Menurut ayah 3 anak ini, selama 6 tahun menjadi sopir bus rasanya sangat bahagia. Gaji yang diterima per bulan cukup besar, yakni SAR 3.000 (setara Rp 7,5 juta). Tidak hanya gaji yang bisa dinikmati, namun uang lembur, asuransi kesehatan, dan fasilitas lain juga diterima setiap bulan. Apabila sakit tidak perlu mengeluarkan biaya lagi.
"Alhamdulillah semua berkat usaha dan doa. Saya di sini tinggal bersama istri dan anak-anak sementara tinggal di Bogor sama neneknya. Pagi berangkat kerja pukul 08.00 dan pulang pukul 17.00. Tergantung kepada shift yang diberikan oleh perusahaan," ujar pria yang tinggal di daerah Tan’im, 7,5 kilometer dari utara Masjidil Haram.
Senada juga dikatakan oleh pengemudi bus yang sama, Supriyadi, warga Pekalongan Jawa Tengah. Menurut pria yang mengemudikan bus berlabel “Ora Payu Rabi” (artinya: belum laku menikah), dirinya baru setahun menjalani profesi ini. Kata Supri, perusahaan memberikan jaminan kesehatan tenaga kerjanya sangat luar biasa.
"Enak mas bekerja di sini. Kalau pekerjaan tetap mengikuti aturan perusahaan. Gaji cukup besar, jika sakit ditanggung oleh perusahaan, dan jika hadir terus selama bekerja (tanpa absen) akan mendapatkan bonus," jelas Supriyadi.
Menurut pengalaman Yadi, apabila dia sudah berada di hotel untuk menjemput jemaah asal Iran dan tidak ada yang diangkut, maka dia memutuskan mengangkut jemaah dari Tanah Air. Sebab, bus ini terjadwal setiap 30 menit sekali. Artinya ada penumpang atau tidak maka harus tetap berjalan.
Selama di Tanah Suci, Tribun sekali menaiki bus berlabel Alamat Palsu yang dikemudikan Bambang Sumantri. Rute yang dilaluinya mulai dari Masjidil Haram - Grand Zam-zam Makkah - Faifa - Firdous Umroh - Firdous Makkah - Anwar Medinah –Sultan - Najmah al Azhar - Masjidil Haram.
Baca Juga:
- 11.000 Orang Mudik Bareng Sidomuncul
- Pengusaha Sebatik Buka Bersama Napi Lapas Sungai Jepun
- Harga Tiket Sentuh Batas Atas Pada 16 dan 17 Agustus
- Anas Bersyukur Kedatangannya Didemo