Pada aturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp 150,5 juta-Rp 219 juta.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kenaikan batasan itu mengikuti kenaikan rata-rata biaya kontruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
Menurut dia, sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2010 lalu, sudah lebih dari 2 juta masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapatkan rumah subsidi.
"Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi, sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau," katanya.
Baca juga: Pemerintah Akan Terbitkan Aturan Baru Rumah Subsidi, Harga Naik Mulai Juni 2023
Menurut dia, fasilitas pembebasan PPN itu ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk MBR yang ditargetkan oleh pemerintah.
Terbitnya PMK itu juga bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni, serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal.
Komitmen itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan peningkatan akses rumah layak huni dari 58,75 persen menjadi 70 persen.
"Selain itu, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat," jelasnya.
Sebagai informasi, fasilitas pembebasan PPN itu juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, pemda dan/atau pempus.