TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah sudah selayaknya menaikkan harga rumah bersubsidi.
Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kenaikan barang-barang pendukungnya.
Wakil Ketua Umum REI Bambang Ekajaya mengatakan, kenaikan harga bahan bangunan saja telah lebih dari 30 persen.
Belum lagi harga BBM dan biaya operasional yang sudah melonjak.
Baca juga: Pemerintah Tekankan Pentingnya Sektor Properti Dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional
"REI telah mengusulkan adanya aturan penyesuaian harga rumah subsidi sejak kuartal tiga 2022," kata Bambang dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (5/2/2023).
Bambang mengatakan, yang diminta anggota REI adalah pemerintah menaikkan kenaikan harga rumah subsidi sebesar 7%.
“Kenaikan 7% adalah jalan tengah agar pengembang tetap bisa beroperasi dan konsumen masih bisa menjangkau harga rumah susidi,” ujar Bambang.
Bambang menuturkan, rumah subsidi di negara-negara lain adalah kewajiban pemerintah.
Akan tetapi di Indonesia sebagian besar pembangunan rumah subsidi dilaksanakan swasta dengan insentif-insentif dan kemudahan, termasuk pembiayaan.
Ia bilang, bisnis pembangunan rumah subsidi memang bermargin terbatas tapi dengan volume yang tidak terbatas.
Saat ini, backlog kepemilikan perumahan Indonesia hampir mencapai 13 juta dan terus tertambah.
Oleh karena itu agar bisa mencapai target pemerintah yakni 1 juta per tahun diperlukan juga konsistensi pembiayaan bersubsidi dan support pemda dari perijinan sampai dengan sertifikasi penunjang lainnya.
Baca juga: Properti di Kabupaten Tangerang Kian Diminati, Harga Rp800 Juta hingga Rp2 Miliar Banyak Dibeli
Bambang menyebut, setiap keterlambatan akad akan mengerus margin pengembang.
“Justru yang terpenting adalah ketersediaan KPR bersubsidinya dan tentu kemudahan dalam proses perijinan agar semua bisa berjalan on the track,” terang Bambang.
Lebih lanjut Bambang menyambut baik dengan dinaikannya batas maksimal penghasilan calon.pembeli rumah subsidi.
Jika aturan lama batas maksimal penghasilan masayarakat berpenghasilan rendah (MBR) adalah kurang dari Rp 6 juta per bulan, maka saat ini batasan MBR menjadi sampai dengan Rp 7 juta per bulan.
Baca juga: OK Bank Garap Pembiayaan Konsumer untuk Renovasi Properti
Hal tersebut terbilang bagus untuk memperluas pasar konsumen yang berhak mendapat subsidi.
Selain MBR, Bambang meminta pemerintah juga membantu masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT).
Sebab, saat ini masyarakat yang tergolong MBT relatif mendominasi tenaga kerja di Indonesia.
Bambang menilai kaum milenial saat ini tergolong MBT yang sulit membeli rumah.
“(MBT) Yang penghasilannya sedikit diatas MBR langsung dikenakan bunga komersial non subsidi,” ujar Bambang.
Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan, aturan penyesuaian harga rumah subsidi masih dalam proses pembahasan dengan Kementerian Keuangan.
Endra belum bisa memastikan kapan aturan tersebut akan terbit.
"Masih dalam pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dengan tim dari BKF," ujar Endra.
Sebagai informasi, dalam Keputusan Menteri PUPR No.242/KPTS/M/2020 salah satu poinnya berisi pengaturan tentang harga rumah subsidi yang disesuaikan dengan wilayah.
Tercatat, harga rumah subsidi di wilayah Jawa adalah Rp 150,5 juta, harga di wilayah Jabodetabek sebesar Rp 168 juta, harga di wilayah Sumatra sebesar Rp 150,5 juta.
Lalu harga rumah subsidi di wilayah Bangka Belitung Rp 156,5 juta, Maluku Rp 168 juta dan di Papua seharga Rp 219 juta. (Vendy Yhulia Susanto)