TRIBUNNEWS.COM -Setiap kali Ramadhan tiba, hati kita bersuka-cita dalam menyambut bulan yang mulia ini. Betapa tidak, Rasulallah SAW berpesan didalam hadits
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepada kalian Bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah. ALLAH wajibkan kepada kalian puasa dibulan ini. (Di bulan ini), akan dibukakan pintu-pintu langit, dan di tutup pintu neraka, serta setan-setan dibelenggu. Demi ALLAH, di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Siapa yang terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu, berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan”
Mendengar Sabda Rasulullah SAW ini harusnya menjadikan kita untuk lebih bersemangat dalam mengerjakan amal kebajikan.
Karena pintu neraka tertutup dan setan telah dibelenggu, serta pintu-pintu syurga telah terbuka.
Selain berpuasa sebagai amalan utama kita di bulan Ramadhan, bulan ini juga dipenuhi banyaknya keberkahan amalan-amalan lainnya.
Keberkahan amalan inilah yang seharusnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya agar pundi-pundi amal yang kita dapatkan semakin memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Taala.
Diantara banyaknya keberkahan amalan itu seperti yang telah ditulis dalam situs dakwatuna.com, ada empat amalan utama agar kita mampu mengoptimalkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya.
Pertama: Ramadhan adalah bulan Alquran.
Allah SWT menegaskan,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ… (البقرة 185)
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS al-Baqarah: 185).
Karena Alquran adalah petunjuk Ilahi, maka ketika semua buku dimulai dengan permohonan maaf penulisnya, khawatir ada salah sumber atau salah ketik, Alquran memulainya dengan pernyataan yang sangat tegas, “tak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”.
Sayangnya, seringkali kita merasa sudah sangat menguasai Alquran, padahal membacanya saja masih malas. Maka, Ramadhan ini kesempatan untuk mengulang bacaan kita.
Rasulullah SAW pernah meminta Ibnu Mas’ud untuk membacakan Alquran baginya.
Ibnu Mas’ud berkata, “bagaimana aku bacakan Alquran sementara ia turun padamu?” Rasulullah SAW menjawab, “aku senang mendengarnya dari (orang) lain.”
Demi mendengar bacaan Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW menitikan air mata dan meminta Ibn Mas’ud untuk menghentikan bacaannya. Ayat yang membuat beliau SAW menangis adalah:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا (ألنساء 41)
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad SAW) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”. (QS An-nisa: 41)
Beliau SAW kemudian berkata, “siapa orang yang ingin membaca Alquran seperti saat diturunkan, bacalah sesuai bacaan Ibnu Umi Abdi (Abdullah bin Mas’ud)”.
Karena itulah, Khalid bin Walid, salah seorang sahabat Nabi SAW, setiap kali mengambil mushaf Alquran, ia menitikan air mata menangis seraya berkata, “Aku sibuk (hingga tak sempat membacamu) karena jihad”. Bayangkan, Khalid bin Walid menangis karena sibuk berjihad. Sementara kita?
Bagi kalangan awam, Ramadhan menjadi momen membaca Alquran, memperbaiki tilawah dan meluruskan ilmu tajwid. Karena semua itu jarang kita lakukan diluar bulan Ramadhan dikarenakan kesibukan kita yang padat.
Kedua: Ramadhan adalah bulan Qiyamul Lail.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari Muslim).
Maksud dari kata “qiyam Ramadhan” adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh para ulama. Pada mulanya, shalat taraweh ditunaikan sendiri-sendiri.
Rasulullah SAW khawatir, jika ditunaikan berjamaah maka hukumya akan wajib. Maka itu, beliau menunaikannya sendirian. Lalu, di zaman Umar bin Khattab, taraweh ditunaikan secara berjamaah mengingat orang-orang sudah mulai lengah untuk menunaikan taraweh karena sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Ubay bin Ka’ab salah satu sahabat Rasulullah SAW menjadi imam shalat pertama pada taraweh berjamaah di era Umar bin Khattab itu.
Biasanya, Rasulullah SAW menutup shalat tarawehnya dengan shalat witir. Ketika Rasulullah SAW ditanya, “Doa (di waktu apa) yang paling didengar (Allah)?”. Beliau SAW menjawab, “pada penghujung malam”.
Aisyah menceritakan:
مِنْ كُلِ اللَيْلِ قَدْ أوْتَرَ رَسُولُ اللهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم فَانْتَهَى وِتْرُهُ إلىَ السَحْر
“Pada setiap malam, Rasulullah SAW menunaikan shalat witir, dan shalatnya berakhir sampai waktu sahur (remang-remang)”.
Shalat malam mengajarkan kita untuk khusyu' dan tawadhu. Di era gadget dan media sosial, saat setiap kita mudah sekali up-date status, shalat malam seharusnya mampu mengajarkan kita untuk tidak show-up, pamer kepada banyak orang.
Imam Ibnul Qayyim mengingatkan,
قَدْ قَالَ أحَدُ الصَالِحِين : لآنْ اَبيت نَائِمََا وَاصْبَحَ نَادِيمََا خَيرٌ مِن أبيتَ قَائِمََا وَاصبَحَ مُعْجِبََا
dan sungguh telah berkata salah seorang yang shaleh, “bahwa engkau tertidur di malam hari (sehingga tidak tahajjud) dan menyesal di pagi hari adalah lebih baik dari pada kau tahajjud di malam hari, dan berbangga (dengan tahajjud itu) di pagi hari”
Shalat yang khusyu akan mengantarkan pertolongan dan kasih sayang Allah.
Dikisahkan suatu malam, seorang pencuri masuk ke rumah Malik bin Dinar.
Pencuri itu mencari-cari emas dan perak yang dimiliki sang Imam.
Namun, dia tak mendapati apa-apa, kecuali sang imam yang tengah qiyamul lail.
Selepas mengucap salam, Imam Malik memergoki pencuri yang tengah mengintip itu.
Disapanya: “Engkau ingin mencuri harta, hanya memberimu kebahagiaan dunia. Sudahkah kau curi waktu malam untuk menyiapkan kebahagiaan akherat?”.
Pencuri itu tertegun. Ia kemudian duduk bersila, mendengarkan tausiyah sang Imam.
Saat masuk waktu shubuh, Malik bin Dinar dan pencuri itu keluar rumah, mereka menuju masjid bersama-sama.
Masyarakat geger. Mereka berkata, “Imam paling mulia berjalan ke masjid dan shalat berjamaah bersama pencuri paling utama”. Orang-orang bertanya: “apa rahasianya”.
Malik bin Dinar pun menjawab, “ketuklah pintu langit, sebab Dia-lah yang menggenggam hati manusia”.
Ketiga: Ramadhan adalah juga bulan sedekah.
Rasulullah SAW adalah seorang yang paling pemurah dan di bulan Ramadhan beliau lebih pemurah lagi. Kebaikan Rasulullah SAW di bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus karena begitu cepat dan banyaknya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan, “Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan.” (HR. Baihaqi). Dan bersedekah tidak harus menunggu kaya.
Suatu hari, Rasulullah SAW berkata,
سبق درهم مئة ألف درهم فقال رجل وكيف ذاك يا رسول الله قال: رجل له مال كثير أخذ من عرضه مئة ألف درهم تصدق بها ورجل ليس له إلا درهمان فأخذ أحدهما فتصدق به
“(Pahala sedekah) satu dirham mengalahkan seratus ribu dirham”. Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana mungkin, ya Rasulullah?”. “(Bandingkan) seorang kaya raya yang memiliki banyak harta, dia mengambil seratus ribu dirham dari hartanya dan bersedekah dengannya. Lalu ada seorang miskin yang hanya punya dua dirham, dan dia bersedekah dengan satu dari dua dirham itu”.
Karena itulah, Ali bin Abi Thalib berkata, “Jangan malu bersedekah walaupun sedikit. Sebab, kebaikan itu (dinilai) pada pemberiannya walaupun sedikit”.
Dikisahkan, seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, “Bagaimana untuk mengetahui seseorang itu “ahli dunia” atau “ahli akhirat”?”
Ali bin Abi Thalib menjawab, “Jika ada dua orang (tamu) datang, satu orang (tamu) membawa hadiah, dan satu lagi meminta sedekah.
Bila hati tuan rumah lebih condong pada pembawa hadiah, maka dia termasuk ahli dunia.
Apabila hati tuan rumah lebih condong pada orang yang meminta sedekah, maka dia termasuk ahli akhirat.
Karena itu pula, Ibnul Qayyim mengatakan,
لَوْ عَلِمَ الْمُتَصَدِقُ حَقّ الْعِلْمَ وَتَصَوُرَ أنَ صَدَقَتُهُ تَقَعَ فِي ( يَدِ اللَهِ ) قَبْلِ يَدِ الفَقِيرِ ، لَكَانَتْ لَذّةُ المُعْطِي أكْبَرَ مِنْ لَذَةِ الآخِذِ
Seandainya seorang pemberi sedekah mengetahui dan melihat dengan sebenarnya bahwa sedekahnya telah sampai (ke tangan Allah) sebelum sampai ke tangan orang miskin, niscaya rasa bahagia yang dirasakan seorang pemberi sedekah lebih besar dari rasa bahagia penerima (sedekah) itu.
Keempat: Ramadhan adalah bulan tobat
Rasulullah SAW berkata:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ، فَإِنِّي أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ، وَأَسْتَغْفِرُهُ فِي كُلِّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai umat manusia bertobatlah kalian. Sesungguhnya aku bertobat seratus kali dalam sehari-semalam”. Bila pada hari-hari biasa kita dianjurkan bertobat. Maka, tobat di bulan Ramadhan tentu lebih baik adanya.
Mengapa tobat? Sebab manusia makhluk yang lemah. Allah memberi jalan tobat sebagai wujud kasih sayang-Nya. Bahkan Allah sangat senang dan bahagia bila ada manusia yang bertobat.
Rasulullah SAW menggambarkan kesenangan Allah SWT itu dengan bersabda, “Sungguh Allah akan lebih senang menerima tobat hamba-Nya ketika ia bertobat kepada-Nya daripada (kesenangan) seorang di antara kalian yang menunggang untanya di tengah padang luas yang sangat tandus, lalu unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya dan putuslah harapannya untuk memperoleh kembali. Kemudian, dia menghampiri sebatang pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa mendapatkan unta tunggangannya tersebut. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-tiba dia mendapati untanya telah berdiri di hadapannya….” (HR Muslim).
Seringkali kita merasa bahwa dosa yang kita lakukan hanya dosa-dosa kecil saja sehingga tak diperlukan bersegera dalam bertobat. Padahal, kata Ibnul Qayyim, jangan pernah meremehkan dosa-dosa kecil. Lihatlah patok kayu di dermaga yang melilit tambang, ia bahkan dapat menarik kapal.
Maka, tak ada kata lain bagi kita kecuali segera bertobat. Menarik untuk mengutip Ibnul Qayyim sekali lagi.
Katanya:
لَوْ عَلِمَ الْعَاصِي أنَ لَذَةَ التَوْبَة تَزِيْد عَلَى لَذَةِ اْلمَعْصِيَةِ أضْعَافََا مُضَاعَفَة لَبَادِر إلَيْهَا أعْظَمَ مِنْ مُبَادَرَتِهِ إلىَ لذَةِ الْمَعْصِيَةِ.
“Sekiranya seorang pelaku maksiat mengetahui bahwa kenikmatan bertobat lebih dahsyat berlipat-lipat dari kelezatan maksiat, niscaya dia akan bersegera menuju tobat lebih cepat dari usahanya menggapai maksiat”
Semoga kita dapat mengisi hari-hari di bulan suci ini dengan penuh keberkahan. Amin ya Rabbal alamin.