belakang dengan Amien, Waketum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut justru menyatakan partainya itu siap untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia mengungkapkan partainya bisa ikut andil menjadi bagian dari pemerintah.
Yakni dengan ikut mengambil alih posisi di pemerintahan hingga pimpinan di parlemen.
"Saya pikir kan manifestasi macam-macam. Tentu bisa di pemerintahan, bisa di pimpinan DPR, MPR. Tentu kita perlu tempat yang bisa bekerja nyata untuk bantu Jokowi. Apakah di pemerintahan, kabinet, atau di parlemen itu manifestasi macam-macam," ungkap Bara di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Ia menambahkan, keberadaan koalisi Prabowo - Sandi sudah berakhir.
Baca: Bersama Anaknya yang Baru Berusia 4 Tahun, Anggota DPRD Merangin Ini Naik Haji Pakai Motor
Baca: Pria Bunuh Adik Ipar Akibat Sakit Hati Hubungan Suami Istrinya Sering Diintip, Berikut Kronologinya
Posisi PAN saat ini tidak berada dalam kubu mana pun.
Ia mengatakan mayoritas kader di tingkat provinsi menginginkan PAN untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi lima tahun kedepan.
"Ada yang menyatakan terang-terangan bergabung dengan Pemerintahan Jokowi yang dinilai sebagai langkah yang realistis dan logis sebagai positioning PAN lima tahun ke depan," terangnya.
Ia mengakui, jika nantinya PAN bergabung, maka akan memerlukan komitmen baru karena PAN berada di kubu Prabowo-Sandi.
Ia menyebut, hal tersebut bisa dibicarakan dan menurutnya, meski Jokowi menang, partai koalisinya tak bisa mengambil seluruh 'jatah'.
"Kami mengerti kebutuhan sekarang ini pak Jokowi sebagai pemenang dan partai koalisinya mempunyai sikap mereka tidak bisa winner take all bahwa dengan tantangan dan polalirasi yang sangat tajam ini perlu membangun pemerintahan yang inclusive government," pungkas Bara.