Namun demikian maksiat masih saja terjadi di bulan Ramadhan.
Di sekitar kita masih terjadi tindak pencurian, perselingkuhan, perzinahan bahkan pembunuhan hingga dosa terbesar yaitu kesyirikan masih saja ada.
Kenapa demikian?
Hal ini telah dijelaskan oleh Abul ‘Abbas Al-Qurthubi rahimahullah diantaranya:
1. Setan diikat dari orang yang menjalankan puasa yang memperhatikan syarat dan adab saat berpuasa.
Adapun yang tidak menjalankan puasa dengan benar, maka setan tidaklah terbelenggu darinya.
2. Seandainya pun kita katakan bahwa setan tidak mengganggu orang yang berpuasa, tetap saja maksiat bisa terjadi dengan sebab lain yaitu dorongan hawa nafsu yang selalu mengajak pada kejelekan, adat kebiasaan dan gangguan dari setan manusia.
3. Bisa juga maksudnya bahwa setan yang diikat adalah umumnya setan dan yang memiliki pasukan sedangkan yang tidak memiliki pasukan tidaklah dibelenggu.
Intinya maksudnya adalah kemaksiatan itu berkurang di bulan Ramadhan bila dibandingkan dengan bulan lainnya. (Al-Mufhim lima Asykala min Takhlis Kitab Muslim, 3: 136)
Kalau kebaikan akan berlipat pahalanya jika dilakukan di bulan Ramadhan, bagaimana dengan maksiat, apakah semakin besar dosanya?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Al-Mumthi’,
“Kebaikan bisa berlipat, dosa pun demikian dilihat dari tempat dan waktu. Kebaikan itu berlipat dilihat dari kammiyah (kuantitas atau jumlah) dan kayfiyah (kualitas). Adapun dosa berlipat-lipat dilihat dari kayfiyah (kualitas), bukan dari kammiyah (kuantitas). [Maksudnya: dosa tidak dilipatgandakan dari sisi jumlah, namun dipandang dari sisi besarnya].”
Jika kita sudah tahu besarnya dosa yang dilakukan di bulan Ramadhan karena Ramadhan itu bulan suci, maka ada beberapa contoh maksiat di bulan Ramadhan yang masih terus dilakukan oleh orang yang berpuasa:
1. Mudah meninggalkan shalat, seperti shalat Shubuh karena sehabis sahur langsung tidur.
2. Laki-laki masih malas shalat berjamaah di masjid.