News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mutiara Ramadan

Manusia dan Hewan

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Komaruddin Hidayat.

Oleh: Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

DI atas jiwa nabati (vegetative soul), dalam diri manusia terdapat jiwa hewani (animal soul). Pada level ini kemiripan antara manusia dan hewan semakin terlihat dekat dan jelas. Karakter pokok jiwa hewani adalah hidup dan beraktivitas dengan dukungan indera dan insting, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, bergerak, dan dorongan seksual.

Kesemuanya ini melekat pada manusia dan hewan. Yang membedakan terletak pada ketajaman dan kekuatannya. Ada hewan-hewan tertentu yang memiliki daya penciuman jauh di atas kapasitas manusia. Satu di antaranya anjing pelacak.
Begitu pun pendengaran dan penglihatan, kapasitas manusia jauh di bawah hewan-hewan tertentu.

Ketika di bawah laut terjadi gejala tsunami, hewan-hewan lebih dahulu mengetahui lalu menyingkir ke tempat tinggi.
Mata burung elang pun jauh lebih tajam daripada penglihatan mata manusia. Kombinasi antara jiwa nabati dan hewani sudah cukup membuat kehidupan manusia menjadi meriah dan heboh.

Mobilitas manusia tak pernah mengenal lelah dan berhenti mencari makan, baik sekadar untuk bertahan (survive) ataupun memenuhi gaya hidup seperti banyak dilakukan kelas menengah kota, misalnya menghabiskan waktu santai di restoran atau pesta-pesta.

Coba saja perhatikan sekeliling, di mana-mana pasti ditemukan warung, restoran, dan pedagang makanan serta minuman yang kesemuanya itu untuk memenuhi dorongan nafsu nabati dan hewani. Menurut kajian para psikolog, dimensi libido pada jiwa hewani memiliki peran sangat penting dalam dinamika kehidupan manusia.

Menurut Sigmund Freud, bahkan paling vital perannya karena menentukan alam pikiran dan perilaku seseorang yang kesemuanya mesti ada keterkaitannya dengan nafsu libido. Menurut Freud, dorongan libido atau sexual pleasure melahirkan dinamika dan keberanian hidup seseorang untuk berjuang dan menghadapi rintangan serta risiko demi memperolehnya.

Seorang pemuda dalam bawah sadarnya memiliki dorongan belajar serius agar jadi sarjana, dan setelah itu gigih mencari kerja yang menjanjikan penghasilan tinggi. Untuk apa? Menurut teori ini agar nantinya mudah memperoleh suami atau istri yang diidealkan.

Jadi, dorongan libido pada jiwa hewani sungguh luar biasa efek yang diciptakannya dalam kehidupan manusia. Betapa banyak terjadi pertengkaran gara-gara konflik yang ditimbulkan jiwa hewani.

Dorongan jiwa ini bisa membuat seseorang menjadi dinamis, pemberani, dan tidak takut risiko. Pendeknya, ibarat sebuah mobil, jiwa hewani merupakan sumber energi yang membuat laju kehidupan berjalan dengan berbagai dinamikanya.

Hanya saja,sebagaimana jiwa nabati yang mengenal titik antiklimaks, jiwa hewani ini pada usia tertentu juga mengenal puncaknya. Menurunnya kapasitas jiwa hewani ditandai antara lain ketajaman pendengaran, penciuman, dan penglihatannya semakin menurun.

Pergerakannya juga kian lambat,bahkan ada yang lebih parah lagi, misalnya mesti pakai bantuan kursi roda dan didorong orang lain. Ini semua merupakan hukum alam yang telah diciptakan Tuhan. Jadi, siapapun yang menempatkan kenikmatan jiwa nabati dan hewani sebagai puncaknya, sejak awal mesti sadar,pada akhirnya pasti menemui kekecewaan dan kekalahan. Indera penglihatan pun sering kali menipu karena apa yang dilaporkan mata tidak selalu benar.

Gunung yang dari jauh tampak indah ternyata kalau didekati sangat berbeda realitasnya. Indera mata dan pendengaran memiliki kelebihan, tetapi oleh Tuhan juga diberi batasan. Bayangkan saja,andaikan seseorang memiliki daya pendengaran yang luar bias, sehingga mampu mendengarkan suara jarak jauh serta suara gerakan hewan yang lembut-lembut, pasti akan terganggu ketenangannya.

Namun karena kecerdasan manusia, keterbatasan indera pendengaran ini diatasi dan dibantu oleh teknologi telepon, yang akan kita bahas pada eksistensi jiwa insani. Hikmah keterbatasan jiwa insani juga terlihat pada daya penglihatannya.

Andaikan kita memiliki daya pandang tajam bagaikan laser sehingga mampu melihat objek-objek yang tertutup,termasuk ke dalam isi perut dan tubuh kita, sungguh malah akan merusak ketenangan hidup. Apa yang terjadi jika ketika kita berpesta tetapi mata sanggup menembus pandang ke seluruh tubuh orang yang hadir? Di mana lagi keindahannya? Sungguh Allah Maha Bijaksana.

Manusia dibekali jiwa hewani dan dayanya yang hebat, tetapi juga memiliki keterbatasan. Ini merupakan jenjang-jenjang eksistensi dan instrumen bagi manusia untuk meraih derajat kehidupan lebih tinggi dan bermakna.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini