Kedua, suci anggota tubuhnya dari perbuatan pidana dan dosa.
Seperti, mata tak melihat yang diharamkan, telinga tak mendengarkan yang dilarang oleh syariah, mulut tidak memaki, ghibah dan mengadu domba orang lain, tangan tak mengambil dan memegang sesuatu yang bukan haknya, dan tindakan lainnya tidak merugikan orang lain.
Baca: Pelayat Memadati Rumah Duka Ustaz Suhardi yang Meninggal saat Ceramah Tarawih di Masjid
Semua yang dilakukan oleh organ tubuh manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Karenanya, semuanya harus disucikan dari tindakan yang merugikan orang lain dan dosa kepada Allah SWT.
Ketiga, suci hati dari sifat hasud (iri hati), riya' (pamer), dan sombong.
Penyakit hati itulah yang sering menggerogoti dan mengotori kesucian hati dan merusak keikhlasan dalam semua amal baik yang dilakukan.
Hati adalah kunci dari semua tindakan karena semua amal tergantung pada niatnya.
Keempat, suci jiwa dari bisikan duniawi dan bisikan syaitan yang mengganggu keintiman dengan Allah SWT.
Inilah tingkatan para nabi dan rasul yang jiwanya hanya terpaut kepada Allah SWT.
Semua tingkatan kesucian yang diuraikan oleh Abu Hamid Al-Ghazali dapat diuraikan dengan cara mengikuti latihan kemanusiaan selama bulan Ramadan.
Suci secara zhahir dapat dilatih dengan cara banyak i'tikaf selama bulan puasa, terlebih pada sepuluh terakhir bulan Ramadan.
Baca: Ramadan dan Kesadaran Kebangsaan
Inilah latihan suci zhahir, sebab di antara syarat sahnya i'tikaf adalah suci dari najis dan hadats.
Suci anggota tubuhnya dari tindakan yang merugikan orang dan dosa dapat dilatih dengan puasa yang lebih sempurna, yaitu menahan amarah terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain dan dosa yang akan diperbuat.
Sebab puasa yang dikehendaki oleh Allah SWT bukan hanya meninggalkan konsumsi dan syahwat tetapi juga meninggalkan ucapan kotor dan perbuatan keji.