TRIBUNNEWS.COM - Tarian Sufi. Demikian jenis tarian modern yang menyuguhkan pesan kaum sufi itu kerap disebut.
Dalam tarian itu banyak sekali memunculkan suatu gerakan dengan isi pesan keimanan di dalam agama Islam.
Satu karya tari sufi itu diberi judul Sakaratul Maut.
Tarian karya Alfiyanto, seorang dosen mata kuliah Penciptaan Tari di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, ini mengusung pesan peringatan bagi dirinya dan penonton tentang kematian yang akan mendatangi setiap orang dengan caranya sendiri.
Sesuai dengan konsepnya, sang dosen selaku koreografer dan sekaligus menjadi penarinya menyuguhkan tarian itu seorang sendiri.
Sebab, kematian hanya akan dirasakan secara berbeda oleh tiap manusia.
Perbedaan itu tentunya sesuai dengan kayakinan dalam Islam, bergantung pada amal perbuatan semasa hidupnya.
Saat tari itu dipentaskan, kesendirian sosok tubuh penari hanya berbalutkan kain putih.
Suasana sekitar yang terlihat temaram seakan mendukung pada konsep kesendirian yang didatangi sang malaikat maut.
Media sebuah meja yang ada pun diberi warna gelap untuk memberi kesan kesendirian melengkapi sosok manusia yang tengah berada di antara dua alam, yakni alam dunia, dan alam barzah.
Kotak-kotak kain di-setting berjajar membentang bagaikan titian jalan setapak. Kotak ini terlihat memantulkan cahaya dari warna putihnya.
Gerak si penari pun lebih banyak menggambarkan sosok manusia yang gelisah.Seperti takut didatangi malaikat maut.
Gerakan tubuhnya pun terlihat seakan berontak, dan menolak kelancaran proses sakaratul maut.
Gestur kesakitan yang dirasakan sesuai dengan gerakan penari. Ia terlihat berkali-kali meregang dan bergelinjang, untuk akhirnya sampai juga pada proses lepasnya jiwa dari raga.
"Tarian yang dibawakan ini sosok manusia yang amal baiknya sedikit sehingga memiliki rasa ketakutan saat menghadapi Sakaratul Maut. Selain takut, sosok ini juga merasakan beratnya memikul beban amal buruk. Itu gambaran takut," tutur Alfiyanto saat ditemui Tribun seusai pertunjukannya di Gedung Kesenian Sunan Ambu STSI Bandung.
Tarian yang didukung komunitas tari Wajiwa Bandung Dance Theatre itu merupakan bagian dari suguhan acara Korma Manis (Kontemplasi Ramadan ala Pemanis) yang digelar UKM Pemanis (UKM yang menjadi wadah kegiatan yang mengarah pada pemahaman nilai-nilai Islam).
Menurut Alfiyanto, yang sejak tahun 2005 mengajar di STSI Bandung, sejak tahun itu pula koreografer dan penari asal tanah Minang ini fokus pada tarian sufi.
Penyebutan tarian sufi untuk karyanya, diakui Alfiyanto, masih terlalu dini. Ia lebih suka menyebutnya dengan tarian yang diilhami pengalaman rohani.
"Kelompok kami (Wajiwa Bandung Dance Theatre) pertama kali tampil pada Maulid Nabi tahun 2005 yang kebetulan mengundang pengamat Ustaz Jalaluddin Rahmat. Akhirnya didukung Kang Jalaluddin agar kelompok ini rutin menggelar acara seni religi dan ditetapkan saat itu sebagai kelahiran kelompok ini," tutur Alfiyanto.
Sejak tahun 2005 itu, Alfiyanto hampir selalu diajak dan diberi ruang untuk menari di sela acara tausiah KH Jalaluddin Rahmat.
"Saya sendiri awalnya tidak tahu apa alasannya, selalu diajak. Baru pada acara Maulid Nabi kemarin, Ustaz Jalal memberitahu bahwa alasan selalu mengajak itu karena setiap manusia itu adalah khalifah di muka bumi ini, begitu juga saya. Kata Ustaz Jalal, kamu itu khalifah dengan profesi sebagai penari," cerita Alfiyanto, yang juga sempat diajak ke Iran oleh Ustaz Jalal untuk mengikuti Festival Seni Sufi tahun 2007.
Jumlah karya Alfiyanto tentang tarian religi, diakuinya, awalnya tidak pernah dihitung. Ia hanya fokus untuk selalu berkarya setiap kali ada momen yang dinilainya tepat untuk pertunjukan.
"Baru kemarin-kemarin ini saya mencoba menghitung, karena untuk melanjutkan S-3 harus punya karya minimal 50 karya, saat penghitungan itu ternyata karya saya sudah mencapai 60 buah," ujarnya.