TRIBUNNEWS.COM - Simak episode Tribunnews Podcast selengkapnya di Spotify.
Diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar Sidang Isbat (penetapan) 1 Ramadan 1443 H pada Jumat (1/4/2022) petang.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib, menjelaskan bahwa sidang Isbat akan mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.
Kedua cara tersebut sudah tertuang pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 dan UU Nomor 3 Pasal 25 A.
Lantas, apa bedanya metode Rukyat dan Hisab?
Metode Rukyatul Hilal
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, rukyatul hilal secara harfiah artinya melihat bulan secara langsung melalui alat bantu seperti teropong.
Aktivitas pengamatan ini berfokus pada visibilitas hilal atau bulan sabit muda saat matahari terbenam sebagai tanda pergantian bulan pada kalender Hijriah.
Namun, jika cuaca terhalang gumpalan awan atau mendung, tak jarang rukyatul hilal menemui kesulitan untuk melihat bulan sabit muda.
Jika hal itu terjadi, maka hilal dianggap tak terlihat sehingga penentuan awal puasa Ramadan digenapkan pada lusa berikutnya.
Petugas yang melakukan rukyatul hilal di antaranya ahli astronom, pimpinan pondok pesantren, ahli klimatologi hingga masyarakat umum yang ingin terlibat langsung.
Dalam tradisi tiap tahun, pemantauan hilal akan dikoordinir oleh Kemenag yang bekerja sama dengan ormas serta para pakar dari BMKG, Lapan, dan pondok pesantren, untuk melakukan perhitungan soal ketinggian hilal agar tidak terjadi 'salah lihat'.
Sebab terdapat aturan baku sebagai syarat terlihatnya hilal, yakni jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya yang kebetulan terlihat kasat mata di angkasa.
Sementara itu, obyek yang masuk dalam definisi hilal apabila bulan yang dilihat memiliki ketinggian di atas 2 derajat, elongasi atau jarak sudut matahari-bulan 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak atau penetapan keputusan bersama.
Metode Hisab
Metode hisab dimaksudkan pada perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan sebagai tanda dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.
Metode hisab bisa dilakukan berdasarkan perhitungan pasti yang sudah digelar jauh hari sebelum masuk bulan Ramadan.
Metode ini mengalami perkembangan di Indonesia dan memiliki beberapa rujukan dari kitab dan sudah menggunakan metode kontemporer.
Untuk menentukan awal bulan Ramadan atau bulan yang lain dalam kalender Hijriah seperti Syawal dan Dzulhijah, Kemenag menggunakan penggabungan data ephemeris antara hisab dan rukyat.
Baik metode hisab maupun rukyat, keduanya merupakan sebuah cara untuk menentukan awal bulan yang saling membantu karena sifatnya sains dan bisa dikaji oleh para ahli.
Mengapa Ada Perbedaan?
Perbedaan jatuhnya awal puasa Ramadhan di Indonesia memang kerap terjadi.
Adanya kemungkinan perbedaan dalam penetapan jatuhnya 1 Ramadhan 1443 Hijriyah atau awal puasa Ramadhan 2022 kini tengah hangat diperbincangkan.
Tahun ini, Muhammadiyah melalui maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 telah menetapkan jatuhnya 1 Ramadhan 1443 Hijriyah adalah pada 2 April 2022.
Sementara Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) yang berada di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan munculnya hilal sebagai tanda awal puasa Ramadhan 1443 Hijriah akan jatuh pada 3 April 2022.
Walau begitu, pemerintah baru akan menetapkan awal Ramadhan 2022 melalui sidang isbat pada 1 April 2022 mendatang.
Prediksi Perbedaan Awal Puasa Ramadhan 2022
Dilansir dari Kompas.com, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) mengungkap prediksi terjadinya perbedaan jatuhnya 1 Ramadhan 1443 Hijriah dari hasil kedua metode tersebut.
Diperkirakan hasil rukyat akan menghasilkan keputusan bahwa 1 Ramadhan 1443 akan jatuh pada 3 April 2022.
Hal ini tentunya dan berbeda dengan hasil hisab Muhammadiyah yang sudah lebih dulu mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1443 akan jatuh pada 2 April 2022.
Namun keputusan ini akan menunggu hasil sidang isbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI.
Diketahui sidang isbat akan akan menggabungkan kedua metode sebagai rujukan awal bulan Ramadhan 2022 secara nasional.
Dilansir dari laman kemenag.go.id, waktu penyelenggaraan sidang isbat 2022 juga telah disepakati.
Penentuan waktu sidang isbat dilakukan dengan menggunakan hasil hisab di mana waktu ijtimak menjelang Ramadhan akan jatuh sekitar pukul 13.24 WIB di hari Jumat, 1 April 2022 atau bertepatan dengan 29 Sya'ban 1443 H. (*)